Ketika kesetiaan seorang istri tak berarti dimata suami. Bagaimana kah usaha Tari menghadapi pengkhianatan yang di lakukan oleh suaminya? ikuti terus kisah Tari yang ingin membalaskan rasa sakit hatinya terhadap Dimas.
"kau salah besar jika menganggapku lemah Mas, lihatlah nanti apa yang akan aku lakukan terhadapmu dan gundikmu itu! Tak ada kata maaf untuk sebuah pengkhianatan. Akan ku kembalikan kau ke tempat asalmu, dasar laki-laki tak tahu diri. Bersiaplah, kau harus merasakan rasa sakit hatiku ini berkali lipat. Ku pastiak kau akan memelas berharap kata maaf dariku. Kau telah memilih musuh yang Salah Mas!" - Mentari
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kiki Purwanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 11
POV DIMAS
Jam pulang sudah tiba, gegas ku taruh semua barang-barangku di dalam loker pribadi. Hari ini aku berniat ingin membelikan Riri minuman kesukaannya. Memang setiap apa yang diinginkan oleh adikku, aku selalu berusaha untuk memenuhinya, untungnya Riri tak pernah meminta yang aneh-aneh selain minta hanya dibelikan makanan. Ah adikku itu, memang bukan anak yang manja.
Ku ambil motor tuaku di halaman parkir, motor ini dulunya dipakai oleh Bapak. Tapi karena Bapak berjualan menggunakan gerobak, akhirnya motor ini jarang sekali di pakai. Akhirnya ku pakai saja untuk bekerja, lumayan kan dari pada harus mengeluarkan uang tiap hari untuk naik kendaraan umum. Walaupun motor jadul, tapi soal mesin masih top markotop.
Setelah menggunakan helm, ku pacu motorku meninggalkan pelataran kantor. Jarak dari rumahku ke kantor memang memakan waktu yang agak lama, sekitar 1 setengah jam. Maka dari itu aku selalu berangkat pagi-pagi sekali agar tak terlambat masuk kerja. Jarak yang jauh tak menjadikan penghalang bagiku, justru ku jadikan motivasi diri agar lebih giat lagi bekerja.
Di tengah jalan, ku lihat mobil seseorang mogok dan mengeluarkan sedikit asap. Tapi, orang yang sedang berdiri di samping mobilnya itu yang membuatku terkejut. Ya, itu adalah Mentari. Dengan mengumpulkan keberanian, ku dekati mobil dia, dan bertanya ada masalah apa.
"Em, maaf Bu. Mobilnya kenapa ya?" aku memberanikan diri bertanya pada Mentari
"Eh mas ob yang tadi dikantor papa ya? Ini mas mobil saya mogok. Gak tau kenapa"
"Iya Bu, saya OB disana" jawabku kikuk
"Boleh saya lihat Bu mobilnya?" tanyaku pada Mentari. Memang sedikit tahu aku tentang kerusakan pada mobil dan motor, karena dulu saat masih sekolah, aku sering ikut membantu tetanggaku di bengkel miliknya. Dari situlah aku banyak belajar tentang permesinan, dari dulu aku selalu bekerja serabutan, kerja apa saja asalkan halal. Setindaknya biaya sekolah bisa ku tanggung sendiri tanpa menyusahkan Bapak.
"Boleh Mas, silahkan"
Ku periksa mesin dengan seksama, sepertinya dari segi mesin tidak ada yang rusak. Ku cek bagian bawah mobil, ternyata disana ada genangan oli. Dan sudah bisa di pastikan ini kerusakan akibat oli bocor.
"Bu, sepertinya ini olinya bocor. Coba itu lihat bagian bawah mobil" ucapku.
Mentari pun mengikuti perintahku.
"Oalah iya mas, olinya bocor" jawab Mentari
"Saya panggil orang bengkel saja Mas buat ngambil mobil saya"
"Ya, silahkan Bu"
Setelah Mentari menghubungi pihak bengkel, aku segera pamit padanya. Namun tak ku sangka, Mentari malah memintaku untuk mengantarkannya pulang. Tentu saja aku tak akan menolak, tapi aku bertanya dahulu apakah tak apa-apa nakk motor jadul. Mentari pun tak mempersalahkan itu.
Ku antar Mentari sampai rumahnya, aku tertegun melihat rumah mewah yang ada di hadapanku. Mungkin rumahku hanya sebesar kamar tidur di rumah ini saja fikirku. Sungguh, akan sangat memalukan jika aku berharap bisa mempersunting Mentari. Tepukkan dipundak ku membuyarkan lamunanku, terlihat Mentari memberi senyum padaku, mengajakku untuk singgah dahulu di rumahnya. Namun ku tolak secara halus, tak pantas rasanya bila aku berkunjung. Siapalah aku ini, batinkku.
Segera pamit pada Mentari setelah Mentari mengucapkan terima kasih. Ku jawab dengan anggukan dan senyum saja. Kembali ku pacu motorku ke kedai minuman kekinian, membelikan minuman untuk Riri. Sepanjang perjalanan, aku hanya bisa menahan senyum, mengingat tadi bisa membonceng wanita yang aku sukai. Jika orang lain melihat mungkin aku sudah di anggap gila, tapi untungnya aku memakai helm full face, sehingga jika aku senyam-senyum pun tak akan terlihat.
Dari sejak hari dimana aku mengantarkan Mentari pulang, disitulah hubunganku dengan Mentari semakin intens. Ku beranikan diri menyatakan perasaanku pada dia, dan tak ku sangka, Mentari pun menyukai diriku. Jika kalian bertanya, bagaimana rasanya menjalin hubungan dengan pewaris tunggal perusahaan? Jawabannya adalah bahagia, restu menjadi penghalang pertama dari kedua belah pihak. Pak Handoko tak setuju karena pekerjaanku hanya sebagai OB, sedangkan Ibu dan Bapak tak setuju karena status sosial kita sudah berbeda.
Tapi, aku dan Mentari tak pernah putus asa untuk mendapat restu dari orang tua kami masing-masing. Ku bujuk orang tuaku agar tak mempermasalahkan status sosial, karena Mentari dan Pak Handoko adalah orang baik. Sedangkan Pak Handoko sendiri hanya takut, anak Yang sangat ia sayangi itu kekurangan dari materi. Akhirnya setelah sekian Lama kami membujuk orang tua masing-masing. Kamipun mendapatkan restu dari keduanya. Bahagia rasanya, karena impianku untuk mempersunting Mentari di berikan kemudahan.
Akhirnya, orang tua kami setuju akan melangsungkan pernikahan kami secepat mungkin. Agar nantinya tak ada fitnah. Mentari menginginkan pernikah Yang sederhana saja katanya, tak perlu mewah Yang penting sakral dan berkah. Akhirnya kami memutuskan untuk mengundag keluarga dan rekan-rekan dekat saja. Sedangkan untuk kolega ayah, hanya diundang beberapa saja.
Hari ini, adalah hari dimana aku akan mempersunting Mentari. Sejak dari pagi, sudah ku lihat kesibukkan di dalam rumah, sedangkan aku, di dalam kamar mencoba meredam gelisah dalam diri. Jujur, hatiku dag-dig-dug tak karuan, aku gugup luar biasa. Tanganku sampai dingin asking gugupnya. Melihat aku yang gelisah, Ibu menghampiriku, menggenggam tangan ku erat seolah memberitahu bahwa semuanya akan berjalan lancar dan baik-baik saja.
"Anak ibu, cah bagus. Tak terasa sekarang kau sudah besar. Sebentar lagi kau akan menjadi pemimpin untuk istri dan anakmu kelak. Ah, ibu masih tidak percaya kau akan menikah. Perasaan baru kemarin ibu gendong kamu Mas" ucap ibu dengan masa berkaca-kaca
"Ibu jangan sedih, ibu harus ikut bahagia melihat pernikahan Dimas ini. Doakan agar nanti keluarga Dimas menjadi keluarga Yang sakinah, mawaddah, warahmah. Diberikan anak yang lucu-lucu nantinya" ucapku sambil memeluk ibu.
"Jadilah suami Yang baik, suami Yang bertanggung jawab untuk istrimu. Jangan pernah sakiti hati istrimu, karena jika kau menyakiti istrimu itu berarti kau juga ikut menyakiti ibu. Ingatlah, kau terlahir dari seorang perempuan. Maka dari itu, jangan kau sakiti istrimu!"
Ku jawab dengan anggukan saja, aku dan Ibu berhenti menangis saat Riri masuk ke dalam kamar, memberitahu bahwa mobil pengantin dan mobil untuk rombongan sudah tiba. Dengan mengucapkan Bismillah, ku langkahkan kaki keluar. Menyambut datangnya kehidupan baru, merubah status menjadi suami orang.
Aku dan rombongan pun tiba di kediaman Mentari sekitar pukul 09.00 pagi. Sudah terlihat hingar bingar dari halaman rumah, membuatku semakin gugup tak karuan. Ibu selalu mengelus pundakku, memberikan kekuatan. Acara ijab qabul akaj segera di mulai, dihadapanku sudah ada Pak Penghulu, Pak Handoko dan dua orang saksi. Sebelum ijab qabul di mulai penghulu memberikan beberapa wejangan tentang pernikahan, jujur telingan mendengarkan tapi fikiranku tak bisa fokus.
Setelah selesai meberikan wejangan, akhirnya acara ijab qabul pun di mulai. Aku mulai menjabat tangan Pak Handoko.
"Saya nikahkan dan kawinkan engkau ananda Dimas Pratama Bin Bapak Kosim dengan putri saya Mentari Wijaya Binti Bapak Handoko Wijaya. Dengan seperangkat alat sholat, uang sebesar 5 juta rupiah dan emas seberat 10 gram dibayar tunai"
"Saya terima nikah dan kawinnya Mentari Wijaya Binti Bapak Handoko Wijaya dengan seperangkat alat sholat, uang sebesar 5 juta rupiah dan emas seberat 10 gram dibayar tunai"
SAH
SAH
SAH
Ucapan Sah dari pada saksi dan tamu undangan membuat hatiku lega. Kegugupan yang melingkupi diri sirna sudah, tak lama Mentari datang di apit oleh Ibuku dan juga Riri. Masha Allah, cantik sekali istriku ini. Kebahagiaan melingkupi kami berdua, sepanjang acara senyum dariku dan Mentari tak pernah pudar.
Sekarang, kaulah tanggung jawabku Mentari. Mari kita jalani bahtera rumah tangga ini dengan penuh kebahagiaan.
Bersambung....
Sabar ya Pov Dimas akan ada 1 part lagi. Masih menceritakan awal mula kisah pernikahan Dimas dan Mentari, sampai akhirnya nanti Maya datang di hidup Dimas dan menghancurkan segalanya. Dulu Dimas ini lelaki yang baik dan bertanggung jawab. Semua berubah ketika Maya datang lagi di kehidupan Dimas. Jadi stay tune terus yaaaa
Untuk yang masih Setia membaca cerbungku ini, aku ucapkan beribu terima kasih.
See you next bab ♡