Rindunya adalah hal terlarang. Bagaikan sebuah bom waktu yang perlahan akan meledak di hadapannya. Dia sadar akan kesalahan ini. Namun, dia sudah terlanjur masuk ke dalam cinta yang berada di atas kebohongan dan mimpi yang semu. Hanya sebuah harapan rapuh yang sedang dia perjuangkan.
Ketika hubungan terjalin di atas permintaan keluarga, dan berakhir dengan keduanya bertemu orang lain yang perlahan menggoyahkan keyakinan hatinya.
Antara Benji dan Nirmala yang perlahan masuk ke dalam hubungan sepasang kekasih ini dan menggoyahkan komitmen atas nama cinta itu yang kini mulai meragu, benarkah yang mereka rasakan adalah cinta?
"Tidak ada hal indah yang selamanya di dunia ini. Pelangi dan senja tetap pergi tanpa menjanjikan akan kembali esok hari"
Kesalahan yang dia buat, sejak hari dia bersedia untuk bersamanya. Ini bukan tentang kisah romantis, hanya tentang hati yang terpenjara atas cinta semu.
Antara cinta dan logika yang harus dipertimbangkan. Entah mana yang akan menang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Teka-teki Yang Sulit Dipecahkan
Laura begitu terkejut saat bisa bertemu kembali dengan Benji. Pria yang dia cari-cari selama beberapa hari ini. Dan tidak menyangka malah bertemu disini. Laura yang bahkan tidak pernah menyangka jika Willy adalah teman dari Benji.
"Benji" lirih Laura memanggil nama pria yang cukup mengganggu pikirannya beberapa hari ini, karena tiba-tiba menghilang.
"Loh, Laura mengenal Benji?" tanya Willy, sedikit terkejut.
"Dia yang aku ceritakan, Will" jawab Benji saat melihat Laura hanya diam saja.
Willy langsung menutup mulutnya dengan terkejut saat mendengar ucapan Benji barusan. Jadi, orang yang diceritakan oleh sahabatnya ini adalah Laura.
"Ya ampun, dunia bisa sempit begini ya. Aku juga baru kenal Laura, karena dia adalah saudaranya Nirmala"
Benji menatap Willy dengan mata yang menyipit. "Jadi, Nirmala yang kamu sebut, adalah Nirma saudara Laura?"
Willy mengangguk pelan, dia tertawa kecil. Karena merasa begitu terkejut dengan kenyataan ini. Mereka ternyata saling terkait selama ini. Hanya saja belum mengetahui.
Benji menarik kursi disamping Willy, berhadapan langsung dengan Laura saat ini. Gadis itu terlihat menunduk dengan tangan saling bertaut di atas meja.
"Apa kabar Ben?" tanya Laura dengan lirih.
Benji menghela nafas pelan, melihatnya secara langsung seperti ini, tentu membuatnya lemah. Dia yang bertekad untuk melupakan Laura dan menghindarinya.
"Aku baik, bagaimana denganmu?"
"Aku juga baik"
Suasana berubah hening, merasa tidak nyaman berada diantara dua orang ini, Willy langsung berdiri dari duduknya. Dia harus pergi dan meninggalkan dua orang ini untuk saling berbicara atas hubungan mereka.
"Kalau begitu aku pergi dulu, ada urusan penting"
Dan tidak ada yang bisa mencegah kepergian Willy. Kini, berakhir mereka berdua disini, duduk saling berhadapan dengan sesekali saling curi pandangan. Namun, keduanya seolah belum menemukan topik pembicaraan yang pas.
"Kemana saja kamu, Ben? Aku datang ke Apartemen kamu, tapi tidak menemukan kamu disana"
"Maaf Laura, tapi sepertinya kita harus berhenti sampai disini. Karena sampai kapanpun, aku juga tidak akan bisa bersamamu. Kita akhiri semuanya, meski sebenarnya belum kita mulai"
Laura terdiam, kepalanya menunduk dengan tangan saling meremas di atas meja. Pada akhirnya dia harus mengakhiri bahkan sebelum dia memulai semuanya. Namun, tetap memaksakan diri juga tidak mungkin.
"Baiklah, semuanya sudah jelas. Dan aku harus pergi sekarang. Semoga kamu bahagia Laura"
Benji berdiri dari duduknya, ingin melangkah pergi meninggalkan Laura, tapi tertahan saat melihat gadis itu hanya diam menunduk. Benji berjajan mendekat padanya, mengelus kepala Laura dengan lembut.
"Jika kita ditakdirkan bersama, maka kita akan bertemu kembali dan bisa bersama"
Setelah berkata seperti itu, Benji langsung melangkah pergi dari sana. Meninggalkan Laura yang juga hanya diam menatap kepergiannya. Cinta yang mereka rasakan, akan sulit untuk bisa bersatu.
*
Ketika semua orang sibuk mempersiapkan pernikahan Galen dan Laura. Namun, calon pengantinnya ini sendiri, malah terlihat tidak antusias. Terlihat ada kesedihan dalam wajah keduanya. Bukan kebahagiaan seperti yang dialami oleh calon pasangan pengantin pada umumnya.
"Sepertinya di bagian lengan ini, harus lebih terlihat mewah" ucap Mama saat Laura sedang mencoba gaun pengantin.
"Baik Nyonya, nanti saya akan buat seperti yang anda inginkan"
Galen keluar dari ruang ganti, mencoba jas yang akan dia gunakan di hari pernikahannya. Mama dan juga Mommy terlihat begitu antusias. Mama memeriksa jas Galen, memutari tubuh anaknya itu.
"Sudah pas sekali. Ah, anakku ini memang cocok menggunakan pakaian seperti apa saja" ucap Mama dengan bangga.
"Calon menantuku memang keren" ucap Mommy yang ikut menimpali.
Sementara Galen hanya diam saja dengan wajah datar. Bagaimana mungkin dia bisa bahagia dengan pernikahan yang sama sekali tidak dia inginkan. Sementara wanita yang dia cintai, entah berada dimana dan bagaimana keadaannya pun tidak tahu. Galen masih belum bisa menemukan keberadaan Nirmala.
"Jika sudah, aku harus kembali ke Kantor"
Mama berdecak kesal dengan sikap dingin anaknya ini. Wajahnya yang bahkan tidak ada senyuman sedikit pun sejak tadi. Mama memukul pelan lengan anaknya itu.
"Kamu buru-buru sekali, ajak dulu Laura makan siang. Dia pasti belum makan siang" ucap Mama.
"Tidak perlu Tante, lagian aku juga harus kembali ke Butik. Sekarang 'kan tidak ada Nirma, jadi aku mengerjakan semuanya sendirian"
"Ck, sudah Mommy suruh kamu untuk cari pekerja lain. Lagian kalian juga jarang sekali mempunyai waktu berdua. Cepatlah pergi sekarang, urusan Butik biar nanti Mommy carikan Asisten baru untukmu"
Laura hanya menghela nafas pelan mendengar itu. Dan akhirnya mereka juga tidak akan pernah bisa menolak lagi dari orang tua yang selalu memaksa. Berakhir di Restoran dengan pesanan makanan di atas meja. Keduanya makan dengan tenang, sampai makanan habis.
"Bagaimana? Apa keberadaan Nirma sudah ditemukan?" tanya Laura.
Galen menghembuskan nafas pelan, menatap ke arah Laura dengan tatapan yang sulit diartikan. "Belum ada hal yang menunjukan keberadaannya sekarang. Apa kau tidak coba untuk menanyakan pada Ibu kamu kemana Nirmala pergi? Karena mengecek keberangkatan malam itu, tidak ada nama Nirmala sebagai penumpang Pesawat"
Laura terdiam dengan terkejut atas ucapan Galen barusan. Dia sama sekali belum tahu tentang hal ini. "Kalau begitu, kemana Nirmala pergi? Aku sudah beberapa kali menanyakan pada Mommy, tapi dia tidak pernah mau memberitahu kemana dia mengirim Nirma pergi"
Galen mengusap wajah kasar, sedikit mengacak rambutnya sekarang. Karena memang sebenarnya dia juga tidak tahu harus bagaimana lagi mencari keberadaan Nirmala. Seolah semua tentang dia tertutup begitu buntu untuk bisa menemukannya.
"Aku juga tidak tahu, semuanya masih terlalu teka-teki sulit untuk dipecahkan"
*
Laura kembali ke Rumah, melihat Daddy yang sedang duduk di sofa tunggal dekat kaca jendela dengan sebuah majalah bisnis di tangannya. Laura langsung menghampirinya.
"Sudah pulang La, dimana Mommy?"
Laura mengangkat bahu, menandakan jika dia tidak tahu kenapa Ibunya belum pulang. "Apa Daddy tahu ke Negara mana Nirma pergi?"
Daddy langsung menoleh pada Laura, dia menutup majalah ditangannya. "Kenapa tidak kamu menanyakan pada Mommy? Karena Daddy juga tidak begitu tahu dimana tepatnya, tapi sepertinya ke arah Eropa"
Laura terdiam, itu begitu jauh. Dan kenapa Mommy sampai begitu tega membiarkan Nirmala pergi jauh begitu, padahal dia tahu jika Nirmala belum pernah pergi ke Luar Negara seperti ini. Bagaimana dia bisa menjalani kehidupan disana.
"Aku merindukannya, biasanya selalu ada dia kemana pun aku pergi. Sekarang, aku kehilangan dia. Kenapa sih, Mommy harus sampai mengirim Nirmala pergi sejauh itu. Masalah dia dengan Galen, bukan masalah bagiku"
Daddy langsung menoleh dan menatap anaknya dengan lekat. "Laura Jovanka! Apa kau tidak mencintai Galen lagi?"
Laura terdiam saja dengan wajah menunduk. Terkejut juga dengan ucapan Daddy barusan.
Bersambung
lanjut kak tetap semangat 💪💪💪