Ikuti setiap bab nya dan jangan lupa tinggalkan dukungannya ♥️
****
Anindira dan Anindita adalah saudari kembar yang terpisah sejak lahir. Keduanya memiliki nasib yang berbeda, Anindira sudah menikah tetapi dirinya selalu di sakiti oleh sang suami dan tidak mendapatkan kebahagiaannya. Sementara Anindita, dirinya hanya bisa menghamburkan uang dan angkuh.
Suatu hari, tanpa sengaja Anindita menggantikan peran Anindira. Dirinya masuk ke dalam kehidupan suami Anindira, dan tidak menyangka betapa hebat saudari kembarnya itu bisa hidup di tengah-tengah manusia Toxic.
Bagaimana kehidupan mereka selanjutnya?
SO STAY STUNE!
NO BOOM LIKE, BACA TERATUR DAN SEMOGA SUKA 😍🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mom AL, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 29 Twins A
Tepat pukul tujuh malam, Anindira dan Ayuna pergi kerumah orangtua mereka. Jujur saja, berat bagi seorang Yudha melepaskan putrinya, tetapi dia tidak bisa menjadi orangtua yang egois.
"Apa boleh aku bertanya sesuatu?" tanya Ayuna alias Anindita, menatap wajah Dira.
"Apa yang ingin kau tanyakan?" Dira tersenyum menanggapinya.
"Pria itu, apa dia punya hubungan denganmu?"
"Memangnya kenapa? Apa dia berbuat kasar padamu?" Dira menatap Yuna dengan lekat. "Mereka tidak melakukan sesuatu padamu kan?" Dira memeriksa kondisi adiknya.
"Aku baik-baik saja, Dira. Tadi wanita tua itu, dia ingin memukulku menggunakan ikat pinggang." ucap Ayuna.
Dira membekap mulutnya sendiri. "Lalu?"
"Dan aku berhasil menghindarinya. Kau tau, aku menamparnya dan juga memukulinya menggunakan ikat pinggang itu." Yuna menirukan gaya memukulnya. "Lalu, apa kau tadi yang terjadi selanjutnya? Dia berlari seperti anak kecil dan terjatuh." Yuna tergelak, dia tertawa keras sambil memegangi perutnya.
Anindira menghela napas lega, dia tersenyum senang karena Ayuna atau Anindita, sang adik bisa melawan dan melindungi dirinya sendiri. Tidak seperti Dira, yang hanya pasrah dan takut.
"Hei, kenapa kau hanya diam?'' Yuna menyenggol lengan Dira.
"Kau hebat karena bisa melawannya." ucap Dira lemah, hal itu membuat Ayuna menatap wajah Dira dengan lekat. Dia menemukan bekas lebam dan luka dibagian pelipis serta sudut bibir Anindira.
"Mereka berperilaku kasar padamu dan juga membuatmu terluka?" tanya Yuna penuh kemarahan.
"Tidak, Dita! Kenapa kau berpikir seperti itu? Ya, mereka memang sering memarahiku, tapi—"
"Jangan bohong padaku, Dira. Aku bisa melihat lukamu, dan kau tidak akan bisa menyembunyikannya dariku." Yuna mengeraskan rahangnya.
Anindira hanya mampu menunduk.
"Lihat saja, aku akan membalas perbuatan mereka. Dan kau, cukup mendukungku. Setelah itu, kita saksikan, apa yang bisa mereka lakukan." janji Yuna demi Anindira. Dia tidak bisa tinggal diam melihat saudari kembarnya diperlakukan seperti binatang.
Empat puluh lima menit kemudian.
Anindira dan Anindita sudah sampai dirumah orangtua mereka. Keduanya berjalan beriringan, dan mengetuk pintu. Mely kala itu sedang sibuk menyiapkan adonan cake untuk besok pagi, dia mendengar ketukan pintu dan segera berlari untuk membukanya.
"Iya, sebentar! Siapa malam-malam gini bertamu? Apa Dira? Atau keluarganya?'' gumam Mely, tangannya memegang handel pintu, lalu terlihatlah dua orang gadis yang sangat dia kenal, tengah berdiri di hadapannya.
Tubuh Mely tiba-tiba kaku, sulit digerakkan. Lidahnya keluh, seperti beku bahkan hanya untuk mengucapkan satu kata saja sulit rasanya.
"Ma," panggil Dira penuh kelembutan. Dia melirik ke arah Anindita, dan menganggukkan kepalanya. "Dia Mama kita, wanita hebat yang sudah melahirkanmu dan juga aku."
Ayuna berjalan pelan mendekati Mely, matanya memerah menahan tangis. Tangannya terulur memegang jemari Mely.
"Putriku." ucap Mely lemah, hampir tidak bersuara. Dia benar-benar tidak menyangka bisa bertemu lagi dengan putrinya. Sungguh sangat bahagia.
"Siapa Mel? Kenapa tidak disuruh masuk?" teriak Bram, keluar dari kamarnya menggunakan kursi roda. Pria itu melihat Mely yang hanya diam mematung di depan pintu.
"Mel, kenapa hanya diam saja disana? Siapa yang datang?" tanya Bram merasa penasaran .
Mely yang masih mendengarkan suara suaminya langsung bergeser, hingga Bram bisa melihat siapa yang saat ini ada dihadapannya.
"Anindita," Gumam Bram dengan mata nanar.
Mely mencubit tangannya sendiri. "Argh! Sakit, berarti ini bukan mimpi."
"Ini nyata, Ma. Dira pulang, bersama dengan adik Dira, Anindita." ucapnya berdiri di sebelah Ayuna.
Mely memeluk Anindira dengan sangat erat, dia mencium kepala gadis itu berulangkali. Air mata pun mengalir deras pipinya. Begitupun dengan Bram, pria itu juga ikut menangis, dia tidak bisa menahan kebahagiaannya saat ini.
"Kau kemana saja, Nak? Mama dan Papa sangat merindukanmu, kami sudah mencarimu selama bertahun-tahun, tapi tidak ada hasil. Sungguh, ini benar-benar keajaiban. Terima kasih, Tuhan. Terima kasih karena Engkau sudah mempertemukan kami dengan Putri kami yang hilang." ucap Mely di tengah isak tangisnya.
Anindira mengelus punggung Dita, lalu pelukan pun terurai. Mata Dita menatap seorang pria seusia Yudha, yang saat ini sedang duduk di kursi roda. Gadis itu berjalan mendekati Bram, Ayah kandungnya. Dia berjongkok, menghapus air mata yang menetes di pipi pria itu. Tanpa berkata apapun lagi, Anindita langsung memeluk Bram.
Suara Isak tangis memenuhi rumah itu, bukan tangis kesedihan, tapi kebahagiaan.
"Papa merindukanmu, Nak. Maaf, maafkan kami karena tidak bisa menjadi orangtua yang baik untukmu. Maaf karena kami tidak bisa menjagamu dengan baik, hingga kau di culik dan di bawa pergi entah kemana." ujar Bram terisak.
"Tidak, Pa. Jangan bicara seperti itu. Aku tahu, semua yang terjadi adalah sebuah musibah. Dan sekarang, aku bisa berkumpul dengan kalian lagi. Aku juga sangat merindukan Mama dan Papa." ucap Ayuna kembali memeluk Bram dan Mely yang ada disebelahnya.
Anindira juga berjongkok, dia pun memeluk keluarganya, yang saat ini sudah lengkap karena Anindita telah kembali.
'Entah bagaimana caranya aku berterima kasih padamu, Tuhan. Kebahagiaan ini tidak bisa diucapkan dengan kata-kata. Takdir memang tidak bisa ditebak, dibalik kesedihan dan keteguhanku hidup bersama dengan Daffa, rela di pukuli, kini berganti dengan kebahagiaan kami, menemukan kembaranku yang sudah hilang selama dua puluh delapan tahun.'
BERSAMBUNG
mudah2 an mereka saling menerima 1 sama lainnya