Ikuti setiap bab nya dan jangan lupa tinggalkan dukungannya ♥️
****
Anindira dan Anindita adalah saudari kembar yang terpisah sejak lahir. Keduanya memiliki nasib yang berbeda, Anindira sudah menikah tetapi dirinya selalu di sakiti oleh sang suami dan tidak mendapatkan kebahagiaannya. Sementara Anindita, dirinya hanya bisa menghamburkan uang dan angkuh.
Suatu hari, tanpa sengaja Anindita menggantikan peran Anindira. Dirinya masuk ke dalam kehidupan suami Anindira, dan tidak menyangka betapa hebat saudari kembarnya itu bisa hidup di tengah-tengah manusia Toxic.
Bagaimana kehidupan mereka selanjutnya?
SO STAY STUNE!
NO BOOM LIKE, BACA TERATUR DAN SEMOGA SUKA 😍🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mom AL, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 2 TWINS A
Dua hari kemudian, Bram dan Mely sudah meninggalkan rumah mewah mereka. Keduanya sekarang tinggal di rumah kontrakan sederhana yang cukup untuk dua orang saja. Sesak? Sangat! Tapi mereka hanya bisa bersabar karena semuanya pasti akan segera membaik. Mely meminta Bram agar membuka usaha kecil-kecilan yaitu kue dan cake.
Malam hari pun tiba, saat pasangan suami-istri itu sibuk di dapur untuk mempersiapkan jualan mereka besok, pintu kamar dibuka paksa tanpa sepengetahuan keduanya.
"Bram, anak-anak menangis. Aku akan melihatnya dulu, mungkin mereka haus." ucap Mely mencuci tangannya yang tekena adonan tepung.
"Pergilah! Aku akan meneruskannya, sebentar lagi juga selesai." sahut Bram tetap fokus pada pekerjaannya.
Tangisan kedua bagi itu semakin kencang, Mely masuk ke kamar dan dia mendelik melihat apa yang terjadi.
"Berhenti!" teriaknya saat melihat sosok misterius yang memakai jubah hitam dan juga topeng membawa lari salah satu putrinya dari jendela.
"Bram! Bram!" teriak Mely sekencang mungkin dan sang suami langsung berlari menghampiri.
"Mely, ada apa?" tanya Bram merasa khawatir.
"Bram, p—putri kita. Ada orang yang menerobos masuk dan dia mengambil putri kita. Cepat kejar, Bram! Jangan sampai orang itu lolos." pinta Mely sambil menangis.
Bram mengepalkan erat kedua tangannya, dia berlari keluar dan meminta bantuan pada warga disekitar untuk mencari sosok misterius yang membawa pergi bayinya.
Mely berlari mendekati bayinya, dia memeluk dengan erat dan mengecup kepala bayi itu.
"Sayang, kau baik-baik saja? Semoga Papamu berhasil menemukan kembaranmu." doa Mely merasa hatinya tidak tenang.
Bram dan warga sekitar tidak menemukan apa pun, bahkan mereka sudah berkeliling komplek sampai ke jalan raya, tak lupa pohon-pohon besar juga mereka periksa demi mendapatkan sosok misterius itu. Namun, hasilnya tetap nihil.
"Yang sabar, Bram. Besok pagi sebaiknya kau lapor polisi, jika sekarang kau melaporkannya, maka polisi tidak akan mengusut kasus ini karena belum dua puluh empat jam." ujar salah satu tetangga Bram.
"Baik, Pak. Terima kasih karena sudah membantu." ucap Bram berjalan lunglai menuju rumahnya.
Mely berada di teras rumah bersama dengan sang bayi, dari raut wajahnya dia sangat berharap ada kabar baik dari Bram.
"Bagaimana? Kau berhasil menemukan putri kita kan, Bram?" tanya Mely menggoyangkan lengan Bram.
Pria itu menggeleng membuat Mely menjadi lemas, tubuhnya hampir saja luruh, untung Bram menahannya dengan cepat.
"Kenapa ini bisa terjadi? Aku sangat khawatir Bram, aku takut terjadi sesuatu pada putri kita. Dia masih bayi, dia belum tahu apa-apa. Siapa yang sudah tega melakukan ini pada kita?" Mely menangis di dalam pelukan Bram.
Sungguh hati pria itu sangat sakit, dia merasa tidak berguna dan bodoh. Hidupnya saat ini sudah miskin, dia berpikir tidak bisa membuat Mely bahagia. Dan sekarang dia tidak becus melindungi putrinya.
"Maafkan aku, Mely. Aku memang suami dan Ayah yang tidak berguna." Bram menangis.
Mely menatap Bram. "Jangan bicara seperti itu, kita masih bisa berusaha untuk mencari putri kita."
"Besok aku akan melaporkan kasus ini ke kantor polisi, semoga mereka bisa membantu dan segera menemukan Anindita."
Keduanya saling berpelukan, sedangkan Anindira malah menangis tanpa henti, dia seperti merasakan serangan batin dari orangtuanya. Dan merasa sedih jauh dari saudari kembarnya.
****
Di tempat lain, seorang wanita tertawa puas. Dia menggendong bayi yang tadi berhasil dicuri oleh orang suruhannya.
"Kerja bagus, aku merasa bahagia." ucap wanita itu yang tak lain adalah Adiba.
"Lalu bagaimana dengan bayaranku, Nyonya?"
"Aku akan memberimu bonus karena kau bekerja sesuai dengan keinginanku."
Pria yang memakai jubah hitam itu tersenyum senang karena dia mendapatkan uang banyak dari sang Bos.
"Aku sudah kirimkan uangnya, kau bisa mengecek dan jangan sampai ada yang tahu tentang masalah ini. Kau mengerti?"
"Baik, Bos. Rahasia aman." pria itu pergi dari hadapan Adiba.
Adiba menatap bayi yang ada di gendongannya dengan penuh kebencian.
"Hm, sebenarnya aku sangat menginginkan seorang anak. Aku bisa saja membawamu pergi jauh agar adikku yang malang itu tidak tahu. Tapi, wajahmu sangat mirip dengan wanita sialan itu, membuatku merasa sesak jika memandangmu terlalu lama. Dan sejujurnya aku bisa saja melenyapkanmu, tapi aku tidak Setega itu." Adiba tersenyum lebar memikirkan sebuah ide. Dia menghubungi seseorang yang sangat dekat dengannya, yaitu sang sahabat.
BERSAMBUNG
mudah2 an mereka saling menerima 1 sama lainnya