Kisah bujang lapuk penjual celana kolor keliling yang memiliki kisah pahit bersama wanita, tiba tiba dihadapkan pada kejadian di mana dia harus menikahi tiga belas wanita secara bersama.
Kejadian apakah itu? Bagaimanakah ceritanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rcancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tamu Tak Di Undang.
Tok! Tok! Tok!
"Permisi!"
Sebuah suara berat menggelegar dari depan rumah seorang warga. Tiga pria berbadan tegap dengan memakai jaket hitam berdiri sembari menunggu sang pemilik rumah keluar.
Berbekal informasi dari pemilik warung yang mereka datangi, mereka semakin yakin kalau ketiga belas wanita itu adalah wanita yang mereka cari. Mereka mendapat alamat rumah orang yang mereka cari dari pemilik warung tadi.
Dua kali sudah, salah satu dari pria itu mengetuk pintu tapi belum ada sahutan. Hingga di ketukan ketiga baru terdengar suara seorang pria menyahut dari dalam dan membuka pintu rumah itu.
"Siapa ya?" tanya si pemilik rumah dengan tenang.
"Saya ada perlu dengan si pemilik rumah?" tanya salah satu dari mereka. Wajahnya sama sekali tidak menunjukkan keramahan.
Sang pemilik rumah malah keluar rumah dan menutup pintu rumahnya. "Saya pemilik rumahnya. Ada perlu apa yah?"
Ketiga pria berbadan tegap itu saling lirik. Entah isyarat apa yang sedang mereka berikan, tapi sepertinya sang tuan rumah tetap mencoba tenang.
"Saya sedang mencari saudara perempuan saya? Dia sudah beberapa hari ini menghilang dengan teman temannya," ucap salah satu dari ketiga pria itu yang berkepala plontos.
"Terus?" tanya si pemilik rumah. Tentu saja dia tidak percaya begitu saja. Toh dia sudah tahu siapa mereka. Si pemilik rumah duduk di kursi yang ada di teras. "Silakan duduk."
Ketiga pria itu lantas duduk di kursi yang ada di teras rumah tersebut. Ada raut kecewa dari wajah mereka karena mereka tidak dipersilakan masuk. Mungkin karena rencananya tidak berjalan lancar. Salah satu dari mereka bahkan diam diam terus memandang ke arah dalam rumah lewat kaca yang terpasang di dinding ruang tamu. Tapi usahanya termasuk sia sia, karena kaca yang ada dihadapannya adalah kaca hitam jadi tidak mungkin jelas terlihat keadaan di dalam bagaimana jika di lihat dari luar.
"Saya dengar yang punya rumah ini baru menikah dengan tiga belas wanita. Apa saya boleh melihat mereka? Kali saja salah satu dari mereka ada saudara saya. Soalnya mereka korban penculikan," ucap si kepala plontos berdusta.
"Dari mana anda tahu saya habis menikah?"
Ketiga pria itu lagi lagi saling menatap. "Apa saya boleh melihat istri anda? Kali saja dia ada diantara mereka?" pinta si kepala plontos.
"Apa anda punya foto saudara anda?" sontak saja pertanyaan si pemilik rumah membuat ketiganya terkejut. Mereka lagi lagi saling pandang. Tentu saja mereka bingung menjawabnya.
"Maaf, saya lupa membawanya," kilah si kepala plontos. "Tapi saya yakin kok, Mas. Saya sangat mengenali saudara saya. Jadi mending Masnya coba suruh mereka keluar."
Si pemilik rumah yang bernama Jiwo sontak mengulas senyum dan memandang ketiga pria di hadapannya. Berhubung ketiga pria itu memainkan sandiwara, dengan senang hati Jiwo ikut berperan dalam sandiwara mereka juga.
"Wah! Ya maaf, kalau soal itu saya tidak bisa melakukannya. Anda harus memiliki bukti dulu, baru saya percaya," jawab Jiwo masih dengan perasaan yang sangat tenang.
Ketiga pria itu lagi lagi saling pandang. Ada rasa geram yang terlihat dari wajah mereka. Sudah pasti mereka ingin melakukannya dengan kekerasan. Tapi mereka tidak bisa berbuat seperti itu. Mereka tidak mau kedok mereka terbongkar nantinya.
"Sayang sekali, kita tidak bawa fotonya," ucap si kepala plontos dengan wajah terlihat sendu. Jiwo hanya tersenyum masam melihat akting mereka.
"Ya sudah, kalau sudah tidak ada urusan saya mau masuk, karena sebentar lagi akan maghrib. maaf ya?" ucap Jiwo berusaha mengusir mereka secara halus.
"Oh iya, apa boleh saya ikut maghrib di sini?" tanya pria yang memakai topi hitam secara tiba tiba. Entah dapat ide dari mana, dia bisa bertanya seperti itu.
Lagi lagi Jiwo hanya mengulas senyum. "Waduh, sayang sekali tidak bisa. Itu ada masjid. Dekat kok dari sini," tolak Jiwo sambil menunjuk kubah masjid yang ada tak jauh dari komplek rumahnya.
"Oh iya, ya udah, Mas. Kita ke masjid dulu," pamit salah satu dari mereka. Di ikuti oleh dua orang lainnya. Dengan kesal mereka pergi meninggalkan rumah Jiwo. Sedangkan Jiwo, senyumnya tersungging sambil menatap kepergian tamunya. Setelah itu, dia segera masuk menghampiri istri istrinya.
"Bagaimana, Mister?"
"Tenang saja mereka sudah pergi," balas Jiwo. Ada kelegaan dari wajah ketiga belas wanita itu setelah mendengar jawaban dari suami mereka. "Tapi kalian tetap harus hati hati ya? Aku yakin mereka pasti akan cari cara lain."
Apa yang dikatakan Jiwo memang benar. Ketiga pria itu tidak akan menyerah begitu saja.
"Malam ini kita cari penginapan di daerah sini dulu, kita harus pake cara lain."
"Siap!"
...@@@@@@...
yach.. namanya juga fantasi/Smug/