Arindita memutuskan pindah rumah setelah bercerai dari mantan suami yang lebih memilih wanita simpanannya.
Didampingi oleh putra satu-satunya yang baru berusia delapan tahun, mereka pindah ke sebuah perumahan elit di kawasan ibukota.
Namun kepindahan mereka membuat Arindita dekat dengan anak tetangganya, disitulah kehidupan kedua Arin dimulai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon iraurah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertemuan
Dua minggu sudah Arin pindah, dia sudah banyak mengenal warga komplek ini. Arin juga aktif mengikuti arisan dan rapat jikalau di adakan.
Semua Arin lalui dengan suka cita, berkumpul dengan orang lain membuat Arin sedikit demi sedikit melupakan kesedihan di dalam hatinya.
Setelah sabtu kemarin ia datang ke acara pernikahan sang mantan suami, Arin menyadari jika ia sudah tak boleh lagi memiliki rasa cinta kepada lelaki bernama Faris Kusuma.
Kini lelaki itu sudah sah menyandang sebagai suami orang, Arin tak boleh memikirkannya lagi walau sulit bagai tertidur di atas tumpukan jarum.
Arin berusaha keras merelakan itu semua, ia harus memulai semua dari nol bersama dengan buah hati tercinta.
Arin pun mulai mencari kesibukan, setiap hari arin mengantar jemput Noval ke sekolah, mengecek motel miliknya yang menjadi bahan Arin mencari nafkah.
Kadang Arin merasa bosan, ia ingin bekerja. Namun jika demikian ia tak akan memiliki waktu banyak bersama dengan putra satu-satunya.
Arin bimbang, jika dulu ia masih berstatus sebagai seorang istri biasanya Arin akan membantu pekerjaan suaminya, apapun itu asalkan Arin mempunyai kegiatan.
Kini menjadi seorang janda Arin sungguh merasa kesepian.
"Bunda Noval udah siap, yuk berangkat" Noval datang menghampiri Arin dengan seragam sekolah yang sudah melekat rapi di tubuh anak lelaki itu.
"Oke, tunggu sebentar ya" Arin memasukkan kotak makanan ke dalam tas Noval kemudian barulah mereka keluar rumah.
Arin mengunci pintu rumah dengan rapat, barulah Arin bersiap memasuki mobil miliknya.
Tetapi, baru saja Arin hendak membuka pintu mobil tiba-tiba saja gerakannya terhenti ketika tanpa sengaja Arin mendengar suara tangisan yang berasal dari rumah tetangga di depan.
Tangisan itu semakin keras, Arin jadi penasaran apa yang sedang terjadi. Tidak biasanya seorang anak kecil menangis apalagi ini masih tergolong pagi.
"Bunda kok diem?" Tanya Noval saat melihat Arin tak kunjung memasuki mobil.
"Sebentar sayang, bunda penasaran itu siapa ya yang sedang menangis. Bunda mau liat dulu ya"
"Noval ikut bunda!"
Arin dan Noval pun lantas berjalan ke arah rumah tetangganya, karena rumah mereka yang berhadap-hadapan membuat suara tangisan itu terdengar sangat jelas.
Arin mengintip dari balik pagar, tatapannya langsung tertuju pada Meimei yang sedang mengamuk di gendongan seorang pria yang belum pernah Arin lihat.
Mungkinkah itu orang tua Meimei?
"Gak mau! Meimei gak mau ikut....!! Huwaaaaa...... "
"Meimei mau disini....! Meimei gak mau ikut papah...!! Huwaaaaaaa.... "
"Jangan seperti itu sayang, Meimei harus ikut papah disini enggak ada siapa-siapa" Bujuk lelaki tersebut.
"Gak mau.....!! Huwaaaaaa..... "
Jeritan Meimei semakin menjadi-jadi, Arin tak tega melihatnya! Dengan segera Arin menyapa pemilik rumah itu.
"Permisi.... "
Meimei dan pria itu menoleh bersamaan, Meimei masih menangis tak mempedulikan jika ada orang yang melihatnya.
"Maaf saya menganggu, saya tetangga depan kebetulan saya dengar meimei menangis dari tadi. Tumben sekali..." Ucap Arin basa-basi.
"Maaf sepertinya teriakan meimei menganggu aktivitas kalian" Ujar lelaki itu.
"Oh sama sekali enggak kok, saya justru kasihan mendengarnya. Ada apa ya? Tidak biasanya Meimei menangis" Tanya Arin penasaran.
"Ini... Meimei tidak mau ikut saya ke kantor, saya bingung apalagi pagi ini saya ada meeting penting. Biasanya dia mau ikut tapi sekarang tiba-tiba menolak" Jawab lelaki yang tak lain adalah Ayah kandung dari Meimei.
"Memangnya mbak Ayu nya kemana?"
"Sedang pulang kampung dari kemarin malam, katanya Ibunya sakit"
"Mau disini.....! Meimei gak mau ikut papah!!.... Huwaaaaaa..... Jangan kerjaaaaa...... " Meimei kembali berteriak, Arin juga kasihan melihat lelaki itu seperti sudah sangat bingung untuk membujuk Meimei.
"Emm.... Gimana kalau meimei ikut tante?" Seru Arin pada Meimei.
Seketika tangis Meimei sedikit mereda, ia pun memandang Arin heran.
"Meimei mau gak ikut tante anterin kak Noval ke sekolah? Kita naik mobil tante, nanti kita beli es krim lagi. Meimei mau kan?" Bujuk Arin mencoba membuat meimei tidak menangis.
Meimei diam seperti bingung, ia tak biasa bersama dengan orang lain jika mbak Ayu tidak ada. Ia akan selalu bersama Ayahnya ketika sang pengasuh sedang pulang kampung.
"Tidak perlu, mbak. Nanti malah jadi merepotkan kalian. Sebentar lagi Meimei pasti mau ikut saya" Ujarnya menolak karena tak enak hati.
"Sudah enggak apa-apa kok mas, Meimei mau kan ikut tante? Kalau Meimei ikut tante Meimei gak perlu ikut papah ke kantor, tuh lihat kak Noval udah nungguin Meimei" Tunjuk Arin pada Noval yang berdiri di sampingnya.
Bola mata Meimei berpindah ke arah seorang lelaki yang memakai baju seragam sekolah, bocah itu juga tersenyum kaku pada meimei.
"Gimana, Meimei mau ikut tante kan? Kita beli es krim di sekolah kak Noval nanti. Ada es krim stroberi lohh"
Mendengar tawaran Arin Meimei mulai merasa tergoda, terlebih ia sungguh tidak ingin ikut dengan sang papah di kantor yang akan membuat dirinya bosan menunggu sampai sore tiba.
Sampai akhirnya meimei mengangguk menerima tawaran Arin untuk ikut dengannya.
Melihat Meimei yang mengangguk Arin seketika tersenyum senang dan menyodorkan kedua tangannya guna menggendong gadis kecil itu.
"Anak pinter, yuk tante gendong"
Ayah dari Meimei pun mau tak mau membiarkan putrinya bersama wanita tersebut, ia terpaksa melakukannya karena Meimei tak mau ikut ke kantor disaat ia ada rapat penting pagi ini.
"Saya izin bawa Meimei pergi ya, mas" Ucap Arin.
"I-iya, maaf jadi merepotkan. Saya usaha pulang secepatnya hari ini, saya titip Meimei kalau begitu. Tolong jaga dia"
"Iya mas, tenang saja. Jangan terlalu cemas, kalau begitu kami pamit pergi duluan" Arin hendak membawa Meimei dan Noval ke mobil tapi suara lelaki itu menghentikan langkah nya.
"Tunggu sebentar...!"
Arin berbalik dan bertanya ada apa, "Iya mas, kenapa?"
Dia mengambil dompet dari saku celana dan mengambil selembar kertas kecil lalu memberikannya pada Arin.
"Ini kartu nama saya, ada nomor saya disana. Jika ada apa-apa hubungi saja nomor itu" Ujarnya memberitahu.
Arin menerima benda tersebut dan membaca tanda pengenal yang diberikan kepadanya.
"Sonny Ganiadi?" Gumam Arin membaca nama yang tertulis.
"Baiklah, jika ada apa-apa saya akan segera menghubungi mas Sonny. Ada lagi yang ingin disampaikan?"
"Iya, ini bekal untuk meimei jika dia ingin membeli sesuatu" Kata Pria bernama Sonny yang menyodorkan selembar uang kepada Arin.
"Sudah mas tidak perlu, nanti akan saya belikan jika Meimei ingin sesuatu. Simpan saja uang itu kembali"
"Tapi.... "
"Bunda kapan kita berangkat? Nanti Noval kesiangan" Sanggah Noval memotong pembicaraan kedua orang dewasa tersebut.
"Iya sayang, kita berangkat sekarang ya. Kami duluan mas, saya harus mengantar anak saya ke sekolah"
"Ah iya, silahkan"
"Dadah papah..... " Seru Meimei melambaikan tangannya sebelum ia masuk ke dalam mobil milik Arin.
"Bye sayang, hati-hati dan jangan nakal"
"Iya papah.... "
Setelah semuanya masuk ke dalam mobil, Arin lantas melajukan kendaraan beroda empat itu menjauh dari pekarangan perumahan.