Melodi sunyi berdendang indah di keheningan malam. Detak bisu memecah kesunyian dalam langkah-langkah sepi. Dalam diam, kata-kata berseru keras dalam hati.
Jihan malam ini berniat ingin memberikan kejutan kepada suaminya karena beberapa hari tidak pulang ke rumah disebabkan ada kerjaan di luar kota.
Tapi kenyataannya, Jihan lah yang mendapatkan kejutan. Jantungnya meletup-letup, darah panas mendidih mengalir sampai ke ubun-ubun. Jihan tak mampu bersuara, hanya tetesan air mata yang mewakili perasaannya.
Tepat di depan matanya, suaminya tidur bersama seorang wanita tanpa busana dalam satu selimut sambil berpelukan.
Apa yang akan terjadi?
Ikuti terus jalan ceritanya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yenny Een, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29 Emosi Ervan
🌑 Satu bulan kemudian.
Setelah Jihan menjalani operasi kuret, sikap Arsen berbeda. Di hadapan keluarganya Arsen seperti biasa begitu perhatian kepada Jihan. Tapi di belakang keluarganya, sikap Arsen berubah dingin.
Arsen juga tidur di ruang tamu. Jihan berkali-kali bertanya kepada Arsen tentang perubahan sikapnya. Apa ini karena anak mereka yang meninggal. Arsen tidak pernah menjawab. Arsen mendiamkan Jihan.
Setiap masakan Jihan yang disuguhkan, tidak ada satupun yang disentuh Arsen. Arsen juga sering lembur di kantor. Arsen sering pulang malam. Jihan sakit hati. Lama-lama Jihan bisa mati penasaran.
Akhirnya Jihan menerima tawaran kerja dari Bu Mira di perusahaan ABC. Bu Mira sudah beberapa kali menawarkan bekerja di perusahaannya. Arsen melarang Jihan kerja karena Arsen ingin Jihan fokus melahirkan anak untuknya.
Tapi setelah melihat sikap Arsen, Jihan memutuskan bekerja. Jihan juga sama seperti Arsen menyibukkan diri dalam pekerjaan.
Arsen tidak pernah tahu kegiatan Jihan. Bukannya Arsen marah atau menyalahkan Jihan atas meninggalnya anak mereka. Arsen hanya terlalu merasa bersalah karena saat itu tidak bisa melindungi istri dan anaknya. Setiap kali melihat Jihan perasaan bersalah itu datang.
Arsen tidak tahu bagaimana perasaan Jihan. Jihan juga dihantui rasa bersalah. Jihan takut Arsen marah karena tidak bisa memberikan anak seperti yang selama ini Arsen harapkan. Ditambah lagi ketika Jihan melihat Arsen menggendong dan bermain bersama Rio. Arsen menumpahkan kasih sayangnya kepada Rio.
Baik Arsen dan Jihan sama-sama menutupi masalah keluarga mereka. Tidak ada yang menyadari bahwa ada masalah kecil di rumah tangga mereka. Masalahnya hanya satu, tidak ada keterbukaan.
Arsen sebagai kepala keluarga tidak bisa menyelesaikan masalah. Arsen malah diam dan membiarkan Jihan salah paham terhadapnya.
Dan hari ini, Jihan bertemu dengan Ola di sekolah Rio. Dari Ola lah Jihan mendapatkan informasi bahwa Arsen pergi ke luar negeri bersama Ervan. Mereka melakukan perjalanan bisnis.
Jihan merasa kecewa, sedih, tak terasa air mata menetes di pipi.
"Jihan kamu sakit?" Ola melihat Jihan memegang dadanya.
Jihan dengan cepat menggerakkan kedua tangannya. Jihan mengambil oksigen kecil yang ada di dalam tasnya. Jihan menghirupnya.
"Apa perlu dibawa ke rumah sakit?" Ola khawatir.
"Gak perlu Mba. Oh ya, aku harus segera ke kantor," Jihan memeluk Ola dan cipika cipiki.
Jihan masuk ke dalam mobilnya. Jihan melarikan mobilnya di jalan raya. Jihan menuju kantor Alan. Setelah bertemu dengan Resepsionis Jihan langsung naik ke dalam lift khusus menuju ruangan Alan.
Jihan menunggu di dalam ruangan Alan. Saat ini Alan sedang meeting. Tidak berapa lama pintu terbuka dan Erwin masuk ke dalam.
"Dek, tumben kemari. Bolos kerja ya?" Erwin duduk di samping Jihan.
Jihan hanya diam. Jihan memandangi Erwin. Erwin yang sudah mengenal Jihan bisa membaca dari raut wajah Jihan, saat ini Jihan ada masalah.
"Katakan! Apa yang dilakukan Arsen? Kurang ajar, berani membuat kamu menangis!" Erwin memancing agar Jihan mau berterus terang kepadanya.
Tangis Jihan pecah. Jihan meluapkan kesedihannya selama ini kepada Erwin. Dengan tersendat-sendat, Jihan curhat kepada Erwin.
Jihan kecewa, sakit hati, selama satu bulan ini Arsen diam. Mereka bahkan pisah kamar. Arsen menyibukkan diri di kantor.
"Untuk apa aku di rumah? Aku kesepian Kak. Aku baru saja kehilangan anakku. Sekarang kehilangan suamiku. Aku baru tau hari ini dia ke luar negeri bersama Kak Ervan dari Mba Ola. Aku ini siapa baginya?" Jihan terisak.
"Kenapa Arsen jadi begini? Apa dia begitu kehilangan anaknya sampai kamu diabaikan?"
Alan kembali ke dalam ruangan. Alan melihat Jihan yang berlinangan air mata. Erwin juga terlihat emosi.
"Ada apa ini? Win, kamu lagi marahin Jihan?" Alan melotot.
Erwin secara singkat, padat dan jelas menjelaskan permasalahan Jihan dan Arsen. Alan duduk di samping Jihan. Alan dengan serius mendengarkan Erwin yang begitu berapi-api.
"Jihan, Kaka mengerti apa yang dirasakan Arsen. Berikan dia waktu untuk sendiri," Alan mengusap punggung Jihan.
"Tapi Kak ...." belum selesai Erwin ngomong sudah disela Alan.
"Win, kita harus membuktikan apakah Arsen masih mencintai Jihan,"
"Caranya?" tanya Erwin.
"Kita pisahkan mereka," jawab Alan.
"APAAAAAAAA?" Jihan dan Erwin kaget berbarengan.
......................
Alan mengajak Erwin dan Jihan makan siang di sebuah restoran. Di sana sudah menunggu seorang pria. Erwin dan Jihan sangat mengenal pria itu. Dia adalah Satria sepupu mereka.
Jihan dan Satria berpelukan, Erwin mengambil foto-foto mereka dan mempostingnya di media sosialnya dengan caption 'Jangan sampai hilang senyuman di wajahmu'. Erwin sengaja agar Arsen melihatnya.
Tidak hanya itu, Erwin juga memposting foto-foto Jihan bersama Satria yang sedang makan siang. Mereka tertawa bersama.
Arsen yang kebetulan sedang istirahat di kamar hotelnya melihat postingan Erwin.
Arsen selama ini selalu menghindari Jihan di rumah. Selama itu pula Arsen tidak melihat senyuman di wajah Jihan. Dan siapa pria yang bersama Jihan. Mengapa Jihan begitu terlihat bahagia bersamanya.
Arsen menghubungi Erwin. Erwin tersenyum, rupanya Arsen sudah melihat postingannya di media sosial miliknya.
"Ya Sen,"
"Win, lagi di mana?" terdengar suara Arsen dari balik telepon.
"Makan siang," jawab Erwin.
"Sama siapa?"
"Sama Jihan. Gue lihat beberapa hari ini wajah Jihan muram. Ya gue ajak aja makan siang."
"Jihan sama siapa tu?" suara Arsen sedikit gemetar.
"Gak tau gue. Asalkan Jihan tersenyum lagi gue gak perduli. Oh iya, katanya Jihan mau pindah rumah. Emangnya kenapa rumah kalian? Udah gak nyaman? Lu aja ke luar negeri gak bilang-bilang. Udah dulu ya Sen!"
TUT! TUT! TUT!
"Apa! Jihan mau pindah rumah? Oh tidak, apa yang gue lakukan!" Arsen seolah menyesalinya perbuatannya.
Arsen mencari Ervan. Arsen mendengar suara Ervan di balkon kamar mereka. Arsen duduk di kursi menunggu Ervan yang sedang melepaskan rindu dengan keluarga kecilnya. Ervan melakukan panggilan telepon. Setelah beberapa lama Ervan menyudahi panggilan dan duduk di sebelah Arsen.
"Kenapa lu Sen?"
"Van, sudah satu bulan ini gue diemin Jihan."
"Hah? Bukannya gue liat kalian adem-adem aja?" Ervan mengernyitkan keningnya.
"Di hadapan kalian gue bertingkah seolah gak ada apa-apa. Tapi setelah kalian gak ada, gue jauhin Jihan. Gue juga tidur di kamar tamu. Jihan selalu nyiapin makanan tapi gak pernah gue sentuh," Arsen menghela napasnya.
"Apa ini semua karena Jihan keguguran?"
"Iya," jawab Arsen.
"Gue gak terima! Egois banget lu jadi orang! Lu gak tau kan rasanya mengandung. Apa lagi yang gue denger, Jihan dulu juga pernah mengalami keguguran. Ini yang kedua kali baginya. Suami apa an lu!" Ervan emosi.
Arsen kaget melihat ekspresi Ervan. Memang Arsen akui dia kali ini sangat keterlaluan. Dia diamkan Jihan tanpa sebab. Arsen melihat Ervan dengan emosinya menjauh darinya.
"Sen, kenapa gue sayang banget sama Ola?"
"Karena dia istri lu," jawab Arsen.
"Gue ada di saat dia merasakan mualnya saat hamil Rio. Dan gue juga melihat bagaimana Ola sakitnya melahirkan Rio. Ola rela mengorbankan nyawanya demi Rio saat itu. Lu gak tau pengorbanan seorang wanita!" Ervan menatap tajam ke arah Arsen.
"Seandainya Jihan bisa memilih, mungkin dia akan memilih mengorbankan dirinya asalkan anak yang ada di dalam kandungannya selamat. Biar lu bahagia! Gue nyesel punya saudara kayak lu!" Ervan meninggalkan Arsen kembali ke kamarnya.
Arsen hanya diam, kata-kata Ervan bak busur panah yang langsung menancap ke ulu hatinya. Rasanya sakit, sangat sakit. Tapi pasti Jihan lebih merasa sakit.
Arsen sangat menyesali perbuatannya. Arsen memutuskan secepatnya kembali pulang meminta maaf kepada Jihan.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...