Menikah sekali seumur hidup adalah mimpi Adel. Namun, gadis berhijab yang memiliki nama lengkap Dandelion Az-Zahra itu harus menerima kenyataan bahwa pernikahannya dengan orang yang pernah ia sukai di masa putih abu itu bukanlah pernikahan impiannya. Karena, Sakha Rafardhan, menikahinya hanya sebatas rasa bakti kepada sang ayah di akhir hayatnya yang ingin melihat putra semata wayangnya menikah. Sementara sang kekasih yang akan ia nikahi justru hilang bak di telan bumi tanpa meninggalkan pesan apapun kepadanya.
" Jangan berharap lebih dari pernikahan ini. Aku terpaksa menikahimu karena Lisa tiba-tiba hilang tanpa kabar. Jika aku telah menemukannya kembali, maka di saat itu pula pernikahan ini berakhir". Sakha
" Sampai waktunya tiba, izinkan aku tetap melaksanakan tugasku sebagai istrimu. Karena apapun alasanmu menikahi ku, aku tetaplah istrimu." Adel
Bagaimana perjalanan mahligai rumah tangga mereka di saat akhirnya Sakha bisa menemukan Lisa?
Benarkah tidak ada cinta untuk Adel?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sasa Al Khansa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DBW 5 Terlambat
Di Batas Waktu (5)
" Kak, untuk yang butuh pekerjaan kayak aku, upah berapapun tak masalah. Apalagi mencari kerja kan tidak mudah."
Ya, di kota besar tidak mudah mendapatkan pekerjaan apalagi hanya berbekal ijazah SMA. Karena sebelum Fitri bekerja kepada Adel, dia sudah merasakan sulitnya mencari pekerjaan. Disaat ia mendapatkan pekerjaan, lingkungannya membuat ia tak nyaman.
" Assalamu'alaikum.." tiba-tiba seorang pria masuk ke dalam toko.
Deg!
💞💞💞💞💞💞💞💞💞💞
" Wa'alaikumsalam ," jawab Adel dan Fitri serempak
Seorang pria berkulit putih dengan lesung pipi tersenyum ke arah keduanya.
" Adel..", sapanya.
" Kak Iqbal ", Adel mengangguk menjawab panggilan orang yang sudah lama tidak di temui nya.
Iqbal adalah senior Adel di kampus. Beberapa kali terlibat dalam kepanitiaan di acara-acara yang di adakan kampus, membuat mereka cukup mengenal satu sama lain. Walaupun tidak terlalu dekat.
" Silahkan duduk, kak ", Adel mempersilahkan duduk. " Tolong ambilkan beberapa kue dan minuman ya, Fit. Terimakasih ", pintanya pada Fitri.
"Baik, Kak", jawab Fitri dan segera berlalu meninggalkan mereka.
Kini, tinggallah kedua insan itu berada di satu meja. Adel duduk di depan Iqbal, namun ia sengaja duduk tidak tepat di depan Iqbal, melainkan di kursi sampingnya.
" Apa kabar?", tanya Iqbal setelah beberapa lama terdiam.
" Alhamdulillah baik, Kak. " jawab Adel. " Kakak sendiri apa kabar?", Adel balik bertanya.
" Seperti yang kamu lihat." jawabnya singkat. "Oh iya, sekarang tinggal dimana?. Waktu kemarin pulang ke kota B dan berkunjung ke rumah mu, ternyata kosong. Kata tetangga disana kamu pindah ikut suamimu". Ada rasa tak terima ketika berbicara tentang Adel yang sudah menikah.
" Iya kak. Aku sudah pindah. Sekarang tinggal di rumah mertuaku". jawab Adel tanpa melihat lawan bicaranya.
"Silahkan di makan ", Fitri menyajikan aneka kue di atas meja dan meletakkan minum untuk keduanya.
" Terimakasih "
" Terimakasih "
Ucap keduanya serempak.
"Jadi, kamu benar-benar sudah menikah? Kenapa tidak mengundangku?", tanya Iqbal penasaran. " Apa kamu tidak menganggap ku temanmu?", guraunya di selingi senyum.
Ada rasa kecewa karena ada yang mendahuluinya meminang Adel. Padahal, rencananya ia akan meminang pujaan hati saat kontrak kerja yang ia tanda tangani selama dua tahun selesai. Namun, tidak ada angin, tidak ada hujan tiba-tiba ia mendengar kabar bahwa Adel sudah menikah.
" Bukan begitu, Kak", sanggah Adel cepat. " Sebenarnya kami melakukan akad di rumah sakit saat ayah mertua sedang kritis. Beliau ingin melihat anak semata wayangnya menikah sebelum menghembuskan nafas terakhirnya. Setelah itu, ayah mertua meninggal sehingga kami tidak sempat memikirkan mengenai resepsi." diam sejenak. " Ibu mertua sebenarnya mengingatkan kami mengenai resepsi pernikahan, namun kami sudah tidak terlalu memikirkan itu. Jadi, kami hanya mempublikasikan pernikahan kami di akun sosmed kami masing-masing. Sebagai upaya untuk menghindari fitnah kalau sewaktu-waktu melihat kami bersama", jelas Adel panjang lebar.
" Apa kamu bahagia?" tanya Iqbal spontan. " Maaf kalau lancang." tambahnya saat melihat raut wajah keheranan yang di perlihatkan Adel.
" Alhamdulillah ". jawabnya singkat
Adel memang heran dengan pertanyaan Iqbal. Entah apa maksudnya ia bertanya tentang itu. Memangnya apa yang akan ia lakukan kalau Adel tidak bahagia dengan pernikahannya? Mereka tidak cukup dekat untuk membicarakan hal yang sifatnya pribadi.
* * *
Adel masih terdiam memandangi jalanan yang mulai ramai oleh kendaraan. Kepadatan yang di timbulkan karena waktunya bertepatan dengan jam bubaran kantor.
Toko Adel sendiri memang tepat di depan jalan Raya. Posisi yang cukup strategis.
" Hahh", Adel menghembuskan nafas dengan kasar
" Kakak baik-baik saja ?", melihat Adel yang hanya terdiam setelah kepergian Iqbal membuat Fitri penasaran. " Apa yang tadi itu mantan kakak?", tanya Fitri lagi.
" Haish, kamu ini. Bukanlah!", sanggah Adel. "Aku gak punya mantan. Dia cuma seniorku di kampus dulu", jelas Adel.
" Kayaknya bukan cuma sebatas senior, Kak. Dia kayaknya suka sama kakak. Terlihat dari tatapan matanya ke kak Adel. Juga rasa penasarannya tentang kebahagiaan kakak dengan pernikahan kakak." Fitri tersenyum menggoda.
" Hai, jaga mata dan telinga. Jadi, kamu tadi memperhatikan Kak Iqbal dan menguping pembicaraan kami?", Adel menyelidik.
" Hehe . Maaf kak. " Fitri hanya cengengesan.
" Gak boleh menguping pembicaraan orang lagi ya!" , Adel memperingatkan.
"Iya, kak". janji Fitri.
Adel bukan tidak tahu bahwa Iqbal memiliki perasaan terhadapnya. Saat di kampus, teman-temannya banyak yang memberitahunya. Namun ia tidak mau ambil pusing tentang obrolan teman-temannya itu.
Sementara itu di dalam sebuah mobil, seorang pria mengendarai mobil sambil teringat pertemuannya dengan Adel. Ya, dialah Iqbal. Masih ada rasa kecewa di hatinya. Serta penyesalan karena terlambat meminang Adel.
" Seandainya aku tidak menunda untuk meminang mu, pasti sekarang akulah yang jadi suami mu" ucapnya lirih." Astaghfirullah. Bagaimana bisa aku berandai-andai seperti itu", ucapnya sambil mengusap wajahnya.
* * *
Siang dan malam datang silih berganti. Tak terasa tiga bulan sudah berlalu semenjak kedatangan Iqbal ke toko kue Adel. Semenjak itu pula, Iqbal tak henti - hentinya mengecek sosmed Adel. Entah kabar apa yang ia tunggu.
Sementara di kamar yang ada di lantai dua, di kediaman orang tua Sakha, Adel masih di sibukkan dengan persiapan suaminya yang akan ke Cafe.
" Mas, apa sore ini ada waktu?", tanya Adel sesaat setelah selesai memasangkan dasi.
"Ada apa memangnya?", bukan menjawab, Sakha malah balik bertanya.
" Hmm,, Aisyah melahirkan. Rencananya sore ini akan menengoknya ke rumah sakit", jelas Adel singkat.
Aisyah adalah teman kuliah Adel yang sama-sama pindah dari kota B karena ikut suaminya.
" Ya sudah, nanti sore aku jemput di toko ya?", janji Sakha.
" Terimakasih ",
* * *
Sepanjang hari, Adel terlihat lebih cerah saat membantu melayani pembeli. Hal itu tidak luput dari penglihatan para karyawannya. Ya, setelah pembicaraan tempo hari, Adel menambah beberapa karyawan. Untuk melayani pelanggan juga sebagai pembuat kue. Karena kedepannya, Adel hanya akan memantau saja. Turun tangan kalau memang di perlukan.
Kini, ia menunggu Sakha di kursi panjang yang ada di depan toko.
" Kak, masih tunggu jemputan ya?", tanya Fitri
" Iya, mungkin terjebak macet", sambil melihat jam di tangannya.
" Kalau begitu kami duluan ya, kak", pamit Fitri dan yang lainya. " Assalamu'alaikum ", mereka mengucapkan salam.
" Wa'alaikumsalam "
Tiba-tiba ponsel Adel berbunyi. Tertera nama sang suami di sana.
" Assalamu'alaikum Mas, kamu masih dimana?", tanya Adel khawatir karena ini sudah terlambat dari waktu yang di janjikan.
"Wa'alaikumsalam. Maaf Del, Mas gak bisa jemput dan nemenin kamu. Soalnya ada hal penting yang gak bisa mas tinggal", jelas Sakha.
" Sakha cepat, itu mobil yang di pakai orang yang mirip Lisa tadi. Cepat kejar sebelum terlambat ", terdengar suara seseorang di sebrang telepon.
Deg!
"Maaf ya, aku pergi dulu. Assalamu'alaikum ", Sakha langsung menutup telepon.
" Wa'alaikumsalam ", jawab Adel meskipun sambungn teleponnya sudah terputus.
Tes