Ariana tak sengaja membaca catatan hati suaminya di laptopnya. Dari catatan itu, Ariana baru tahu kalau sebenarnya suaminya tidak pernah mencintai dirinya. Sebaliknya, ia masih mencintai cinta pertamanya.
Awalnya Ariana merasa dikhianati, tapi saat ia tahu kalau dirinya lah orang ketiga dalam hubungan suaminya dengan cinta pertamanya, membuat Ariana sadar dan bertekad melepaskan suaminya. Untuk apa juga bertahan bila cinta suaminya tak pernah ada untuknya.
Lantas, bagaimana kehidupan Ariana setelah melepaskan suaminya?
Dan akankah suaminya bahagia setelah Ariana benar-benar melepaskannya sesuai harapannya selama ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertubi-tubi
Samudera baru saja pulang ke rumah menjelang Maghrib. Setelah kemarin tidak pulang ke rumah karena pikirannya yang sedang semerawut, Samudera akhirnya memutuskan untuk pulang setelah pikirannya sedikit tenang. Selain itu, mana bisa ia berlama-lama berjauhan dari sang istri. Baru sehari semalam tidak berjumpa saja rasa rindunya sudah kian menggebu. Tak sabar rasanya ingin bertemu dengan istri tercinta dan berbagi keluh kesah dengannya.
Semenjak hubungan mereka membaik, Samudera tidak pernah menyembunyikan hal sekecil apapun dari sang istri. Ini merupakan salah satu komitmennya untuk menjaga keutuhan rumah tangga. Samudera tentu tidak ingin lagi mengalami masalah dalam rumah tangganya. Meskipun yang namanya masalah itu takkan pernah benar-benar lenyap dari sebuah hubungan rumah tangga, akan ada saja masalah yang mengusik, namun dengan komitmen tersebut setidaknya bisa meminimalisir terjadinya keretakan dalam rumah tangganya.
"Assalamu'alaikum," ucap Samudera seraya menapakkan kakinya masuk ke dalam rumah.
"Wa'alaikumussalam," sahut Tatiana. Tatiana pun bergerak maju untuk menyalami suaminya. Lalu dibalas Samudera dengan sebuah kecupan di kening.
Saat Tatiana menarik diri, dahi Samudera mengernyit.
"Sayang, mata kamu kenapa? Kamu habis nangis?" tanya Samudera dengan tatapan memicing.
"Mas masuk dan mandi dulu, ya. Nanti akan Tiana jelasin," jawab Tatiana karena memang waktu sudah hampir memasuki adzan Maghrib.
Meskipun hatinya dilanda penasaran, Samudera pun menuruti kata-kata sang istri.
"Assalamu'alaikum warahmatullah," ucap Samudera menutup shalatnya dengan salam. Samudera lantas membalikkan badannya menghadap ke belakang. Tangannya terulur yang langsung disambut Tatiana dan mencium punggungnya.
Dipandanginya wajah Tatiana. Matanya merah. Bahkan sudut matanya pun sudah basah.
"Ada apa, Sayang? Apa kau sakit?" tanya Samudera khawatir.
"Iya, Mas. Aku sakit. Sakit sekali," lirih Tatiana yang sudah tak mampu membendung air matanya.
"Kamu sakit? Sakit apa? Coba Mas periksa. Atau kita langsung ke rumah sakit saja?" cecar Samudera khawatir. Namun Tatiana menggeleng. Jelas saja hal ini membuat Samudera bingung.
"Aku bukan sakit fisik, Mas, tapi hati."
"Memangnya apa yang sudah terjadi, Sayang? Apa ada seseorang yang sudah mengatakan hal-hal buruk sehingga kau merasa sakit hati?"
Tatiana menggelengkan kepalanya. Tatiana pun menarik nafas dalam-dalam untuk mengurai sesak yang bercokol di dalam dada. Setelah, mulai tenang, Tatiana pun mulai menceritakan semua hal yang terjadi pada Ariana hari ini.
Samudera mengepalkan tangannya. Ia tidak menyangka kalau Ariana sudah lebih dahulu mengetahui hubungan antara suami dan mantan kekasihnya. Rasa sesal itu kian menjadi. Samudera menydari apa yang terjadi pada putrinya ini merupakan buah perbuatanya di masa lalu.
"Ini semua salah Mas. Karena perbuatan Mas di masa lalu, Ana harus mengalami kepahitan ini."
Samudera teringat bagaimana ia dulu menyakiti Tatiana dengan terus mengenang mendiang sang istri. Lalu kini, putrinya pun mengalami hal yang hampir sama seperti yang Tatiana dulu rasakan. Bahkan yang putrinya rasakan jauh lebih parah karena suminya kedapatan terang-terang memiliki perempuan lain yang ia cintai. Bersaing dengan orang yang sudah tiada saja begitu menyakitkan, apalagi orang yang dicintai suaminya masih ada dan berdiri tepat diantara mereka.
"Ya Allah, kenapa harus Ana harus mengalami hukuman ini? Hukum saja diriku, Ya Allah, jangan putriku," lirih Samudera yang matanya sudah memerah.
...***...
Kini keluarga Samudera sedang menikmati makan malam bersama. Termasuk Giandra, Mike, dan Mika. Ketiga adik Ariana itu sebenarnya penasaran kenapa kakaknya pulan seorang diri ke rumah? Dimana kakak ipar mereka? Dan yang paling menarik perhatian tentu saja mata Ariana yang sembab. Ingin bertanya, mereka sadar itu bukan waktu yang tepat.
"Ana, makanlah, Sayang! Atau kau ingin makan sesesuatu yang lain? Nanti akan ayah belikan," tawar Samudera. Ariana terlihat tidak berselera makan jelas saja membuatnya khawatir. Meskipun sudah besar, di mata orang tua anak-anak akan tetap terlihat masih kecil sehingga masih butuh perhatian dan kasih sayang. Terlebih Samudera tahu Ariana saat ini sedang tidak baik-baik saja.
"Mungkin Kak Ana pinginnya makan disuapin, Yah!" celetuk Mika membuat mata Ariana mendelik.
"Emang Kakak kamu, masih suka makan disuapin. Wekkk ... " Ariana menjulurkan lidahnya ke arah Mika. "Nggak usah, Yah. Ini aja. Ini Ana makan. Hmmm ... Enakkk ... " Ariana menyantap makan malamnya.
"Idih, so jaim! Bilang aja iri! Wek ... "
"Ih, iri sama bocil kayak kamu, buat apa."
"Enak aja panggil aku bocil. Bundaaaa, liat Kak Ana tuh1!! Oh iya, Kak, Mika tadi siang beli es krim vinetta lho."
"Wah, beneran?" Mika mengangguk. "Kakak minta, ya?"
"Wani piro?" Mika memainkan alisnya naik-turun membuat Samudera dan yang lainnya terkekeh.
...***...
Kini Samudera, Tatiana, dan anak-anaknya sudah berkumpul di ruang keluarga.
"Ana, jadi apakah keputusanmu sudah bulat untuk bercerai?" tanya Samudera mengejutkan anak-anaknya yang lain.
"Apa? Kakak akan bercerai? Kenapa?" tanya mereka terkejut. Samudera memang sengaja membahas ini bersama-sama sebab anak-anaknya pun sudah dewasa jadi tak ada yang perlu ditutupi lagi.
Ariana pun cukup terkejut ayahnya sudah mengetahui permasalahannya. Ariana pikir pasti sang ayah tahu dari ibunya.
"Ayah sudah tahu permasalahan kami?"
Samudera mengangguk. "Sebenarnya ayah sudah tahu sejak kemarin. Ayah benar-benar tidak menyangka Danang masih menjalin hubungan dengan kekasihnya di belakang kamu, Nak. Seandainya ayah tahu lebih awal kalau dia sebenarnya masih memiliki kekasih, pasti ayah tidak akan menerima lamarannya."
Samudera menghela nafas kasar. Sungguh penyesalan itu memang datangnya terakhir. Seandainya ia lebih selektif, tidak hanya karena mempertimbangkan ayah dari Danang merupakan teman baiknya, pasti semua takkan terjadi seperti ini.
"Apakah tidak apa-apa, Yah? Bagaimana kalau hal ini membuat reputasi ayah terlihat jelek di mata orang lain?"
"Kebahagiaan anak ayah lebih penting," jawab Samudera tegas membuat mata Ariana berkaca-kaca.
"Iya, Ayah, Ana ingin bercerai. Ana sudah tak sanggup lagi bertahan. Mas Danang ternyata tidak pernah mencintaiku, Yah. Aku menyerah."
Air mata Ariana jatuh berderai. Tatiana dan Mika ikut tersedu melihatnya. Samudera dan Mike menatap sendu. Mereka pun marah dan kecewa dengan apa yang sudah Danang lakukan pada Ariana. Sementara Giandra ia mengepalkan tangannya erat. Ia benar-benar marah pada laki-laki yang msih menjadi suami kakak perempuannya itu.
"Baiklah kalau keputusanmu sudah bulat, ayah akan mencarikan pengacara untuk membantumu bercerai dari bajingaan itu."
...***...
Tak terasa seminggu telah berlalu semenjak Ariana memergoki perdebatan Danang dengan orang tuanya dan semenjak itu pula Danang tidak menerima kabar dari istrinya tersebut. Saat memasuki rumah, Danang merasakan perasaan berbeda. Ada rasa hampa yang menyergap. Sepi, sunyi, tak ada lagi yang menyambutnya dengan senyuman hangat.
"Tuan mau makan malam?" tanya art di rumah itu.
"Nggak usah, Bik. Bibik kalau mau makan, makan aja," jawabnya seraya berlalu dari hadapan artnya. Saat hendak menaiki tangga, Danang kembali memutar badannya. "Oh ya, Bik, apa Ana ada pulang ke rumah?"
"Nggak ada, Tuan. Sudah beberapa hari setelah pergi dengan ibunya, nyonya nggak pulang-pulang. Memangnya nyonya kemana, Tuan?" tanya bibik penasaran.
"Oh. Dia pulang ke rumah orang tuanya."
"Kenapa begitu?" tanya bibik heran. Tapi Danang tak mau menjawab. Ia pun kembali melanjutkan langkahnya menuju kamar.
Danang menghempaskan tubuhnya di atas kasur. Pandangannya menerawang. Ia memijit pelipisnya yang tiba-tiba saja pening karena hantaman masalah yang datang bertubi-tubi. Mulai dari Samudera yang mengetahui hubungannya dengan Monalisa, Ariana yang memilih meninggalkannya karena tak terima hubungannya dengan Monalisa, lalu kini reputasinya yang mulai dicap buruk akibat hembusan kabar mengenai hubungannya dengan Monalisa yang mulai menyebar. Entah bagaimana hubungannya bisa tersebar. Bisikan demi bisikan mulai membuat Danang terganggu. Ia kini dianggap dokter tukang berselingkuh, bagaimana Danang tidak kesal.
Tring tring tring ...
Tring tring tring ...
Tring tring tring ...
Danang berdecak karena ponselnya terus berdering. Ia tahu, itu tidak mungkin Ariana sebab semenjak istrinya itu mengetahui kalau ia mencintai perempuan lain, semenjak itu pula Ariana seakan membangun dinding yang super tinggi dan kokoh. Jangankan berkomunikasi secara langsung, mengiriminya pesan seperti biasa pun sudah tidak pernah lagi. Terkadang Danang merindukan perhatian-perhatian kecil yang kerap dianggap Danang mengganggu itu. Entahlah ada apa dengan hatinya. Yang pasti, ia benar-benar merasa tidak nyaman dengan semua yang sedang terjadi ini.
"Mas," teriak Monalisa dari seberang telepon.
"Apa sih, Sa?"
"Kamu itu yang apa-apaan. Kamu kenapa terus-terusan mengabaikan aku sih?"
"Aku baru pulang, Lisa. Ini aja belum mandi."
"Kok bisa? Bukannya kamu seharusnya sudah sampai sejak hampir setengah jam yang lalu."
"Iya. Tapi aku sedang lelah banget ini jadi rebahan dulu."
"Bukannya kamu tadi mampir dulu nemuin istri durhaka kamu itu?"
"Istri durhaka? Kenapa kamu sebut Ana seperti itu?"
"Ya istri apa namanya kalau bukan istri durhaka, pergi ninggalin rumah seenaknya. Mentang anak direktur rumah sakit tempat kamu bekerja jadi dia berbuat seenaknya,$ ketus Monalisa.
"Sudahlah, jangan bicara sembarangan. Kamu mau apa hubungin aku?"
"Kok Mas tanya begitu sih? Memangnya aku baru boleh hubungi kamu kalau ada perlu aja?" protes Monalisa kesal.
"Kalau kamu cuma mau marah-marah, lebih baik teleponnya ditutup dulu. Aku pusing."
"Mas, kamu kok gitu sih? Jangan-jangan benar kamu udah mulai mencintai perempuan itu? Kamu ... Hmm ... Huek ... Huek ... "
"Lisa, kamu kenapa?" tanya Danang panik. Tapi tidak ada suara lagi yang terdengar. Mungkin ponselnya Monalisa letakkan begitu saja sementara ia berlari ke kamar mandi.
Danang yang panik pun bergegas keluar. Ia ingin menemui Monalisa , khawatir terjadi sesuatu padanya.
Saat sedang berjalan menuju pintu, tiba-tiba art rumahnya memanggilnya.
"Ada apa?" tanya Danang.
"Ini tuan, saya lupa. Siang tadi ada petugas pos yang anterin ini." Bibik pun menyerahkan sebuah amplop coklat kepada Danang. Danang penasaran apa isi amplop coklat tersebut pun segera meraihnya. Tapi saat melihat logo di amplop coklat tersebut, mata Danang pun seketika terbelalak.
...***...
...Happy reading 🥰🥰🥰...
tolong kirim obat sakit kepala thor,aku banyak nangis hu hu hu.....
surpres......😁
nggak perduli kamu udah pacaran berapa abad,tapi kamu menikah dengan wanita lain dan tetap berhubungan dengan pacarmu
Itu namanya SELINGKUH