Cayenne, seorang wanita mandiri yang hidup hanya demi keluarganya mendapatkan tawaran yang mengejutkan dari bosnya.
"Aku ingin kamu menemaniku tidur!"
Stefan, seorang bos dingin yang mengidap insomnia dan hanya bisa tidur nyenyak di dekat Cayenne.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SuciptaYasha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
29 Akibat berbohong
Keesokannya, Stefan kembali bangun lebih awal. Ia memeriksa kondisi pergelangan kaki Cayenne yang bengkak dan tampak lebih baik dibandingkan sebelumnya. Keadaan kakinya tampaknya membaik, dan Cayenne tertidur nyenyak di sampingnya.
"Situasi kita memang terasa sedikit aneh, tetapi aku merasa nyaman dan alami dengan semua ini," pikir Stefan dengan senyum tersungging di wajahnya.
Dengan hati-hati, ia meninggalkan kamar tanpa membangunkan Cayenne dan memutuskan untuk berolahraga sejenak. Ketika wanita itu hadir dalam hidupnya, beberapa sesi latihannya sering kali terlewatkan karena kenyamanan tidur bersamanya.
Sementara itu, Luiz dan Kyle merasa khawatir dengan kakak perempuan mereka. Kemarin, kakak mereka meninggalkan rumah tanpa memberikan penjelasan atau mengabari mereka.
Mereka terkadang saling melempar pandang khawatir dan terpaksa berbohong kepada ibu mereka demi melindungi sang kakak.
"Kamu yakin dia baik-baik saja dan tidak dieksploitasi oleh bosnya?" Luiz bertanya dengan nada khawatir.
Ia berbisik kepada saudara laki-lakinya, berusaha agar ibu mereka tidak mengetahui situasinya. Mereka merahasiakan bahwa mereka menerima hadiah mewah dari bos Cayenne, yang hanya akan memicu serentetan pertanyaan dari ibu mereka.
Cayenne tidak terlihat saat Arthur mengunjungi rumah sakit, sehingga ia bertanya. "Dia tidak datang hari ini?"
"Hm. Dia menyesuaikan jadwalnya untuk menemuiku."
"Tapi bukankah seharusnya itu hanya sekali, saat acara penghargaan?"
"Kau tahu kakakku, dia selalu berusaha bekerja pada hari liburnya untuk menambah penghasilan," Kyle memberikan alasan yang masuk akal.
Arthur pun percaya tanpa keraguan. "Ngomong-ngomong, bu, kami akan mencoba meyakinkannya untuk ibu bisa tinggal di rumah."
"Serius? Kalian tidak masalah?" tanya ibu mereka. Ia beranggapan bahwa anak-anaknya tidak begitu suka perubahan karena ia jelas membutuhkan banyak perhatian dengan kondisi kesehatannya.
"Kami tidak menolak. Memang benar, dokter telah menjelaskan kondisinya kepada kami. Namun, kakak tidak akan menyerah begitu saja, dia keras kepala sepertimu." Kyle menjelaskan.
Ia punya alasan ingin ibu mereka tinggal di rumah, termasuk berharap Cayenne bisa berhenti bekerja keras siang dan malam. Dia juga ingin lebih sering menghabiskan waktu dengan ibu mereka.
Luiz sependapat. Meski tidak yakin apakah mereka bisa meyakinkan kakak mereka, ia tahu bahwa itulah yang terbaik untuk mereka semua.
Di sisi lain, Cayenne benar-benar tidak mengetahui segalanya. Ia masih menikmati tidurnya sementara Stefan menjalankan rutinitasnya.
Sekitar jam sembilan pagi, akhirnya ia terbangun dan melihat Stefan sedang duduk di sofa membaca laporan yang dikirim oleh Chris.
Saat Stefan menatapnya, entah kenapa Cayenne merasa sangat malu. Wajahnya yang memerah membuat Stefan khawatir.
"Kamu baik-baik saja? Wajahmu merah. Apa kamu demam?"
"Tidak, aku hanya merasa malu," ia berbisik, namun Stefan masih bisa mendengarnya.
"Terimalah. Kita saling menjaga ketika diperlukan. Istilahnya saling memberi dan menerima."
"Aku lebih banyak menerima darimu daripada memberi."
"Tak masalah, tunggu saja giliranmu untuk memberikan semuanya kepadaku."
"Bukan begini lagi."
"Memang, aku menikmati kenyataan bahwa aku buruk dalam memilih kata-kata dan sering salah menggunakannya."
Cayenne merasa tak berdaya di hadapannya. Meski sering jahil, ia tetap lembut. Membuatnya bingung tetapi ia ragu bertanya alasannya. Ia idak ingin mengetahui alasan di balik semua gestur kecil yang dibuat pria itu.
Cayenne mengedarkan pandangan mencari ponselnya dan saat ingin turun dari tempat tidur, Stefan dengan sigap mengambilkan tasnya dari sofa dan memberikannya padanya.
Mendapati waktu dari layar ponselnya, ia pun berencana menelepon adiknya..
"Sekarang sudah jam 9:27? Ponselku rusak? Apa ini waktu yang benar?"
"Ya, mendekati jam 9:30 pagi."
Mata Cayenne melebar dan ia membuang ponselnya ke atas kasur. "Astaga! Kenapa kamu tidak membangunkanku? Mereka pasti akan mencurigaiku."
"Kenapa kita tidak jujur saja kepada mereka?"
"Sekarang? Kakiku masih sakit."
"Itu alasan yang bagus untuk jujur. Kamu bisa bilang kakimu terkilir, makanya tidak bisa pulang."
"Bisa kamu jelaskan pada mereka? Aku nggak jago dalam hal ini, tapi kamu jagonya dalam hal itu."
"Kamu serius memujiku? Kenapa kedengaran sarkas?"
"Itu perasaanmu saja. Aku benar-benar memujimu."
"Jadi, apakah mengajak mereka ke sini?"
"Kamu ingin bicara dengan mereka di sini?" tanya Cayenne tidak habis pikir.
"Kalau tidak, di mana lagi? Kamu mau jalan sambil menahan sakit?"
Cayenne menatapnya sejenak. "Lakukan sesukamu."
"Kamu yakin?"
"Tolong jangan bicara yang tidak perlu."
"Apa maksudmu?"
"Aku juga tidak tahu. Pastikan saja reputasiku tetap baik di mata mereka."
"Baik, Bu." jawab Stefan bercanda.
"Jangan panggil aku Bu. Kenapa aku harus repot mengurusmu?"
"Kita ditakdirkan bertemu. Kamu butuh uang, aku punya. Aku butuh orang untuk menemani tidur, dan kamu ada buatku. Memang seperti takdir."
"Baiklah. Ini takdir. Biar takdir saja yang menentukan setelah kamu bicara dengan adikku."
Meskipun berusaha yakin dia bisa menangani ini, Cayenne tetap cemas. Dia tak ingin adik adiknya menganggap rendah dirinya. Dia khawatir reputasinya sebagai wanita baik-baik ternodai.
Dia tak ingin keluarganya merasa malu atau terluka karenanya.
"Ya Tuhan, tolong beri mereka pengertian," gumamnya sambil berbaring.
Dia menyerahkan urusan dalam memberi menjelaskan kepada Stefan. Semua ini terjadi karena Stefan lah yang memberi hadiah-hadiah mewah dan menyebabkan kebohongannya terbongkar.
'Tik! Tok! Tik! Tok!'
Waktu terasa melambat hingga akhirnya jam makan siang mendekat. Stefan mengundang adik adik Cayenne untuk makan siang dan membicarakan situasinya.
Kyle dan Luiz gugup menerima ajakan itu, apalagi kakak perempuan mereka tak juga membalas pesan mereka.
Sejujurnya, Cayenne pun merasa cemas. Dia terlibat langsung dengan Stefan dan takut keluarganya salah paham.
Stefan memberi mereka alamat tempat dia dan Cayenne menginap. Di waktu yang sama, dia menyewa taksi untuk menjemput mereka dari rumah sakit, tempat terakhir mereka bertemu Cayenne.
Keberuntungan berpihak, Arthur sudah pulang begitu mengetahui Cayenne tak ada di rumah sakit.
Makin sedikit orang yang tahu soal hubungan mereka, makin tenang Cayenne. Hanya beberapa orang yang tahu soal ini dan Cayenne harus lebih berhati-hati agar tak lebih banyak yang tahu.
"Kamu ingin bersamaku saat aku bicara dengan mereka? Akan lebih baik jika kau ada di sana juga."
"Aku bakal gugup."
"Jangan khawatir. Adik adikmu itu cerdas."
"Bukan-"
"Ding! Dong!"
Bel berbunyi dan wajah Cayenne memucat. "Ya Tuhan! Aku merasa akan mati karena panik ini," gumamnya sambil memegangi dadanya. "Kalau aku ada masalah jantung, pasti sudah berkali-kali mati."
"Tenang, ya? Aku bisa mengurus ini. Setidaknya tunggu setengah jam sebelum kamu keluar."
"Hn."
Stefan keluar dari kamar, berjalan menuruni tangga, dan membuka pintu. Di depan, berdiri dua saudara Cayenne, terlihat serius dan tidak ramah menatapnya.
"Kembalikan kakak kami," ucap Kyle dengan tegas.