Xin Lian, seorang dukun terkenal yang sebenarnya hanya bisa melihat hantu, hidup mewah dengan kebohongannya. Namun, hidupnya berubah saat seorang hantu jatuh cinta padanya dan mengikutinya. Setelah mati konyol, Xin Lian terbangun di dunia kuno, terpaksa berpura-pura menjadi dukun untuk bertahan hidup.
Kebohongannya terbongkar saat Pangeran Ketiga, seorang jenderal dingin, menangkapnya atas tuduhan penipuan. Namun, Pangeran Ketiga dikelilingi hantu-hantu gelap dan hanya bisa tidur nyenyak jika dekat dengan Xin Lian.
Terjebak dalam intrik istana, rahasia masa lalu, dan perasaan yang mulai tumbuh di antara mereka, Xin Lian harus mencari cara untuk bertahan hidup, menjaga rahasianya, dan menghadapi dunia yang jauh lebih berbahaya daripada yang pernah dia bayangkan.
"Bukan hanya kebohongan yang bisa membunuh—tapi juga kebenaran yang kau ungkap."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Seojinni_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29 : Dibalik Gerbang Terlarang
Setelah sebulan penuh perjalanan yang melelahkan, kaki mereka akhirnya menjejakkan diri di perbatasan negara kutukan. Udara terasa semakin berat, seperti ada sesuatu yang menekan dada. Hawa dingin yang menyelimuti mereka berbeda dari biasanya, membawa aroma tanah basah dan kelembapan yang tidak biasa. Tanah ini, tanah yang penuh dengan rahasia dan bahaya yang tak terkatakan, seakan berbicara dalam bisikan yang hanya bisa dirasakan oleh mereka yang cukup peka. Langit yang mulai gelap, dengan awan tebal yang menggantung rendah, memberi tanda bahwa mereka tidak punya banyak waktu.
Xin Lian berjalan dengan langkah mantap, meskipun tubuhnya lelah, wajahnya tetap menunjukkan ekspresi tegas yang tak bisa dibaca. Setiap langkah yang diambilnya terasa penuh perhitungan, seolah dia sedang mempersiapkan diri untuk menghadapi sesuatu yang lebih besar. Di sampingnya, bayangan hitam itu terus mengalir di udara, berbicara dengan nada yang tenang namun penuh kewaspadaan.
“Negara ini dikuasai oleh dukun-dukun yang memiliki kekuatan luar biasa,” bisik bayangan hitam itu, suaranya serak dan teredam, seolah datang dari kedalaman yang jauh. “Mereka bisa merasakan energi roh dan kutukan dengan mudah. Jika mereka mendekat, kau akan terdeteksi.”
Xin Lian mengerutkan kening, matanya menyipit tajam. Ia tidak menunjukkan rasa takut, tetapi pikirannya bekerja cepat. "Jika mereka bisa merasakannya, kita harus berhati-hati," katanya, suaranya dingin dan penuh perhitungan. "Apa yang harus kita lakukan?"
Bayangan hitam itu terdiam sejenak, dan Xin Lian bisa merasakan ketegangan yang mulai menguar dari entitas itu. “Aku belum memikirkan itu,” jawabnya akhirnya, suara itu terdengar sedikit cemas. “Kau benar. Kita harus menemukan cara agar aku tidak terdeteksi.”
Mereka melanjutkan perjalanan, namun ketegangan yang tercipta di udara semakin jelas terasa. Setiap langkah terasa semakin berat, dan meskipun mereka berjalan dalam diam, Xin Lian bisa merasakan kehadiran bayangan hitam itu, seperti bayangannya sendiri yang terus mengikutinya. Namun, tidak ada waktu untuk berpikir lebih jauh. Mereka harus segera menemukan jalan keluar.
Tiba-tiba, mata Xin Lian menangkap sesuatu di antara pepohonan. Di pinggir hutan, tergeletak tubuh seorang pria yang hampir tidak bernyawa. Wajahnya pucat pasi, tubuhnya terkulai lemah, dan aura kehidupannya hampir lenyap. Tanpa ragu, Xin Lian melangkah cepat ke arah pria itu. Wajahnya yang biasanya dingin kini menunjukkan ekspresi penuh perhatian, meskipun ada sedikit kecurigaan yang tergambar di matanya.
“Bayangan hitam,” katanya dengan suara rendah, namun tegas. “Masuklah ke dalam tubuh pria ini. Energi nyawanya yang hampir habis bisa menutupi keberadaanmu.”
Bayangan hitam itu terdiam sejenak, sebelum akhirnya bergerak dengan cepat, seperti asap hitam yang mengalir melalui udara. Dengan kecepatan yang hampir tak terlihat, bayangan itu masuk ke dalam tubuh pria sekarat tersebut, menyatu dengan aura tipis yang masih ada di dalam tubuhnya. Dalam sekejap, tubuh pria itu mulai bergerak, dengan gerakan yang kaku dan tidak alami.
Xin Lian mengamati dengan penuh perhatian, matanya tajam seperti pisau. “Bagus,” gumamnya, suara penuh kepuasan. “Dengan ini, kita bisa melanjutkan perjalanan tanpa terdeteksi.”
Namun, ada sesuatu yang aneh. Walaupun pria itu kini bergerak, ada sesuatu yang tidak wajar dalam gerakannya. Matanya yang kosong seakan mengisyaratkan bahwa tubuhnya bukan lagi miliknya. Ada sesuatu yang lebih gelap, lebih kuat yang menguasainya, dan Xin Lian bisa merasakan getaran yang tidak biasa di udara. Pria itu, meskipun tampak hidup, bukan lagi sepenuhnya manusia.
Tanpa berkata lebih banyak, Xin Lian melanjutkan langkahnya, namun matanya tetap waspada. Setiap gerakan pria itu yang mengikuti mereka terasa semakin menambah ketegangan. Apa yang sebenarnya terjadi pada pria itu? Apa yang disembunyikan oleh bayangan hitam itu?
***
Langit senja di perbatasan negara kutukan tampak suram, matahari yang tenggelam di ufuk barat diselimuti kabut tipis yang seakan menyembunyikan rahasia kelam negeri ini. Xin Lian dan rombongannya akhirnya tiba di gerbang kota setelah perjalanan panjang yang melelahkan. Namun, perjalanan mereka belum usai.
Di depan gerbang kota, para penjaga mengenakan jubah hitam dengan sulaman simbol mistis berwarna merah darah. Tatapan mereka tajam dan penuh kecurigaan, memeriksa setiap pendatang dengan ketelitian yang mengesankan. Tidak semua orang diizinkan masuk, terutama mereka yang tidak memiliki latar belakang jelas.
"Identitas kalian?" salah satu penjaga bertanya, suaranya berat dan penuh tekanan.
Xin Lian tersenyum tipis, menyerahkan gulungan dokumen yang telah mereka persiapkan sebelumnya. "Kami adalah calon murid yang datang untuk mengikuti ujian rekrutmen."
Tianlan, yang berdiri di sampingnya, tetap dengan ekspresi dingin khasnya. Namun, justru karena wajahnya yang terlalu tenang dan tanpa emosi, para penjaga menatapnya dengan penuh curiga.
"Kau terlihat lebih seperti algojo daripada murid muda," salah satu penjaga mendengus.
Xin Lian dengan cepat menimpali, "Dia memang begitu sejak kecil, wajahnya tidak bisa berubah. Jika dia tersenyum, mungkin itu pertanda dunia akan kiamat."
Para penjaga saling bertukar pandang sebelum akhirnya mengangguk. Setelah beberapa pertanyaan tambahan dan pemeriksaan singkat, mereka akhirnya diizinkan masuk.
Namun, Tianlan yang sejak tadi menahan diri, mendekat ke arah Xin Lian dengan suara rendah, "Jika kau tidak segera menarik ucapanmu, aku akan memastikan kau yang pertama merasakan 'kiamat' itu."
Xin Lian hanya tertawa kecil, puas karena berhasil menyelamatkan rasa malu pria itu sebelum dia benar-benar menghajar para penjaga gerbang.
***
Begitu memasuki kota, suasana semakin terasa aneh. Bangunan-bangunan tua berdiri kokoh dengan arsitektur khas yang dipenuhi ukiran-ukiran mantra pelindung. Jalanan berbatu dipenuhi oleh orang-orang berjubah gelap, sebagian membawa kantong ramuan atau gulungan kertas bertulisan kuno.
Mereka segera menuju penginapan yang cukup besar di pusat kota. Pelayan wanita menyambut mereka dengan ekspresi datar sebelum menyerahkan kunci kamar.
Xin Lian langsung membuat keputusan. "Aku satu kamar dengan Tianlan. Xiao Chuan, kau bersama... dia."
Xiao Chuan hampir berteriak. "Xin-jie! Lebih baik aku tidur di luar daripada sekamar dengannya!"
Matanya menatap Zhuang Yan—atau lebih tepatnya tubuh pria yang kini dihuni oleh bayangan hitam. Meskipun tubuh itu sudah bisa bergerak, ada sesuatu yang tidak wajar. Kulitnya masih terlalu pucat, gerakannya terlalu kaku, dan sorot matanya kosong, seperti mayat yang belum sepenuhnya hidup.
Zhuang Yan menoleh ke arahnya, tersenyum tipis. "Kau takut padaku?"
Xiao Chuan menggigil. Itu bukan pertanyaan, melainkan pernyataan.
Xin Lian hanya meliriknya tajam. "Jangan banyak bertanya malam ini. Aku lelah dan ingin istirahat. Kita bahas ini besok."
Tanpa menunggu protes lebih lanjut, dia menarik Tianlan masuk ke dalam kamar mereka, meninggalkan Xiao Chuan yang masih berdiri kaku di depan pintunya sendiri.
Xiao Chuan menelan ludah, lalu menoleh perlahan ke arah Zhuang Yan.
"Aku tidak akan membunuhmu," suara Zhuang Yan terdengar seperti bisikan dari dunia lain.
Xiao Chuan menegang. Itu bukanlah janji yang menenangkan.
***
Di dalam kamar yang remang-remang, hanya diterangi cahaya lentera yang bergoyang lembut, Xin Lian dengan cepat menyelesaikan mandinya. Rasa lelah yang menumpuk setelah perjalanan panjang membuatnya malas melakukan hal lain. Begitu keluar dari balik sekat kayu, rambut panjangnya masih sedikit basah, meneteskan air yang membasahi ujung pakaian tidurnya. Namun, dia tidak peduli. Tanpa banyak berpikir, dia langsung naik ke tempat tidur dan merebahkan dirinya.
Di sisi lain, Tianlan yang baru selesai mandi berdiri di tepi ranjang dengan ekspresi datar. Matanya yang tajam meneliti kasur sempit di hadapannya. Jika dia berbaring di sana, dia pasti akan bersentuhan langsung dengan Xin Lian.
Xin Lian, yang sudah berbaring dengan nyaman, menangkap keraguan di wajahnya dan tertawa kecil. "Kenapa? Takut aku melecehkanmu?" Suaranya terdengar menggoda, meskipun matanya sudah setengah terpejam. "Tenang saja, aku terlalu lelah malam ini. Aku tidak akan menggodamu."
Tianlan mendengus pelan, lalu akhirnya menyerah. Dia menarik selimut dan berbaring di samping Xin Lian, menjaga jarak sejauh mungkin. Namun, tempat tidur ini jauh lebih kecil dari yang biasa mereka gunakan. Bahkan dengan usaha maksimalnya, tetap saja tubuh mereka bersentuhan.
Xin Lian tertidur dengan cepat, napasnya teratur dan tenang. Namun, dalam tidurnya, dia tampak tidak nyaman. Dahinya sedikit berkerut, tubuhnya bergerak gelisah, seolah mencari sesuatu.
Tianlan tidak terlalu memperhatikannya pada awalnya, tetapi saat gadis itu mulai bergerak lebih dekat, dia akhirnya menyadari ada sesuatu yang tidak beres.
"Xin Lian—"
Sebelum dia bisa menyelesaikan kata-katanya, tangan Xin Lian tiba-tiba melingkar di pinggangnya, tubuhnya menekan lebih dekat, dan wajahnya menempel di dadanya.
Tianlan membeku.
Gadis itu mendesah puas dalam tidurnya, bergumam pelan, "Hmph... bantal gulingnya tidak ada..."
Tianlan menatap langit-langit dengan ekspresi kosong. Dia bisa merasakan napas hangat Xin Lian di dadanya, tangan mungilnya yang menggenggam erat pakaian tidurnya, dan kaki yang tanpa malu-malu menyangkut di kakinya.
Sejenak, dia berpikir untuk melepaskan diri. Namun, melihat wajah Xin Lian yang tertidur dengan begitu damai, dia hanya mendesah panjang dan menutup matanya.
"Lupakan saja," gumamnya pelan.
Malam itu, Xin Lian tidur nyenyak dengan bantal guling alami yang hangat, sementara Tianlan harus menenangkan pikirannya agar tidak terpengaruh oleh keberanian gadis itu bahkan dalam tidurnya.
***
Di sudut kota yang gelap dan tersembunyi, di balik lorong-lorong sempit yang jarang dilewati orang, sekelompok pria berkumpul dalam keheningan yang mencekam. Hanya lentera minyak yang redup menerangi ruangan, bayangan mereka terpantul samar di dinding batu yang lembab.
Suasana tegang, dan suara perdebatan terdengar memenuhi tempat itu.
"Jadi, kau mengatakan bahwa kau kehilangan pria itu? Bagaimana mungkin?" Suara berat dan penuh tekanan bergema di dalam ruangan.
Seorang pria yang duduk di sudut, dengan wajah sedikit pucat, menelan ludah sebelum menjawab. "Aku sangat yakin dia baru saja keluar dari kurungan. Tidak mungkin dia pergi jauh. Tapi saat aku mencarinya di sekitar hutan, yang kutemukan hanya jubahnya."
Keheningan sesaat menyelimuti ruangan. Beberapa orang saling bertukar pandang, ekspresi mereka menunjukkan kecemasan yang tak dapat disembunyikan.
"Hmph, ini aneh," gumam salah satu dari mereka, mengusap dagunya dengan ragu.
Dari sudut lain, seorang pria bertubuh kekar menyipitkan matanya. "Hei, darimana kau mendapatkan pria itu?"
Orang yang ditanya tersenyum kecil, tetapi ada kegelisahan di balik senyumannya. "Oh... aku juga tidak tahu pasti. Aku bertemu dengannya di negeri sebelah. Saat melihat auranya, aku tahu dia bisa menjadi bahan yang baik untuk pertumbuhan kutukan. Jadi, aku hanya perlu sedikit merayunya agar dia mau mengikutiku."
"Sial!" suara keras menghentikan percakapan mereka. Seorang pria dengan tatapan tajam, yang duduk di kursi utama, menatap tajam ke arah pembicara. "Kau bahkan tidak tahu identitasnya? Bagaimana jika dia membawa bencana bagi kita?"
Orang yang ditanya mengangkat bahu, senyum mengejek tersungging di bibirnya. "Hei, kau terlalu penakut, bukan?"
"Jangan lancang!" Pria yang duduk di kursi utama menekan suaranya, tetapi aura berbahaya terpancar dari matanya. "Kau tahu betul bahwa jika praktik kelompok ini diketahui, kita semua akan tamat."
Ruangan kembali sunyi.
Mu Chen menyipitkan mata, jemarinya mengetuk perlahan permukaan meja kayu yang mulai lapuk. Udara di ruangan itu terasa semakin berat, dipenuhi aroma dupa yang samar dan ketegangan yang menggantung.
"Cari dia," suaranya terdengar datar, tetapi membawa tekanan yang membuat beberapa orang di sekitarnya menegang. "Jika dia masih hidup, pastikan dia tidak akan bertahan lama. Jika dia sudah mati, pastikan tidak ada jejak yang tertinggal."
Beberapa orang mengangguk patuh, tetapi di antara mereka, ada yang mulai gelisah.
Namun sebelum ada yang sempat bergerak, suara langkah kaki terdengar dari luar.
Tap. Tap. Tap.
Langkah itu pelan, tetapi setiap hentakannya terdengar jelas, seolah pemiliknya sengaja memperlambat gerakan untuk menimbulkan ketegangan.
Ruangan yang semula hanya dipenuhi suara napas berat kini terasa semakin sunyi. Beberapa orang menoleh ke arah pintu, sementara yang lain meraba gagang senjata mereka dengan waspada.
Mu Chen mengangkat tangan, memberi isyarat agar mereka tetap diam.
Tok. Tok. Tok.
Ketukan itu terdengar perlahan, tetapi di baliknya ada sesuatu yang tidak beres.
Tok. Tok. Tok.
Suara itu seakan membawa hawa dingin yang merayap ke dalam ruangan, menusuk hingga ke tulang.
Mu Chen menegang. Siapa yang tahu tempat ini?
Jemarinya terulur ke gagang pintu, tetapi sebelum dia sempat menariknya, suara dari luar terdengar, rendah dan penuh tekanan.
"Mencari seseorang?"
Sejenak, seluruh ruangan diliputi keheningan yang mencekik.
Darah Mu Chen terasa membeku. Itu bukan suara asing.
Itu suara pria yang seharusnya telah mereka buang ke ambang kematian.
Dalam keheningan yang mencekam, mereka menyadari satu hal: jika pria itu benar-benar hilang, maka sesuatu yang jauh lebih berbahaya mungkin sedang mengintai mereka di kegelapan.