WA 089520229628
Sebuah kisah tentang seorang istri yang dikhianati suami juga sahabat baiknya sendiri. Yuk mampir biar karya ini ramai kayak pasar global.
Karya ini merupakan karya Author di akun lain, yang gagal retensi. Dan kini Author alihkan di akun Hasna_Ramarta. Jadi, jika kalian pernah membaca dan merasa kisahnya sama, mungkin itu karya saya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6 Jabatan Bima Dicopot
Terpaksa Bima kembali ke rumah, hatinya benar-benar kalut karena ia tidak menemukan Sauza, di terminal maupun jalan yang ia lewati.
Bima memasukkan mobilnya ke dalam halaman rumah. Setelah mobilnya terparkir dengan baik, ia menuruni mobil dengan lemah. Bima masuk rumah dan kembali ke kamar.
Bima menuju sofa di kamar itu lalu duduk dengan tangan menekuk siku dan kepala menunduk. Posisi seperti ini jelas menandakan ia sedang frustasi dan putus asa.
Bima berdiri dari sofa, lalu menuju ranjang. Bima menatap ranjang, seketika bayang-bayang kebersamaannya bersama Sauza kembali membayang Tingkah manja dan senyum nakal saat menggodanya, menari-nari dalam pelupuk mata. Bima menghela nafa dalam. Semua yang ada di atas ranjang, tidak luput ia sapu dengan matanya.
Tatapan Bima terkunci pada bantal bekas Sauza tidur, Bima melihat ada secarik kertas. Bima penasaran dan segera meraih kertas itu lalu dilihatnya.
Bima langsung menepuk kepalanya, dia tersadar sepertinya secarik kertas inilah yang menjadi pemicu Sauza sampai membuntutinya ke hotel.
"Argggghhh, semua hancur gara-gara struk sialan ini." Bima mengumpat, dia merasa telah ceroboh membiarkan struk pembayaran hotel tercecer begitu saja.
Bima segera menghubungi ponsel Sauza kembali. Sayangnya, masih tidak aktif. "Kemana Sauza pergi? Padahal dia tahu kalau dia tidak punya apa-apa. Tidak mungkin perhiasan mahar yang dia bawa bisa cukup untuk hidupnya. Sauza pasti akan kembali, dia pasti kembali." Bima begitu yakin dengan dugaannya, bahwa Sauza hanya pergi untuk sesaat karena marah padanya.
***
Bima menduduki ranjang dan melamun di sana, dia menyesali perbuatannya sampai membuat Sauza pergi. Biasanya pagi-pagi begini, ia sudah disuguhkan senyum hangat dan secangkir kopi panas dari Sauza.
"Mas, kopinya." Sauza meletakkan kopi itu di nakas lalu mengecup pipi Bima sekejap. Kalau Bima masih berada di dalam kamar, Sauza meraih lengan dan kopi Bima, lalu dibawanya ke balkon.
Perlakuan romantis Sauza, kini terkenang-kenang kembali di pelupuk mata. Lalu setelah membuatkan kopi, Sauza akan meninggalkan Bima, dia kembali sibuk dengan rutinitas hariannya. Mengurus rumah yang lumayan besar sendiri demi baktinya pada suami.
Sebagai istri, Sauza memang sudah sempurna di mata Bima. Namun, ketika godaan itu datang, iman Bima begitu lemah, terlebih sahabat istrinya memang sengaja menggoda Bima.
"Aku salah, kenapa aku bisa tergoda sama Mira?" desahnya penuh sesal.
Suara deru mobil terdengar di halaman depan rumah Bima, Bima tersentak dan tersadar dari lamunannya. Ia segera menuruni tangga, melihat siapa yang datang. Bima sudah tahu mobil siapa yang datang. Sehingga kini dia merasa bingung menjelaskan ke mana perginya Suaza pada kedua orang tuanya.
"Bima, bagaimana keadaan Sauza, apakah dia sudah lebih baik? Dia tidak demam, bukan?" Bu Jeny mencecar Bima dengan beberapa pertanyaan saat kakinya baru saja menapaki lantai beranda tamu. Diikuti Pak Kavi dan Jamal di belakangnya. Kedatangan mereka bertiga sungguh membuat Bima lemah tidak berdaya.
Bima membeku, sebab dia bingung mau mengatakan apa. Jika dia ungkapkan jujur di depan sang papa, maka akan fatal akibatnya. Bima sudah tahu seperti apa papanya marah.
"Kenapa diam, bagaimana keadaan mantuku yang telah kamu sia-siakan?" sela Pak Kavi curiga.
"Atau jangan-jangan Sauza pergi. Kurang ajar kamu Bima, kau buat Sauza pergi?" murkanya sembari melayangkan sebuah tamparan di wajah Bima. Bu Jeny dan Jamal kaget setengah mati melihat tindakan kasar Pak Kavi.
"Papa, jangan seperti ini. Lebih baik beraksi dengan elegan." Bu Jeny menahan lengan suami dan membujuk Pak Kavi supaya tidak kebablasan melakukan kekerasan.
"Sauzaaa." Jamal akhirnya meneriakkan nama Sauza lantang. Berusaha mencarinya dalam setiap ruangan rumah. Namun, sayang, semua sia-sia. Karena Sauza telah pergi.
"Sauza pergi, dia sudah tidak ada sejak subuh tadi," tutur Bima lirih dengan wajah menunduk.
"Kurang ajar, kamu buat Sauza sampai pergi? Kamu tidak ingat pengorbanan kedua orang tuanya saat menyelamatkan mobil kita dari kecelakaan maut? Mereka mengorbankan dirinya dan lebih memilih mobilnya yang celaka dan masuk jurang demi mobil yang kita tumpangi selamat." Pak Kavi mendesis marah di depan Bima.
"Mulai sekarang aku cabut jabatan CEO-mu. Kamu turun jabatan menjadi staf biasa. Mulai hari ini, aku yang akan memimpin kembali perusahan itu," tandas Pak Kavi membuat Bima tercengang.
"Jabatan itu bisa kembali ke tanganmu, jika kamu bisa menemukan Sauza dan membawanya kembali ke rumah ini, lalu kamu lupakan selingkuhanmu itu. Papa tahu, selingkuhanmu hanya cinta kamu karena melihat jabatanmu saja, bukan mencintaimu apa adanya," tegas Pak Kavi lagi.
Lagi-lagi Bima terhenyak dengan ucapan papanya, dia kecewa dengan keputusan sang papa yang menurunkan jabatannya menjadi staf biasa, serta menyuruh dia meninggalkan Mira yang saat ini sedang hamil.
"Bima minta maaf, Pa. Untuk jabatan Bima yang Papa copot sebagai CEO, mungkin Bima bisa terima. Tapi, untuk meninggalkan Mira sepertinya Bima tidak bisa, sebab ... Mira saat ini sedang hamil darah daging Bima," tutur Bima lemah, tapi cukup membuat semua yang berada di beranda melotot.
"Kurang ajar, kamu berkhianat sampai menghamili perempuan itu. Jangan harap aku bisa merestui hubungan kalian," dengus Pak Kavi kecewa. Pak Kavi membalikkan badan, dia memilih pergi daripada harus sport jantung. Kelakuan Bima seperti ini bisa-bisa membuat kambuh jantungnya. Untuk itu Pak Kavi memilih pergi setelah dadanya mengalami sedikit sesak.
"Kamu akan menyesal telah menyia-nyiakan Sauza. Kurang apa dia? Dia selama ini sudah sangat baik melayani kamu, bela-belain dia berhenti kerja dan rela mengerjakan pekerjaan rumah sendirian tanpa asisten rumah tangga. Kenapa kamu bodoh sekali Bima?" tatap Bu Jeny tajam. Namun sayang, Bima tidak berkata sepatah katapun, dia hanya menunduk dan mengakui kesalahannya di dalam hati.
Bu Jeny membalikkan badan, lalu melangkah dan pergi meninggalkan beranda rumah Bima.
"Mas Bima sungguh keterlaluan. Kalau tahu Sauza bakal Mas Bima khianati, maka sudah dari tiga tahun lalu aku yang merebutnya dari tanganmu. Dasar lelaki bodoh," umpat Jamal kecewa terhadap Bima, sang kakak.
Bima menatap kepergian sang adik dengan nanar. Beberapa saat, ia begitu sedih dan menyesali perbuatannya terhadap Sauza, istri yang selalu memberi perhatiannya penuh untuk Bima. Tapi kini ia sia-siakan.
"Sauzaaaa, ke mana kamu, Sayang? Kenapa kamu harus pergi? Bukankah semua bisa kita bicarakan?" Bima terpuruk dan berteriak setelah kepergian kedua orang tuanya dan Jamal.
Tangisnya pecah di sana, ia merutuki betapa bodoh dirinya telah mengkhianati Sauza.
"Aku memang bodoh, aku bodoh karena telah tergoda oleh Mira," rutuknya menyesali kebodohannya.
***
kenapa bisa seperti itu???
lebih baik berobat pak Kendra...
🤣🤣🤣🤣
Mira kau tak berkaca siapa dirimu, berapa lama jadi simpanan Bima, sebelum hamil kau dengan siapa?
Ukur baju orang lain jangan dengan ukuran tubuhmu, ya! Kau ingin memanasi Sauza, kan. Kutunggu, dengan setia.