Joe William. Adalah seorang Tuan muda yang dipersiapkan untuk menjadi seorang calon penguasa di keluarga William.
Terlahir dari pasangan Jerry William dan Clara Drako, Joe ini memiliki garis keturunan Konglomerat dari keluarga sebelah Ayahnya, dan penguasa salah satu organisasi dunia bawah tanah dari kakek sebelah ibunya.
Ketika orang tuanya ingin mendidiknya dan ingin memanjakan Joe William dengan sutra dan emas, tiba-tiba seorang lelaki tua bernama Kakek Malik yang dulunya adalah orang yang membesarkan serta merawat sang ibu yaitu Clara, datang meminta Joe William yang ketika itu baru berumur satu tahun dengan niat ingin mendidik calon Pewaris tunggal ini.
Tidak ada alasan bagi Jerry William serta Clara untuk menolak.
Dengan berat hati, mereka pun merelakan putra semata wayangnya itu dibawa oleh Kakek Malik untuk di didik dan berjanji akan mengembalikan sang putra kelak jika sudah berusia tujuh belas tahun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Edane Sintink, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tiba di kota Kemuning
Kurang dari pukul empat sore, satu unit taksi berhenti tepat di jalan besar yang sudah tidak jauh dari Martins Hotel.
Tampak mulai dari area parkir Hotel itu, sampai ke luar sudah dipenuhi oleh berbagai jenis mobil yang terparkir. Hal ini yang membuat sang sopir tidak bisa mengantar Joe William, Tiara dan Lestari langsung ke depan hotel.
"Maaf anak muda. Bapak hanya bisa mengantar kalian sampai di sini saja. Ini karena, semua jaalan sudah di tutup oleh kendaraan lain." Kata pak sopir taksi itu.
"Tidak apa-apa pak. Kami bisa jalan kaki menuju hotel. Lagi pula tidak terlalu jauh. Paling Hanya lima puluh meter. Kata Joe lalu membuka pintu dan keluar dari dalam taksi tersebut.
Dia juga tidak lupa membukakan pintu untuk kedua gadis itu kemudian membayar ongkos taksi lalu mengajak mereka berdua untuk berjalan menuju ke Hotel tempat acara akan berlangsung.
Baru saja Joe, Tiara dan Lestari melewati beberapa mobil yang terparkir, kini ponselnya sudah berdering.
Joe buru-buru merogoh sakunya untuk mengeluarkan handphone lalu melihat ke arah layar.
"Ayah?" Pikir Joe dalam hati lalu segera menjawab panggilan itu.
"Hallo Ayah." Kata Joe begitu panggilan itu terhubung.
"Joe. Kau sudah sampai di kota Kemuning kan?" Kata suara lelaki setengah baya di seberang sana.
"Iya. Bagaimana ayah bisa tau?" Tanya Joe heran.
Wajar jika dia merasa heran. Ini karena ayahnya saat ini sedang berada di Starhill.
"Itu tidak penting. Yang jelas, kau harus bisa menjaga sikap. Akan banyak kejutan nanti di sana. Hanya satu pesan ayah. Tutup wajah mu menggunakan Masker nanti dan jangan biarkan siapapun mengambil gambar mu. Mengerti?!" Kata sang ayah.
"Mengapa Ayah?" Tanya Joe heran.
"Sudah lah. Kau lakukan saja apa yang ayah katakan. Ingat Joe! Jaga sikap dan tetaplah merendah. Sekali lagi ayah katakan. Akan banyak kejutan bahkan yang tidak pernah kau bayangkan dalam hidup mu. Itu lah alasan mengapa ayah merelakanmu di didik oleh kakek Uyut mu dan Tengku Mahmud. Ini semua agar kau tidak mudah lupa diri dan sadar bahwa kau masih berpijak di atas bumi yang sama dengan orang lain."
Walaupun Joe sedikit agak kebingungan, namun dia mengiyakan saja apa yang dikatakan oleh Ayahnya tanpa membantah sedikitpun.
"Baik Ayah. Jangan khawatir. Aku akan menjaga sikap ku nanti." Kata Joe.
"Bagus. Ingatlah bahwa ayah memang berada di Starhill. Tapi mata dan telinga ayah berada di mana-mana." Kata lelaki itu lalu mengakhiri panggilan.
"Ada apa Joe?" Tanya Tiara.
"Ayah ku menelepon dari Starhill." Jawab Joe.
"Starhill itu kota seperti kota Kemuning ini lah Joe?" Tanya Lestari penasaran.
"Emmm... Kota Kemuning ini mungkin setengahnya Jewel Star. Sedangkan Jewel Star itu berada di tengah-tengah Starhill City." Jawab Joe.
"Kemana kita harus membeli masker?" Tanya Joe.
"Mengapa Joe. Apakah kau sedang flu?" Tanya Tiara
"Iya. Kau jangan dekat-dekat! Nanti tertular." Kata Joe lalu berjalan mencari toko untuk membeli Masker.
Dengan didampingi oleh dua gadis cantik, Joe sang pangeran tampan itu pun memasuki sebuah toko dan langsung membeli masker untuk dia kenakan.
Memang jika di lihat, sangat tampak perbedaan antara gaya Joe ini dari yang lainnya.
Walaupun tampak bersahaja, jika diperhatikan, semua yang dia pakai itu adalah buatan dari perancang terkenal dari Milan Italia.
Dari mulai sepatu, celana, Jas, sampai ke kacamata hitam nya pun bukan sembarang orang yang bisa memilikinya.
Joe tidak pernah tau akan hal itu. Yang penting baginya berpakaian. Karena akan terasa sangat aneh jika dia hanya mengenakan Jas dan sepatu dengan kacamata mahal namun tidak memakai celana. Aneh bukan?
Intinya saat ini, selain bangga didampingi oleh kedua gadis belia yang masih segar, Tiara dan Lestari juga bangga bisa berjalan berdampingan dengan Joe yang tidak norak dan terkadang cukup memiliki wibawa serta watak kepemimpinan.
Ketika berjalan, dia tidak pernah mendahului kedua gadis itu. Melainkan selangkah di belakang. Ini karena, agar dia bisa menjaga kedua gadis itu karena memang mereka saat ini adalah tanggung jawab nya.
Baru saja Joe dan kedua pendamping nya itu akan menuju ke arah Hotel, tiba-tiba dari arah mobil yang di parkir terdengar seseorang meneriakkan namanya.
"Hey Joe. Kau sudah di sini?"
Mendengar ini, kontan saja ketiga anak muda itu menolehkan wajahnya kearah datangnya suara tadi.
"Hey Din." Balas Joe sambil tersenyum.
Namun senyuman itu langsung pupus tak kala di belakang Udin menyusul Hendro, Putri dan Lia.
"Hah? Bule miskin ini. Apa yang dia lakukan di sini?" Tanya Hendro langsung melabrak ke arah Joe William.
"Hey Bule miskin. Apa yang kau lakukan di sini? Pulang saja. Di sini pelayan sudah cukup." Kata Hendro sengaja mengeraskan suaranya agar yang lalu lalang di tempat itu mendengar perkataannya.
"Mengapa Hendro? Apakah aku tidak boleh datang ke sini?" Tanya Joe dengan santai.
"Aku ingin bertanya kepada mu. Apa yang kau lakukan di sini?" Tanya Hendro lagi masih dengan senyum menghina.
Ternyata anak ini belum kapok juga setelah babak belur tiga hari yang lalu di tangan Joe.
"Aku kemari karena ingin menghadiri undangan. Mengapa?" Tanya Joe.
"Hah? Undangan katamu? Bukankah kartu undangan itu sudah kau berikan kepada ku?" Tanya Putri sambil mengeluarkan kartu undangan miliknya dan berharap bahwa itu tidak palsu.
"Kau jangan mencari masalah di sini Joe. Jika kau nanti di usir, itu bisa mencoreng nama baik sekolah kita." Kata Lia pula.
Mendengar perkataan Lia ini, Tiara dan Lestari langsung saling pandang dan mencolek lengan tangan Joe.
"Joe. Apakah kau yakin kita tidak di usir?" Tanya Lestari.
"Kau tenang saja. Ada aku di sini. Kita pasti bisa masuk ke hotel itu untuk menghadiri acara." Jawab Joe.
"Hahaha. Kasihan sekali kedua gadis ini. Mengapa kalian mau saja dibodohi oleh Bule miskin ini hah? Jauh-jauh datang kemari hanya untuk mencari malu." Kata Hendro mencibir diikuti gelak tawa dari Lia dan Putri.
"Sudah lah. Dia kan tidak merugikan kalian. Mengapa begitu usil. Dia bebas mau berada di mana yang dia suka. Apa dia ada mengganggu mu?" Tanya Udin yang tidak senang melihat Joe di hina.
"Bukan begitu Din. Masalahnya adalah, jika nanti dia dipermalukan oleh petugas yang memeriksa kartu undangan, kita bisa ikut malu. Bagaimanapun, dia adalah siswa di sekolah yang sama dengan kita." Kata Putri.
"Mungkin dia merasa keren datang kemari dengan di dampingi oleh dua orang gadis sekaligus. Mungkin keren bagi yang tidak tau. Tapi bagi kami, kedua gadis mu ini hanyalah sampah di sekolah. Sama sekali tidak ada keren nya. Hahaha."
"Tutup mulut mu Hendro! Atau aku akan membungkam mulut mu itu dengan sepatu ku ini." Bentak Joe yang mulai terpancing emosi nya.
"Hahaha. Di sini adalah sarang ku. Kau berani hah? Ayo lakukan. Aku pastikan kau akan pulang tinggal bangkai ke Kuala Nipah." Kata Hendro sambil menantang.
Andai saja Joe tidak mengingat pesan dari Kakek Tengku Mahmud dan pesan dari Ayahnya di telepon tadi, kemungkinan dia sudah menghajar Hendro ini. Setidaknya menampar mulutnya yang seperti corong radio rusak itu.
"Sudahlah. Kalian mau masuk atau tidak? Jika tidak tinggal saja di sini!" Kata Udin lalu menghampiri Joe.
"Aku akan mencari cara agar kalian bertiga bisa masuk." Kata Udin lalu melangkah mendahului mereka.
"Tidak perlu Din. Aku bisa masuk sendiri. Percayalah!" Kata Joe yang diikuti oleh cacian dan makian dari Hendro.
"Kau lihat saja nanti. Aku akan meminta petugas itu untuk melemparkan kalian bertiga di pinggir jalan." Kata Hendro lalu pergi.
"Pulanglah Joe. Bawa kedua sahabat mu ini. Jangan bikin malu kami nanti di sana." Kata Lia lalu menarik tangan Putri untuk segera meninggalkan ketiga orang itu dengan fikiran masing-masing.
Klo ini unik semakin dewasa semakin waras😁