Fiona dan Fiora, saudari kembar putri presiden. mereka sudah saling menyayangi sejak mereka masih kecil, saling membantu jika salah satu mereka kesusahan. tetapi saat mereka memasuki usia remaja, Fiora yang merasakan pilih kasih di antara mereka berdua, Fiona yang mendapatkan kasih sayang yang tulus dari kedua orang tuanya, sementara dia tidak pernah merasakan itu, hari demi hari berlalu kebencian di hati Fiora semakin memuncak karena suatu peristiwa saat dia berkelahi dengan Fiona. Fiora lari meninggalkan istana dengan air mata di pipinya akibat makian ayahnya, sampai detik itu dia tidak pernah kembali ke rumah mereka lagi.
Fiona yang merasakan perasaan bersalah di hatinya memikirkan saudaranya pergi yang tidak pernah kembali lagi, kini mereka sudah dewasa. Fiona mengambil ahli mengurus semuanya bersama Aaron. setelah beberapa waktu banyak terjadi penghianatan di negara itu yg mengakibatkan banyak korban jiwa, siapa menyebabkan itu semua? apakah orang yang paling mereka tidak sangk
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon strbe cake, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Teman pertama Fiona
“dia anak seorang pembantu.” Balas Aaron pada pertanyaan Fiona. “Lalu kau, apa yang kau lakukan di sini.” Tanya Aaron dengan nada sinis.
“A-aku.” Ami tergugup di kata-katanya, Ia bahkan tidak mampu lagi meneruskan perkataannya.
Tiba-tiba Fiona segera berjalan maju berlutut di samping Ami dengan rasa kepeduliannya, raut wajahnya terlihat sedih seolah tidak tega melihat keadaan seorang di hadapannya sekarang.
“Fiona!” Sontak Aaron segera berjalan maju juga.
Ami menatap Fiona dengan terpaku diam tidak tahu apa yang harus Ia lakukan sekarang.
“Ayo Fiona jangan dekat-dekat dengannya.” Ajak Aaron menarik lengan Fiona dengan lembut namun tegas, berusaha untuk menjauhkannya dari Ami.
“Tunggu kakak, dia kasihan lihat, badannya penuh dengan luka.” Fiona menarik lengannya dari genggaman Aaron, kembali mendekati Ami yang Meringkuk bingung.
Aaron hanya bisa terdiam pasrah melihat sikap Fiona yang sedang berlawanan dengannya sekarang, dengan embusan nafas panjang dia mengambil posisi berlutut di samping Fiona dan menatap Ami dengan sinis.
“mengapa kakak cantik seperti ini, apa seseorang memukul kakak.” tanya Fiona dengan wajah polos.
“ibu memukuli ku..” balasnya dengan nada pelan.
“ibu kakak? Kenapa, apa kakak sudah berbuat salah. Tapi Ibu tidak pernah memukul ku saat aku berbuat salah.” gumamnya kini Fiona menghadap Aaron dengan wajah penuh pertanyaan.
“jangan merusak kepolosannya dengan tingkah laku busuk mu anak rendahan.” desis Aaron kepada Ami.
Tubuh Ami segera gemetaran mendengar peringatan Aaron.
“tidak Fiona, ibu baik karena Fiona juga baik, Fiona hanya perlu belajar jika melakukan kesalahan kan.” dia berusaha menjelaskannya dengan senyum paksa.
“benarkah kakak Aaron, lalu mengapa dia di pukuli.”
“Ah.. itu karena dia nakal lalu tidak ingin mendengarkan ibunya, jadi Fiona jauh-jauh saja dengannya oke.”
Fiona menoleh lagi kepada Ami dengan senyuman lebar.
“kakak tidak perlu sedih, ayo ikut dengan kami. Apa kakak cantik tahu, ada banyak kue manis dan permen di kamar kakak Aaron.” Riangnya sambil menarik lengan Ami mengajaknya untuk berdiri bersamanya.
Alis Aaron langsung berkedut kesal. Ia Masi berlutut memandangi mereka berdua dengan ekspresi masam.
“kakak Aaron ayo berdiri, sekarang aku juga sudah memiliki teman.”
“Fiona sudah kukatakan agar tidak dekat-dekat dengannya kan.” Aaron berdiri tegak saat menarik lengan Fiona dengan erat kepadanya. hingga membuat Fiona segera tertarik jatuh di dada bidang Aaron.
“sakit...” gumam Fiona dengan mata berkaca-kaca saat dia sendiri merasakan lengannya terkilir akibat Aaron.
Mata Aaron terbelalak kaget, jantungnya berdetak dengan cepat. Ia perlahan menarik diri sedikit mundur untuk bisa menatap Fiona.
“apa yang terjadi, apa aku terlalu menariknya dengan keras.” Ucapnya dengan panik, Aaron segera mengamati lengan Fiona.
“mengapa kakak melakukan itu padaku, tangan ku sakit sekarang...” air mata perlahan menetes di ujung matanya.
“tidak-tidak bagaimana bisa. Jangan pernah menangis di hadapan ku Fiona.” Jari-jari panjang Aaron langsung menyeka air mata itu.
“Maaf kan aku Fiona, aku seharusnya tidak seperti itu, hentikan air mata itu tolong, aku akan mengabulkan apa pun yang kau mau sebagai balasannya.”
Menahan rasa sakit di lengannya, Fiona menunjuk ke arah Ami dengan lengan lainnya.
“aku ingin membawanya bersama kita.”
Aaron mengikuti pandangan Fiona yang mengarah kepada Ami yang Masi berdiri takut di sana. dengan wajah muram, Ia berusaha menyembunyikan kemarahannya kepada Ami di depan Fiona, tidak ingin membuat gadisnya sedih lagi karenanya.
“tidak apa-apa Fiona, kau ingin teman baru mu ikut ya.” Senyumnya, Ia memegangi dagu Fiona perlahan mengarahkan pandangan gadis itu kembali ke arahnya.
Fiona menganggukkan kepalanya perlahan.
“Baiklah, ayo kita pergi gadis kecil.”
Saat mereka mulai berjalan menuju kamar Aaron, Fiona terus menempel kepada Aaron dengan tawa kecil terdengar di telinga Ami. Namun Ami yang tahu diri hanya bisa menundukkan wajahnya berjalan di belakang mereka berdua.
“Akhirnya kita sampai.” Aaron membuka pintu kamarnya perlahan untuk mempersilahkan agar Fiona masuk terlebih dahulu.
“kamarnya sangat indah dan bersih.” Puji Fiona masuk saat masuk ke dalam ruangan dengan bersemangat.
Begitu Fiona masuk, Aaron pun melangkahkan kakinya memasuki ruang kamarnya sendiri.
Ami mengikuti di belakang.
“Buat dirimu nyaman Fiona, tunggu sebentar di sini oke. Aku akan ambilkan kuenya.” Ucap Aaron dari balik bahunya, Ia berjalan melewati tikungan kamarnya.
“Ayo kakak di sini, tidak apa-apa.” Fiona memanggil Ami dengan lambaian tangannya.
Ami mengangguk perlahan, dia mengambil posisi duduk di samping Fiona namun memberinya sedikit jarak.
“Siapa nama mu.” Tanya Fiona dengan sopan.
“a-aku Ami.” Balasnya.
“Ami? Itu nama yang bagus.” Senyum Fiona.
“Terima kasi...” Ami mengangkat wajahnya sedikit untuk menatap Fiona secara langsung.
“Aku bisa menyuruh paman Kevin untuk mengobati luka mu, kau tahu.”
Ami segera menggelengkan kepalanya dengan panik . “tidak, jangan, aku takut ibu akan memarahiku, apalagi saat ada Tuan Kevin, dia bisa memecat ibuku saat mereka tahu kau bersama orang rendahan seperti ku.”
“mengapa mengatakan seperti itu, itu tidak benar kakak Ami, kita semua sama kan jangan khawatir, ibu kakak tidak akan marah begitu juga paman Kevin aku janji.”
Mendengar antusias Fiona, Ami hanya bisa terdiam pasrah dengan pikiran kacau, Ia takut bahwa semuanya berakhir dengan buruk.
Langkah kaki terdengar mendekati mereka berdua, benar saja. Aaron muncul di tikungan kamarnya dengan nampan di tangannya.
“Kuenya sangat banyak dan terlihat lezat.” Seru Fiona dengan kegirangan. Dia bersiap untuk menghampiri Aaron.
“Tidak boleh bergerak Fiona, duduk saja di bangku mu aku akan segera sampai, Ayo duduk yang bagus.” Senyum Aaron.
Ami tampak canggung di sana, namun saat dia menyadari sikap Aaron yang sangat amat berubah kepada Fiona membuatnya sedikit bertanya di dalam hatinya .
“ayo silakan putri, makan pelan-pelan saja.” Aaron meletakkan nampan di atas meja memperlihatkan beberapa piring kecil berisi dengan kue di sana.
Tangan Fiona segera meraih kue coklat di sana, lalu memasukkannya ke dalam mulutnya memakannya dengan kunyahan cepat.
“Mhm enak!” Katanya dengan mata berbinar, Fiona kembali mengambil beberapa potong memasukkannya ke dalam mulutnya.
“kakak Ami, ayo ambil kuenya, Masi ada banyak.” Dengan mulut penuh Fiona mengatakannya di sela-sela kunyahannya.
Ami yang melirik ke arah Aaron yang sepertinya menatapnya dengan jijik, namun tidak ingin mengecewakan Fiona. Ia pun perlahan mengulurkan tangannya bersiap untuk megambil.