Hasna Aulia Zahrani seorang remaja yang cantik, pintar, ceria dan manja. Ia adalah putri tunggal dari seorang pengusaha sukses dan keluarga harmonis, pada awalnya. Hingga tanpa kesengajaan, orang ketiga masuk kedalam rumah tangga orang tuanya dan mengakibatkan perceraian.
karena merasa di khiantai orang tuanya, maka setelah perceraian orang tuanya, kehidupan Hasna berubah menjadi seorang pemberontak, nakal, pembangkang dan lebih banyak menghabiskan waktu di luar dalam arena balap liar, clubbing serta perkumpulan remaja bebas lainnya. Walaupun hati kecilnya menolak itu semua.
Masa SMA, ia memilih hidup bersama pengasuhnya sedari kecil. Hingga suatu ketika, ia memutuskan untuk tinggal bersama kakek dan neneknya di kota kelahiran sang Ibu.
Karena merasa khawatir dengan kelakuan Hasna, maka kakek serta neneknya memutuskan untuk menikahkan Hasna dengan Afnan Al-jaris, seorang Businessman yang bergelar Ustaz dan putra bungsu dari sahabat kakeknya yang merupakan seorang Kyai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rose noor, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30. Harga diri
"Aish ... Aaarrghhh ... Astagfirullah ... mengapa Ana merasa se-kecewa ini, tahu calon istri Ana meninggalkan barang berharga ini begitu saja. Bukan masalah nominal dari benda ini, tapi ini masalah Harga diri," ucap Afnan dengan menghela napas berat.
Ubaydillah hanya diam di balik kemudi, ia faham apa yang sedang di rasakan oleh Afnan yaitu rasa kecewa.
"Hasna ... Hasna ... Hasna AuLia Zahrani." Desah Afnan. "Ternyata Nama itu Dek sob, huff." Afnan menarik dan menghempaskan napas panjang akibat dari rasa kecewanya.
"Yah, kita hanyalah tahu namanya Hasna kan!" tukas Ubaydillah.
"Kita ke rumah Hasna Sob!" ajak Afnan sambil bersender lesu di kursi penumpang dan di samping Ubaydillah yang sedang mengemudi.
"Tenang A'a Bro! memangnya yakin, itu gelangnya Hasna, gelang dari Anta waktu khitbah?" tanya Ubaydillah.
"Ana yakin ini gelang milik Hasna Dek sob, coba saja Anta lihat nih, butiran berliannya sama," Afnan menyodorkan gelang itu pada Ubaydillah.
Ubaydillah menepikan Mobilnya, mencari tempat aman untuk berhenti. Lalu ia berhenti sejenak karena ingin mengamati gelang itu.
"Eumm, sepertinya memang ia A'a bro. Coba Ana telepon toko perhiasan tempat membeli gelang yang kemarin ya A'a bro, untuk memastikan saja, pasti mereka tahu jika memang ini barang dari toko mereka," ucap Ubaydillah.
"Oke, Dedek sob," sahut Afnan sembari memeriksa kembali isi tas sekolah yang ia pegang, dan itu memang benar tas sekolah Hasna yang tertinngal di resto Saung Ambu.
***
Hasna baru saja memarkirkan mobil di halaman rumah neneknya, lalu ia keluar dan bergegas masuk ke dalam rumah.
"Asalamualaikum ... Ninen, Kiki..." panggil Hasna sambil berlari kecil. Namun, tak ada sahutan. Tak berapa lama Bik Rumi nampak baru keluar dari arah dapur.
"Non Nana sudah pulang?" tanya Bik Rumi.
"Iya Bi Rumi ... Ninen sama Kiki di mana ya, kok Nana panggil tidak ada yang menyahuti?" tanya Hasna pada Bik Rumi.
"Anu neng, Ibu sama bapak, lagi ke Cianjur, katanya meninjau Villa yang di sana ada masalah apa gitu." tutur bi Rumi.
"Oohh, terus pulangnya kapan Bik?" tanya Hasna
"Belum tahu neng, coba neng telepon saja, agar tahu, ibu pulangnya kapan!" ucap Rumi lagi.
"Oh iya Bk, mm ... Bibiiik ... Hihi, boleh ya Nana minta tolong di buatkan jus." rayu Hasna.
"Ish si Neng, pake malu-malu hanya minta jus saja, hehe ... siiaapp neng, tunggu sebentar Bibik buatin jus spesial super enak buat Neng cantik." canda Rumi.
"Hihi, Okke ... makasih Bibiku sayang. Nanti antar ke kamar ya. Nana Hendak mengambil ponsel di tas. Tasnya masih di dalam mobil," ucap Hasna manja sambil bergelayut di pundak Bik Rmi yang lebih pendek dari nya.
"Assiiappp neng ... Hehe," celoteh Rumi.
"Ciiee bahasanya gak nahaaann, kesambet on tube nih...." Hasna berlalu sambil tertawa, begitupun Rumi, ia tersipu malu sambil pergi ke area dapur hendak membuat jus untuk Hasna.
'"Walaaahh tas aku, mana ya?" batin Hasna.
Hasna menggeledah Mobilnya, namun tas yang ia cari tak juga diketemukan. Ia hanya menemukan dompet di laci mobilnya.
"Yaa ampuunn kok bisa tas aku hilang. Hilang dimana yaa? di sekolah? di ... ya ampun, tertinggal di resto itu, ya ya sepertinya tertinggal di resto itu, Astagfirullah! aku meninggalkan gelang khitbah dari Ustaz Afnan di dalam tas itu. Aduuhh bagimana ini, kalau sampai Ustaz atau keluarganya sampai tahu. Bisa-bisa aku di anggap orang yang tidak menghargai niat baik mereka, aku tledor. Ustaz maaf, Nana tidak bermaksud begitu."
Mata Hasna mulai berkaca kaca , lalu berlari masuk kedalam kamarnya sambil menahan agar air matanya agar tak tumpah sebelum masuk kedalam kamar. Ia langsung menuju kamar mandi, lalu meyalakan kran air washtafel dan ia duduk bersimpuh di lantai kamar mandi. Kakinya merasa lemas, tubhnya bergetar, air matanya tumpah. Hasna menangis sejadi jadinya di dalam kamar mandi, Karena menangis di sana tak akan ada yang mendengar pikirnya.
"Huaaa ... hikkzz ... hikzzz... Ustaz maafkan Nana.... Ustaz maafkan Nana ... huaaa ... hikzz ... hikzzz." Hasna merasa bersalah pada Afnan dan keluarganya. Perasaan Hasna betul betul tak menentu, ia begitu ceroboh.. Andai gelang itu tetap ia pakai, mungkin hanya tas dan ponsel yang hilang dan ia tidak peduli.
"Besok, aku harus kembali ke resto itu. Semoga yang menemukan tas itu adalah pihak resto, mereka pasti akan menyimpannya, kalau aku kasih tahu Adrian pasti dia banyak nanya, jangan. Ya besok saja aku kesana lagi sendiri, jangan sampai Ustaz dan keluarganya tahu tentang ini," gumam Hasna dalam hatinya.
Air mata Hasna masihlah menganak sungai. Entah mengapa, ia merasa kecewa kepada diri sendiri, dadanya sesak saat mengingat senyum tulus dari Afnan dan keluarganya ketika Khitbah malam itu. Namun, kini keteledorannya telah menyia-nyiakan niat baik mereka.
dan terima kasih