Revan Santiago adalah seorang pemuda biasa yang telah menjadi menantu mitralokal di keluarga Barnes. saat ini, dia sedang berjuang untuk mencari biaya untuk pengobatan ibunya dirumah sakit. ketika dia meminta bantuan kepada temannya, Revan bukan hanya tidak mendapatkan pinjaman namun, dia malah di pukuli hingga sekarat. dalam kondisi sekarat dia tiba-tiba mendapat warisan, "Selamat datang pewaris Dewa semesta!" tiba-tiba Revan mendengar suara seorang pria tua.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rudoelf Nggeok, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengabaikan Harga Diri Demi Mendapatkan Pinjaman
Umpatan wanita itu masih terdengar dari seberang.
Setelah Revan pergi, wanita itu menatap Ronny dan berkata, "Ronny, sebaiknya kamu menjaga jarak dengan orang seperti itu. Jika aku mengetahui kamu mencoba untuk berurusan lagi dengannya, itu akan menjadi hari burukmu!"
...
Di sisi lain.
Langkah kaki Revan terasa berat. Dia berjalan menyusuri jalan yang agak sepi. Dia merasa tertekan.
Sambil berjalan linglung, tiba-tiba ponselnya berdering, dia segera menjawab panggilan telepon itu dan terdengar suara dingin dari Dokter Tony, "Revan, ibumu harus menjalani operasi besok. Jika tidak, kamu harus mempersiapkan makamnya."
Perkataan Dokter Tony membuat Revan semakin tertekan dan berkata, "Dokter Tony, aku ..." Revan ingin melanjutkan kalimat, telponnya langsung terputus.
Dengan putus asa, Revan membuka WhatsApp di ponselnya, lalu memasukan serangkaian angka.
Panggilan tersambung. Sesaat kemudian terdengar suara dingin dan akrab terdengar dari balik telpon. "Apa yang kamu inginkan?"
"Sayang ..." Revan ragu sesaat, namun pada akhirnya dia memberanikan diri untuk bicara. Orang yang di balik telpon adalah istrinya yang sudah di nikahinya selama satu tahun, Laura Barnes. Keduanya hanyalah suami istri di atas kertas.
Suara dingin itu kembali terdengar, "Jika ada yang ingin kamu katakan, katakan saja. Kalau tidak aku akan menutup panggilannya." jawab Laura dengan dingin.
"Aku ..." suara Revan terbata-bata dan dia pun berusaha untuk menekan egonya lalu berkata, "Sayang, aku ... Bisakah kamu meminjamkan saya tiga Ratus Ribu Dollar?"
"Tiga Ratus Ribu Dollar?" suara Laura di balik telpon terdengar semakin dingin.
"Laura, jangan khawatir, aku akan mengembalikan uangnya padamu! Aku sangat membutuhkan uang itu sekarang juga." Laura adalah harapan terakhirnya.
Setelah diam beberapa saat, Laura akhirnya menjawab, "Oke ..."
"Hah? Serius?" seru Revan dengan nada penuh kegembiraan. "Kamu benar-benar istri terbaik di semester ini. tapi, jangan khawatir, aku akan mengembalikannya kepadamu!"
Setelah jedah, suara Laura kembali terdengar, "Tapi, aku punya satu syarat.
"Syarat apa?" jawab Revan bingung.
"Perceraian. selama kamu berjanji untuk menceraikan aku, aku akan memberimu tiga ratus ribu Dollar. Kamu bahkan tidak perlu mengembalikan uang itu." jawab Laura dengan tenang.
"Perceraian?" Revan membeku sesaat. pikirannya menjadi kosong.
Setelah kembali tersadar, dia menarik nafas dalam-dalam, lalu berkata, "Maaf Laura, aku tidak akan menceraikan kamu!"
"Kamu ..." Laura sangat kesal mendengar jawaban itu, lalu kembali berkata, "Revan, apakah pernikahan kita lebih penting dari nyawa ibumu? kamu tahu bahwa tidak ada apa-apa di antara kita berdua. Aku tidak mengerti, mengapa kamu tidak ingin bercerai?"
"Cukup Laura. apapun yang kamu katakan, itu tidak akan mengubah keputusanku. Aku tidak akan menceraikan kamu, oke?"
Tanpa menunggu lama, Revan langsung mengakhiri panggilan telponnya.
"Sialan! beraninya bajingan itu menutup telpon." umpat Laura.
Dan lagi, mengapa dia bersikeras mempertahankan pernikahan ini? Selama satu tahun ini, Revan hanya mendapat hinaan dari hari ke hari. apa yang membuatnya enggan untuk bercerai?
Banyak hinaan, cemoohan dan tatapan sinis yang tak terhitung jumlahnya dari keluarga Barnes.
Setiap kali Revan berpikir untuk menceraikan Laura, kata-kata ibunya selalu terngiang-ngiang dalam benaknya, "Nak, kamu tidak boleh menceraikan Laura. Ini adalah permintaan terakhir dari ayahmu sebelum dia meninggal. Jika kamu berani menceraikan Laura, ibu akan melompat dari gedung tinggi."
Mengingat perkataan ibunya, Revan hanya menghela nafas tak berdaya. pikirannya menjadi kosong,
Saat ini dia memasuki ke sebuah Bar.
Begitu Revan memasuki Bar itu, tiba-tiba terdengar suara sarkas dari seseorang, "Bukankah itu Revan? apa yang membawamu kesini hari ini?"
Pemilik Bar itu adalah Mantan pacarnya, Clara.
Keduanya pernah berpacaran saat SMA. tetapi karena Revan terlalu miskin, Clara pun memutuskan hubungannya dengan Revan dan menjalin hubungan dengan seorang anak orang kaya bernama Lukas. Dan Bar ini merupakan hadiah dari Lukas untuk Clara. Pria yang berbicara dengan sarkas itu bernama Agus, teman kelas Revan yang juga merupakan anak buah Lukas.
Waktu sekolah dulu, Agus akan selalu mengikuti Lukas untuk menganggu Revan. Setelah lulus sekolah, Agus tidak perlu repot-repot mencari pekerjaan, karena dia memilih bekerja untuk Clara di Bar miliknya.
Namun, sebelum Agus melanjutkan perkataannya, seorang wanita yang berdiri di samping Agus dan merupakan pacarnya, tiba-tiba menghampiri Revan dan bertanya, "Apa yang kamu lakukan disini?"
Sepasang kekasih itu memandang Revan dengan tatapan jijik.
Revan ragu sejenak kemudian berkata, "Aku mencari Clara ..."
Saat wanita itu mendengar jawaban Revan, terlintas kelicikan dimatanya.
"Wah, jadi kamu datang kemari untuk bertemu Clara?"
Revan hanya mengangguk.
"Bagus, aku akan mengantarmu padanya!" kata wanita itu sambil memperlihatkan ekspresi licik diwajahnya.
Tanggapan dan ekspresi wanita itu membuat Revan terkejut. Wanita itu selalu memandang rendah dirinya.
Dulu, ketika Clara dan dirinya bersama, wanita ini selalu mencari cara untuk memisahkan mereka.
Tetapi, kali ini wanita itu bahkan mengizinkan dan mengantarnya untuk menemui Clara.
Revan tidak terlalu memedulikan itu, dia pun mengikuti wanita itu dari belakang, melewati koridor untuk pergi ke belakang bar. itu adalah ruang tamu bar, wanita itu mengantar Revan dan menunjuk ke sebuah pintu, "Clara ada di dalam. Masuklah!" kata wanita itu sambil memperlihatkan senyumnya yang licik.
Namun, Revan mengabaikan ekspresi wanita itu dan menghampiri pintu itu lalu mengetuknya. Namun, sebelum tangannya menyentuh pintu, terdengar suara erangan dari dalam ruangan itu.
Revan pun mengurungkan niatnya untuk membuka pintu, lalu menatap tajam kearah wanita itu.
Wanita itu pun tertawa keras dan berkata, "Bagaimana Revan? Waktu itu, kamu enggan menyentuh Clara. tapi, sekarang dia sangat menikmati dilayani oleh sembarang pria."
"Kamu ..."
Revan mengepalkan tangannya dengan erat.
"Apa yang terjadi?" saat itu tiba-tiba pintu ruangan itu terbuka dan melihat Lukas melangkah keluar dari ruangan itu.
Ketika melihat Revan, Lukas tertegun sejenak lalu berkata, "Apa yang kamu lakukan disini?"
Wanita yang mengantarnya itu segera berkata, "Tuan muda Lukas, dia disini ingin bertemu dengan Clara."
"Oh ... benarkah? Revan, apakah kamu masih menyukai Clara? Saya mendengar kamu sudah menikah dengan seorang wanita dari keluarga Barnes. Benar, kan? Laura dari keluarga Barnes terkenal dengan kecantikannya. Tapi, bahkan dengan istri yang begitu cantik, kamu masih memikirkan Clara?" kata Lukas dengan tenang. Namun, ekspresi menghina terlihat jelas dari wajahnya.
Setelah mendengar percakapan Lukas dan Revan, Clara pun melangkah keluar dari ruangan itu dengan mengenakan piyama yang memperlihatkan belahan dadanya yang begitu menggoda.
Meski demikian, tatapan mata Clara memperlihatkan rasa jijik terhadap Revan.
"Clara, ada yang ingin aku bicarakan denganmu. Bisakah kita pergi keluar untuk berbicara sebentar?" kata Revan dengan suara rendah ketika melihat kemunculan Clara.
"Apa yang kamu inginkan?"
Mendengar itu, ekspresi Lukas seketika berubah. Dia kemudian menatap tajam ke arah Revan.
Sesaat kemudian ...
Plak!
Lucas menampar wajah Revan dengan sangat keras, Hingga bekas lima jari terlihat jelas di pipi Revan.
"Clara adalah wanitaku, beraninya kamu menggodanya tepat di hadapanku?"
"Kamu ..."
Revan bisa merasakan panas di pipinya akibat tamparan keras itu. apa yang di lakukan Lukas membuat emosi Revan tidak stabil. amarahnya sudah tidak bisa dibendung lagi, namun dia berusaha keras menekan amarahnya, mengingat Tujuannya datang kesini hari ini.
"Enyah kau dari sini sekarang juga! apa kamu ingin merusak suasana hati Tuan muda Lukas?"
Lukas menggulung lengan bajunya dan berdiri tepat di hadapan Revan dengan postur tubuhnya yang tinggi.
Revan menatap Clara dan berkata, "Clara, tidak bisakah kamu membantuku? Mengingat kita pernah memiliki hubungan sebelumya?"
Mendengar Revan kembali berkata seperti itu, Lukas yang tersulut emosi kemudian melangkah maju dan sekali lagi menampar Revan lebih keras lagi, yang Menyebabkan Revan terhuyung-huyung beberapa langka kebelakang.
Revan menahan rasa sakit dan berkata dengan suara bergetar, "Clara, saat ini ibuku dalam kondisi kritis. bisa kah kamu meminjamkan saya tiga ratus ribu Dollar? Aku bersedia melakukan apapun, asalkan kamu bersedia meminjamkan uang Tiga Ratus Ribu Dollar padaku!"
"Enyahlah sekarang juga!" Lukas tidak bisa lagi menahan emosinya dan kembali melayangkan tamparan keras ke wajah Revan. Akibat tamparan itu terlalu keras, Revan pun terjatuh kelantai dengan kondisi yang menyedihkan.
"Apa? Tiga Ratus Ribu Dollar?" seru Clara dengan ekspresi tidak percaya. Uang Tiga Ratus Ribu Dollar bukanlah uang sedikit.
"Bukankah istrimu adalah Laura Barnes? Dan dia adalah seorang Direktur di sebuah perusahaan terkemuka di kota Renville. Aku tidak percaya jika dia tidak memberimu uang sebesar Tiga Ratus Ribu Dollar!" seru Lukas sambil menatap Revan dengan tatapan hina.
"Clara, aku mohon padamu. Tolong bantu aku kali ini!" saat ini, wajah Revan membengkak dan kondisinya sangat mengenaskan. Dia berusaha untuk berdiri setelah di tampar hingga terjatuh oleh Lukas.
Wanita yang mengantarnya tadi berkata dengan ekspresi menghina, "Entah ibumu sudah mati atau masih hidup, itu bukan urusan kami."
Namun, Revan tidak mundur, dia mempertaruhkan semua harga diri, rasa malunya dan kembali memohon, "Clara, aku mohon, aku benar-benar membutuhkan pinjaman!"
***********