Devon merasa ia jatuh cinta pada gadis sebatang kara, setelah perjalanan cintanya dengan berbagai jenis wanita. Gadis ini anak jalanan dengan keadaan mengenaskan yang ia terima menjadi Office Girl di kantornya. Namun, Hani, gadis ini, tidak bisa lepas dari Ketua Genknya yang selalu mengamati pergerakannya. Termasuk pada satu saat, kantor Devon mengalami pencurian, dan terlihat di cctv kalau Hani-lah dalang pencurian tersebut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septira Wihartanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Devon Hazel Sang Perayu
“Gue salah kali ini...” gumam Devon Hazel, 29 tahun, Manajer Finance and Investment, PT. Prabasampurna Support. Anak Usaha dari Prabasampurna Grup yang bergerak dalam layanan pengelolaan Facility Management, Manpower Services, Equipment Supply & Maintenance, dan ICT Solution.
Devon masih shock. Ia terus bertingkah begitu dari sejak awal meeting. Duduk lesu, pandangan kosong dan tampak tak fokus.
“Hah?! Salah dimana bro?! Lu yang bener kalo lu salah ya gue ikut salah!” tegur rekannya, Zaki Rakai, Manajer Operasional
“Sejak kapan lu salah? Yang mana?!” Zaki tampak panik mengutak atik laptopnya. Posisi Devon memang cukup krusial di perusahaan ini sebagai Manajer Keuangan dan Investasi. Perhitungannya akan harga saham dan pasar tidak boleh meleset dan semua barang yang akan dibeli Zaki tergantung dari budget yang dikeluarkan Devon.
“Sejak awal... gue salah.” Gumam Devon.
“Ya sebutin salah yang mana Goblok!” Zaki sampai melempar pulpen ke arah Devon. Kena ke pelipisnya, tepat di area yang barusan ditendang ‘Si Maling’.
“Sakit, Anjir!!” seru Devon sambil balas melempar bantex ke arah Zaki.
Zaki menangkap bantex yang terbang ke arahnya dengan sigap sambil berdiri dan menuding Devon. “Gue tanya yang mana yang salah tapi lo ngedumel kayak lagi kesurupan! Lu ngomong aja, salah hitung yang mana! Gue udah sampe bikin perjanjian buat angkut barang!” seru Zaki tak sabar.
“Ya lu angkut barang ya angkut aje sampe selesai! Rese banget lu bangsat!” seru Devon makin kesal.
“Yang rese tuh elu!”
“Lu yang emosian!”
“Pak Zaki, mohon tenang.” Leyla, Si Sekretaris Korporat sedang mengamati laptopnya sambil memicingkan mata. “Pak Devon, saya tidak melihat ada kesalahan di perhitungan kali ini. Semua sudah sesuai budget yang disediakan dan rumusnya sudah pas. Kalau semua berjalan sesuai rencana, BEP kita bisa melebihi estimasi.”
“BEP?” Devon memicingkan mata sambil menatap Leyla “Semua udah beres kok, Tinggal Zaki aja esksekusi pengadaannya.”
“Tadi lu bilang lu salah!” sembur Zaki.
“Masa?” balas Devon.
“Uh Elu!” Zaki membuka sepatu botnya dan bersiap melemparnya ke arah Devon.
Devon berlindung di balik Leyla. “Saya tadi ngomong gitu?” Devon bertanya ke Leyla.
“Ya Pak, dua kali. Kata Bapak, ‘Gue salah kali ini’.” Kata Leyla tegas.
“Waduh. Sori. Saya lagi mikirin hal lain.” Devon mengangkat tangannya.
“Ada hubungannya dengan pekerjaan?” tanya Leyla.
“Tidak.” Kata Devon sambil menyeringai.
“Yang bener aje Dev! Gue udah emosi melulu kalo ngadepin lu!” seru Zaki.
“Case Close.” Desis Leyla. “Capek deh nasib saya dari dulu kerja di antara para serigala... yang itu Sigma, yang ini Alpha, yang lain Gamma. Sementara saya ini hanya seekor kiwi.”
**
Devon keluar dari ruang meeting sambil berjalan dengan santai. Niatannya untuk kembali ke area Finance, daerah kekuasaannya. Sambil berjalan ia memeriksa ponsel nahas itu. Ia akan membuka kunci sidik jari, namun ternyata ponsel tersebut terblokir. Indikasinya, ada percobaan masuk dengan membobol passcode. Dalam hal ini Devon menggunakan dua passcode yaitu sidik jari dan face recognition. Dua-duanya terindikasi gagal sudah 5 kali, jadi ponsel terblokir sendiri.
Devon mengernyit merasa aneh.
Seingatnya, ia tidak pernah gagal membuka passcode. Karena itu kan sidik jarinya sendiri.
“Kayla,” ia memanggil salah satu staffnya, Seorang wanita yang perutnya sudah membesar menghampirinya sambil memberinya secangkir kopi panas, “Kamu bisa bantu saya? Tolong hubungi bagian umum. Name tag saya jatuh entah dimana. Tolong blokir kartu yang lama ya... kayaknya sih hilang waktu saya tadi lari.”
“Waktu bapak tadi lari? Keadaan genting semacam apa pak?” tanya Kayla penasaran.
Devon tersenyum ke arah Kayla, “Yah, seandainya tadi saya lari untuk mengejar cinta kamu, tapi sepertinya itu hanya angan-angan.” Ia langsung mengalihkan perhatian.
“Hihi, kalau yang itu, namanya bapak cari mati.” Kayla terkikik sambil duduk di kursinya. Jelas cari mati, Kayla adalah istri Zaki. Tapi mana ada wanita yang tidak dirayu Devon? Hal ini Kayla anggap sebagai intermezzo saja.
Devon menyesap kopinya dan beralih ke staff lainnya.
“Eri,” Devon masuk ke ruangannya sambil memanggil salah satu stafnya, “Jual saham kita yang DOID, PBVnya lagi turun. Alihkan ke Bukit Asam dan ABM. Stoknya samain sama yang DOID.”
“Tapi pak, ABM PBVnya dibawah 1% pak.”
“Besok naik, pergerakan harganya tinggi, lebih dari 10%” kata Devon sambil berhenti di Kubikel salah satu Asistennya.
“Dari mana bapak tahu kalau besok naik?” bisik Eri.
“Ada laporan yang belum dikonfirmasi bahwa pasukan Ukraina telah menyita pabrik kompresi gas Sudzha, jadi Lonjakan harga gas membuat Eropa berpaling ke batu bara.” Kata Devon.
Eri pun terdiam.
Otaknya masih memproses perkataan Bosnya.
“Lakukan saja Eri, Time is cuan.” Desis Devon sambil tersenyum. Lalu ia menunduk ke arah komputer Kayla lagi.
“Dana dari pelelangan sudah masuk?” tanya Devon sambil menatap komputer Kayla.
“Ya bapak, barusan saja. Kalau dialokasikan ke pembelian gudang sepertinya masih berat Pak, ada spare hanya 5%. Karena kita kan harus simpan untuk GL bulan depan. Ingat, sebelum triwulan dua kita harus keluarkan dana untuk CSR. Dan ada permohonan pengeluaran Family Gathering dari pusat.”
Pekerjaan Devon di perusahaan adalah seputar uang. Itu sebabnya ia lebih banyak menghabiskan waktu di kantor. Berbeda dengan teman-temannya yang lain, Yang sering kali dinas di luar kantor berhari-hari, Devon malah diharapkan tidak keluar dari kantor. Karena semua audit yang sifatnya krusial pasti akan melibatkan Devon.
Sebuah fokus yang cermat sangat diharapkan muncul setiap harinya dalam diri Devon. Di usianya yang menjelang 30 tahun jarang ada yang mematahkan fokusnya. “Saya pulang duluan ya, mau ke store hape, keblokir.” Kata Devon ke arah Kayla.
Tapi setelah dari store ponsel, ia tidak langsung pulang.
Malam itu, kegiatannya seputar wanita.
Devon itu Alpha. Berbeda dengan Sigma yang lebih banyak diam dan mengamati dan berbicara lewat tindakan. Devon cenderung supel, ekstrovert, percaya diri tingkat tinggi namun tidak ada yang tahu apa yang sebenarnya ia pikirkan. Ia disukai banyak orang, tapi hanya sedikit orang yang ia benar-benar sukai. Masalahnya, banyak yang ingin perhatiannya.
Dan rasanya Devon tidak memiliki banyak waktu untuk melayani semuanya.
Yang satu minta dipeluk, yang satu minta dijilat, yang lainnya ia biarkan bermain-main dengan miliknya yang tegang sempurna.
Ia sedang ingin santai, tidak ingin terburu-buru.
Karena hari ini pikirannya sedang kacau.
Gara-gara sandwich isi daging.
Jemarinya menggoda sampai wanita di sebelahnya berteriak karena mencapai puncaknya. Cairan kewanitaan turun ke jari tengahnya seiring dengan desa han puas wanita-nya.
Lima kali hentakan dari bawah, wanita itu gemetaran dan tumbang.
Dua selesai, tinggal dua lagi.
Devon belum puas.
Wajah ketakutan si Maling di benaknya. Dua wanita tidak cukup menghapus kejadian tadi siang dari pikirannya. Harus berapa banyak wanita yang habis ia mainkan untuk menghapus bayangan air mata yang turun dari si Maling?
Wajah itu langsung membuka memorinya akan kenangan masa lalu. Wajah dengan mimik yang sama. Memohon ke orang lain untuk pengampunan. Nyatanya permohonannya tak terkabul, mati dalam suasana tragis.
Pikiran Devon kacau balau, ia ingin menuntaskan semua dengan cepat. Lalu istirahat dan tidur nyenyak
Dan malam itu di-isi dengan teriakan puas, rayuan, pujian.
Namun semua malah menjadikan hatinya semakin hampa...
**
🙄🙄
emang ada ya pesugihan codot ngising 🤣🤣🤣
semuuuaaaa bab menyenangkan dan menghibur.makasih Madam 🥰🥰
semangat sehat selalu jeng septi....