NovelToon NovelToon
GITA & MAR

GITA & MAR

Status: sedang berlangsung
Genre:Duda / CEO / Beda Usia / Cinta Seiring Waktu / Fantasi Wanita / pengasuh
Popularitas:4.2M
Nilai: 5
Nama Author: juskelapa

Gita yang gagal menikah karena dikhianati sahabat dan kekasihnya, menganggap pemecahan masalahnya adalah bunuh diri dengan melompat ke sungai.

Bukannya langsung berpindah alam, jiwa Gita malah terjebak dalam tubuh seorang asisten rumah tangga bernama Mar. Yang mana bisa dibilang masalah Mar puluhan kali lipat beratnya dibanding masalah Gita.

Dalam kebingungannya menjalani kehidupan sebagai seorang Mar, Gita yang sedang berwujud tidak menarik membuat kekacauan dengan jatuh cinta pada majikan Mar bernama Harris Gunawan; duda ganteng yang memiliki seorang anak perempuan.

Perjalanan Gita mensyukuri hidup untuk kembali merebut raga sendiri dan menyadarkan Harris soal keberadaannya.


***

Cover by Canva Premium

Instagram : juskelapa_
Facebook : Anda Juskelapa
Contact : uwicuwi@gmail.com

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon juskelapa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

025. Hasil Pencarian Harris

Sewaktu Yunita masuk ke induk perusahaan yang membawahi salah satu bidang paling berpengaruh di kehidupan membuat ia menuntut dirinya sendiri agar lebih cakap.

Hari pertama bekerja di perusahaan Harris sudah ada lebih dari lima orang yang mewanti-wantinya.

“Pak Harris nggak suka orang lelet. Kamu harus tepat waktu dan penuh inisiatif.”

“Pak Harris udah punya asisten untuk semua kerjaan kantor. Mungkin tugas kamu untuk ngerjain ide random beliau. Harap bersabar namanya juga cari nafkah.”

“Kalau menjelaskan apa-apa ke Pak Harris bahasanya harus jelas. Pak Harris gampang over thinking dengan penjelasan yang menggantung. Kamu bisa diteror sama dia.”

“Pak Harris pernah memecat sekretaris cantik lulusan luar negeri karena gosip-gosipnya sekretaris itu menyatakan cinta.”

“Jangan mengeluarkan suara sekecil apa pun saat kamu lagi di dekat Pak Harris dan beliau sedang diam berpikir. Kamu bakal dilarang masuk ke ruangan dia untuk jangka waktu yang lama.”

Dan masih banyak lagi yang didengar Yunita di bulan pertama ia menduduki posisinya sebagai asisten termuda, sekaligus asisten lulusan baru. Untuk segala hal yang dibeberkan di atas wajar kalau Yunita ingin performanya baik di mata Harris.

Sepanjang ingatannya di awal masa bekerja, Yunita sudah melaksanakan semua yang diperintahkan Harris. Termasuk mengganti nama panggilannya dari Ita menjadi Yuni. Entah apa sebabnya. Tapi yang jelas Yunita tidak keberatan selama gajinya yang dua digit itu masih aman.

Tugas selanjutnya yang diberikan Harris adalah menemukan kantor dari seorang wanita yang sekarang terbaring di rumah sakit dengan kondisi koma. Karena tugas tak biasa itu, rasa penasaran Yunita menjadi sama besar dengan bosnya. Dengan bantuan barang-barang yang dibawa wanita itu, Yunita dengan mudah menemukan alamat kantor dan sedikit latar belakangnya.

Jika biasa pada pagi hari Yunita sudah berada di kantor pada pukul tujuh, pagi itu ia berlomba dengan waktu agar bisa tiba di lobi perusahaan kosmetik lebih awal. Harris sudah menginformasikan kalau mereka cukup bertemu di lobi.

Inisiatifnya muncul ketika melihat beberapa wanita cantik berjalan dengan seragam menuju salah satu lift. Yunita bisa membaca lanyard para wanita itu dengan cukup jelas. Perusahaan kosmetik yang dicarinya. Ia langsung menjajari para wanita di depannya.

“Permisi ….” Dua orang perempuannya berhenti mendengarkan ucapan Yunita. Seorang wanita lainnya tetap berjalan mendahului. “Saya Yunita mau bertanya tentang seorang Sales Manager bernama Gita Safiya Nala. Kira-kira di mana saya bisa mencari informasinya?” Seorang wanita yang mendahului teman-temannya kini berhenti. Menatap Yunita sebentar lalu mendatanginya.

“Kamu mencari informasi soal Gita?” Monic mengeluarkan kartu namanya dengan sigap. “Kamu bisa cari saya kalau sudah tiba di atas. Mau ikut saya sekarang?” Monic tersenyum ramah.

Yunita menggeleng. “Saya sedang menunggu atasan saya. Bapak Harris Gunawan. Sebentar lagi mungkin beliau tiba. Nanti saya akan membawa beliau menemui Mbak Monic.” Yunita mengangguk.

Monic ikut mengangguk canggung. Cepat-cepat ia mengambil ponsel dan melakukan pencarian singkat.

Tidak begitu sulit, pikir Yunita. Barusan ia sudah menyerahkan kartu nama itu pada Harris dan sang atasan terlihat senang. Ia ikut berdebar tak sabar mendengar berita apa yang menanti mereka.

*****

Lily memang datang sedikit lambat pagi itu. Sedang tak ada jadwal rapat antar departemen atau di departemen sales. Langkahnya tak terburu-buru tapi matanya cukup awas menyapu semua orang yang berada dalam kubikel.

“Di mana dia?” gumam Lily. Seseorang yang dimaksudnya belum terlihat. Ia terus berjalan sampai ke ujung ruangan dan tak mendapati apa yang dicari. “Kamu ngeliat Monic? Aku dengar hari ini dia kembali masuk karena harus menuntaskan pekerjaan terakhirnya?” Lily menangkap lengan salah satu Staf Sales yang melintas di depannya.

“Oh, Mbak Monic? Itu di ruang meeting kecil. Lagi nerima tamu. Aku dengar Mbak Monic harus masuk karena gajinya nggak akan keluar kalau kerjaannya nggak selesai.” Staf Sales mengangkat bahu lalu pergi dari hadapan Lily.

“Tamu? Siapa? Udah resign emangnya masih bisa nerima tamu di sini?” Lily kembali menahan lengan staf.

“Laki-laki berusia sekitar 35-40 tahun dengan jas rangkap tiga dan sepatu kilap yang bisa bikin kita ngaca. Laki-laki itu nyari Gita.”

“Namanya…namanya?” Tangan Lily belum melepas cengkeramannya.

Staf Sales itu merogoh ponsel dan membuka aplikasi browser. Ia baru saja melakukan pencarian terhadap pria di ruang meeting. Dengan satu gerakan ia menunjukkan hasil pencarian itu pada Lily. “Nih, puas? Lepasin aku, Mbak Lily. Kerjaanku banyak,” katanya.

“Harris Gunawan? Ngapain nyari Gita? Apa Gita ngelamar kerja di perusahaannya? Gita cuma diskors. Tapi kenapa Monic yang ….” Suara sepatu Lily mengetuk lantai dengan berisiknya.

Tujuan Lily adalah ruangan paling pojok yang biasa mereka gunakan untuk meeting kecil atau menerima tamu. Lily masuk tanpa mengetuk. Monic baru saja duduk di seberang Harris.

“Hei, sini kamu!” Lily berseru dari ambang pintu. Tak peduli bahwa Harris dan asistennya memperhatikan.

“Sebentar….” Monic menoleh Harris.

Lily mendatangi Monic yang hanya berjarak tak lebih dari lima meter darinya. Ia mencengkeram lengan Monic. “Ngapain kamu ngadepin tamu yang nyari Gita? Kamu nggak kerja di sini lagi. Ayo,” pinta Lily, membawa Monic menuju pintu. Emosi membuatnya lupa kalau Harris dan sang asisten memperhatikan drama kecil itu.

Monic melepaskan tangan Lily tepat sebelum mereka mencapai pintu. “Aku cuma mau tau ada apa dengan Gita. Ada orang yang datang ke sini nyari Gita dan aku nggak boleh tau ada apa? Aku sahabatnya.” Mulut Monic nyaris tak terbuka dan rahangnya mengeras.

“Sahabat apa yang tidur sama tunangan sahabatnya sampai hamil dan dinikahi? Lo sadar ngomong soal sahabat barusan? Gue yang bukan teman dekat Gita aja jijik ama kelakuan lo! Udah hamil anak tunangan Gita dan nikah sama tunangannya, lo masih penasaran gimana nasib dia? Lo tau gimana Gita belain lo sejak pertama kali lo kerja di sini? Masih inget? Gita nggak muncul di kantor karena diskors masalah presentasi lo. Dih, otak lo di mana, sih, Nic?” Emosi yang beberapa hari dipendamnya kini meledak di hadapan Monic. Pekerjaannya semakin bertambah sejak Gita diskors karena kelakuan sahabatnya.

Air mata Monic menetes dengan dagu yang diusahakannya tetap terangkat. “Aku benar-benar mau tau kabar Gita, Mbak.” Monic menelan ludah.

“Lo nggak perlu nangis, deh. Jangan bikin gue ngerasa bersalah karena ngebentak-bentak wanita hamil. Lo juga nggak perlu khawatir sama Gita. Gue tiap hari chat-an sama dia. Dia bilang lagi healing di kota kecil yang udaranya sejuk. Dia baik-baik aja. Tinggal di vila mewah di atas bukit. Gita sedang menenangkan diri dari segala setan dan tingkah lakunya sambil mengumpulkan kekuatan. Lo hati-hati aja.” Lily mencampakkan tangan Monic yang memeganginya. “Lo bukan karyawan di sini lagi. Jadi jangan belagu nerima tamu di ruangan ini.”

“Aku mau nanya Bapak itu ada keperluan apa nyari Gita." Monic berusaha mengendalikan suaranya yang bergetar sedih karena ucapan Lily.

“Bukan urusan lo. Mending keluar dan kerjain segala tanggung jawab yang kemarin lo campakkan begitu aja ke Gita. Gue udah nggak bisa percaya kalau urusan laki-laki ke lo. Gue Sales Manager paling senior. Lo silakan keluar.” Lily meraih handle pintu dan membukanya lebar-lebar. Monic keluar dengan enggan tanpa menoleh kembali ke belakang.

Perdebatan panjang tadi tak hanya menyisakan kepuasan, tapi juga kecanggungan. Lily akhirnya tersadar ada seorang pria yang duduk rapi memperhatikan mereka. Ia segera mendatanginya dan berdiri dengan wajah penuh penyesalan.

“Maafkan keributan kecil yang barusan kami buat di ruangan ini. Wanita tadi bukan pegawai di sini mulai bulan depan. Saya heran kenapa dia begitu lancang menerima tamu di ruangan ini. Kalau membutuhkan informasi Gita, Anda bisa ke HRD. Dan untuk Gita; wanita yang Anda cari kemungkinan besar juga nggak akan bekerja di sini lagi. Jadi, tidak masalah kalau saya mengusir siapa pun di antara mereka yang membuat keributan. Gita adalah pegawai loyal dan berhak atas referensi terbaik dari perusahaan ini. Itu kalau Anda berniat mempekerjakannya. Bagaimana? Mau saya antar ke HRD sekarang untuk validasi?” Lily menepi dan menunjuk pintu.

Harris menggeleng. “Kedatangan saya bukan sesuatu yang resmi. Soal chat, apa benar Anda setiap hari berkirim pesan dengan Gita? Maaf kalau saya sedikit mencuri dengar percakapan Anda tadi.” Harris menantikan jawaban Lily dengan acuh tak acuh. Berusaha memperlihatkan kesan bahwa itu pertanyaan tidak penting untuknya.

“Oh, itu …. Iya. Hampir setiap malam sebelum tidur sejak Gita diskors. Ada pertanyaan lain?” Lily mulai tak sabar. Pria di depannya semakin banyak menuntut dan berlagak bos.

“Hampir setiap malam. Anda yakin itu dia?”

“Tentu. Kenapa harus nggak yakin? Kami ngobrol seperti biasa dan saya tau itu memang Gita. Memangnya ada apa?” Lily semakin tak sabar.

Harris mengibaskan tangan. "Satu lagi … boleh saya melihat di mana meja kerjanya? Saya hanya ingin melihat kerapian dan ketangkasannya sebagai seorang manager divisi.” Harris menyimpulkan bahwa wanita di depannya sedang menjaga nama baik Gita.

“Oh, boleh. Tapi sebentar aja, ya. Nggak bisa lama karena sebentar lagi Kaisar kami datang. Ayo, cepat ikut saya.” Lily mendahului keluar ruangan tanpa berlama-lama. Tak sempat memperhatikan perubahan raut Harris saat ia menyebutkan soal Kaisar.

Meja kerja Gita masih sama rapinya setiap hari. Lily membawa Harris dan menunggui pria itu menatap meja dengan dahi mengernyit. Lily sengaja membuat gesture melihat jam di pergelangan tangan agar Harris tahu bahwa waktunya terbatas.

“Saya lihat ini sebentar,” kata Harris, mengambil memo yang biasa dicoret-coret Gita. “Tulisan tangannya …,” gumam Harris.

“Ya? Kenapa, Pak?” Lily tidak mengerti makna sepasang mata Harris yang berbinar-binar.

Harris lagi-lagi menggeleng. “Tidak apa-apa. Saya sudah selesai. Terima kasih untuk semua informasi yang Anda berikan. Semoga hari Anda menyenangkan. Saya permisi sekarang.”

To be continued

1
ᴰᴱᵂᴵ 𝒔𝒂𝒓𝒂𝒔𝒘𝒂𝒕𝒊🌀🖌:
wkwkwk kok lucu ucapan surti
ᴰᴱᵂᴵ 𝒔𝒂𝒓𝒂𝒔𝒘𝒂𝒕𝒊🌀🖌:
pembantu nya keren kan
azkayramecca
terima kasih kak Njus🙏❤️
ᴰᴱᵂᴵ 𝒔𝒂𝒓𝒂𝒔𝒘𝒂𝒕𝒊🌀🖌:
sungguh kalian berdua berbeda bagai langit dan bumi
ᴰᴱᵂᴵ 𝒔𝒂𝒓𝒂𝒔𝒘𝒂𝒕𝒊🌀🖌:
pabalikbek, lieur dah wkwkwk
ᴰᴱᵂᴵ 𝒔𝒂𝒓𝒂𝒔𝒘𝒂𝒕𝒊🌀🖌:
bingung ya pak Harris
ᴰᴱᵂᴵ 𝒔𝒂𝒓𝒂𝒔𝒘𝒂𝒕𝒊🌀🖌:
kalau kangen orang yang telah tiada susah ketemu walaupun dalam mimpi
ᴰᴱᵂᴵ 𝒔𝒂𝒓𝒂𝒔𝒘𝒂𝒕𝒊🌀🖌:
jawaban yang gak masuk di akal
ᴰᴱᵂᴵ 𝒔𝒂𝒓𝒂𝒔𝒘𝒂𝒕𝒊🌀🖌:
apa hubungan nama panggilan dengan pusing, anneh pak Harris ini
ᴰᴱᵂᴵ 𝒔𝒂𝒓𝒂𝒔𝒘𝒂𝒕𝒊🌀🖌:
bingung kan pak Harris
ᴰᴱᵂᴵ 𝒔𝒂𝒓𝒂𝒔𝒘𝒂𝒕𝒊🌀🖌:
woww bahasa nya keren
ᴰᴱᵂᴵ 𝒔𝒂𝒓𝒂𝒔𝒘𝒂𝒕𝒊🌀🖌:
ini gita banget, mar gak berani seperti itu
ᴰᴱᵂᴵ 𝒔𝒂𝒓𝒂𝒔𝒘𝒂𝒕𝒊🌀🖌:
wkwkwk gak mempan ya
ᴰᴱᵂᴵ 𝒔𝒂𝒓𝒂𝒔𝒘𝒂𝒕𝒊🌀🖌:
siap siap kena omel nih
ᴰᴱᵂᴵ 𝒔𝒂𝒓𝒂𝒔𝒘𝒂𝒕𝒊🌀🖌:
wkwkwk mar pasti terpesona nih
ᴰᴱᵂᴵ 𝒔𝒂𝒓𝒂𝒔𝒘𝒂𝒕𝒊🌀🖌:
bahasa mu mar, ketinggian buat jaya
ᴰᴱᵂᴵ 𝒔𝒂𝒓𝒂𝒔𝒘𝒂𝒕𝒊🌀🖌:
sesekali di beri pelajaran tante mona, sama keponakan sendiri sadis
ᴰᴱᵂᴵ 𝒔𝒂𝒓𝒂𝒔𝒘𝒂𝒕𝒊🌀🖌:
sirup rasa markisa, bukan markisah
ᴰᴱᵂᴵ 𝒔𝒂𝒓𝒂𝒔𝒘𝒂𝒕𝒊🌀🖌:
manusia gak akhlak segitu nya ke anak kecil
ᴰᴱᵂᴵ 𝒔𝒂𝒓𝒂𝒔𝒘𝒂𝒕𝒊🌀🖌:
tauan saja, kalau orang kesepian banyak bicara wkwkwk
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!