Gadis cantik selesai mandi, pulang ke gubugnya di tepi sungai. Tubuh mulus putih ramping dan berdada padat, hanya berbalut kain jarik, membuat mata Rangga melotot lebar. Dari tempatnya berada, Rangga bergerak cepat.
Mendorong tubuh gadis itu ke dalam gubug lalu mengunci pintu.
"Tolong, jangan!"
Sret, sret, kain jarik terlepas, mulut gadis itu dibekap, lalu selesai! Mahkota terengut sudah dengan tetesan darah perawan.
Namun gadis itu adalah seorang petugas kesehatan, dengan cepat tangannya meraih alat suntik yang berisikan cairan obat, entah apa.
Cross! Ia tusuk alat vital milik pria bejad itu.
"Seumur hidup kau akan mandul dan loyo!" sumpahnya penuh dendam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Syarifah Hanum, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29
Mereka memandangi mobil yang membawa Nadira pergi itu hingga hilang di telan jarak.
"Kemana Nadira pindah bi?", tanya Dikki kesal.
Ia cemburu dengan pria sangar itu, sebagai sesama pria dewasa, ia paham, cara memandangnya pada Nadira. Tatapan memuja untuk gadis yang didamba.
" Kejar Ki!", sentak bu Dinna memberi semangat.
"Dia gadis kaya, rugi jika dianggurin!", desaknya lagi.
" Ibu tidak melihat tadi, pengawalnya tiga orang, seram seram pula, mana berani aku?!", dengkus Dikki tidak terima.
Hatinya dongkol setengah mati, bakal Atm berjalannya telah pergi.
Pada hal sejuta rencana sudah ada dalam pikirannya.
Gadis kaya itu, telah jauh dari jangkauannya, punya pengawal pribadi pula, pikir Dikki nelangsa.
"Gadis yang ku incar ternyata kaya raya! Mirip judul novel ya bang! Ha ha ha..!", kata Bella mencemooh Dikki dengan sadis.
" Patah hati karena sumber uangku kabur!".
Tanpa ampun, Bella kembali menyemburkan racun berbisa dari mulutnya.
Di saat Bella habis habisan membuli Dikki, Nadira duduk diam di samping Ganda yang sedang menyetir.
Sedangkan dua teman Ganda, ada di bak belakang, menjaga barang barang milik Nadira.
Ada banyak pertanyaan bermunculan di benak Ganda. Namun sebagai preman jalanan yang selalu bertemu banyak orang, dia bisa membaca karakter Nadira.
Gadis di sebelahnya itu, bukan orang yang gampang membuka diri kepada sembarang orang, apa lagi orang yang baru ia kenal.
Setelah hampir satu jam, mereka tiba di depan ruko. Cepat cepat Nadira turun dan mendekati salah satu teman Ganda.
"Bang, tolong beli nasi bungkus untuk kita ya! Terserah mau pakai lauk apa, kalau aku porsi setengah pakai rendang. Jangan lupa air mineral botolan juga ya bang, empat botol!"
Nadira menyerahkan uang merah dua lembar.
Ganda mendengkus, ia sebenarnya tak suka terlalu banyak memakai uang Nadira, namun ia juga tidak boleh egois, dua temannya itu butuh makan, sedangkan dia tidak punya uang.
"Ini kembaliannya mbak!"
Salah seorang teman Ganda menyerahkan uang selembar seratus ribuan.
"Cuma habis seratus mbak, itu pun sudah pake beli rokok dua bungkus!"
"Kembaliannya buat kalian saja!"", ucap Nadira ikhlas.
Ia bisa membaca gelagat orang orangnya Ganda, mereka memang preman jalanan, namun Nadira bisa membaca ketulusan dalam mereka bersikap, tidak munafik!!
" Mbak Nadira, ongkos yang sudah disepakati sudah termasuk uang makan, jadi tidak perlu ditambahi lagi!", ucap Ganda sungkan.
"Tidak apa mas Ganda! Hitung hitung uang ongkosnya untuk tambah tambah belanja istri. Pasti istri mas Ganda senang sekali jika dapat bonus ya kan?". Senyum Nadira manis sekali saat ia bicara seperti itu.
" Tapi mas Ganda masih jomblo mbak!"
Tawa berderai keluar dari mulut kedua rekan Ganda. Suara mereka heboh sekali. Sedangkan Ganda cuma nyengir kuda saja diledek temannya.
Nadira pun cuma tertawa kecil menanggapi candaan dua rekan Ganda tersebut.
Kemudian mereka menyusun barang barang Nadira sesuai dengan kemauan pemiliknya.
"Terimakasih atas bantuannya ya mas Ganda dan teman teman!"
Nadira menangkupkan tangan ke dada, tanda mengusir secara halus. Tampaknya Ganda cukup paham isyarat dari Nadira, ia mengguit temannya mengajaknya pergi dari ruko Nadira.
"Gila lu bro, kok kamu bisa jinak begitu di hadapan cewek itu?!"
Salah satu teman Ganda tertawa mengejek, pria gondrong itu tahu jika Ganda sedang ada rasa dengan perempuan yang tadi memajai jasa mereka.
"Biasa saja kali!", sahut Ganda cuek, ia terus saja menyesap rokoknya dengan tatapan ke depan. Memikirkan apa yang barusan diucapkan oleh salah seorang temannya.
" Pepet terus bro!", ucap rekan satunya terus mengompori, Ganda.
"Spek bidadari bro!"
"Cantik dan kaya lagi!"
"Tapi sepertinya dia hamil ya? Lalu mana suaminya?"
"Bekasan dong!"
Braak..!
Ganda memukul meja dengan kuat hingga menimbulkan suara yang cukup keras.
"Kalian apa apaan sih? Jangan terlalu cepat menghakimi seseorang, kita tidak.tahu apa yang telah terjadi pada dirinya!", sembur Ganda marah.
Ia tidak suka salah seorang temannya itu bermulut lemes mirip emak emak.
Kedua temannya itu saling sikut sikutan, lalu menunduk, takut akan kemarahan Ganda, orang dianggap bos preman oleh mereka.
" Nadira memang sedang hamil! Mungkin baru memasuki bulan kelima.
Namun yang menjadi pertanyaannya, mengapa dia sendirian di tengah belantara ibu kota ini?
Bagaimana jika ada orang yang berniat jahat padanya? Seperti pria di kontrakannya tadi?" Ganda berkata sendiri, bertanya sendiri, sehingga kedua temannya itu cuma saling melempar pandang dan melengkungkan bibir ke bawah.
Mereka salut pada Ganda, walau pun dia ketua preman, suka melakukan pungutan liar pada pelaku usaha, namun pantang bagi mereka untuk menjahati perempuan.
Apa lagi sepertinya bos mereka itu sedang bermain hati pada perempuan cantik itu.
"Bos, apa tidak kasihan jika mbak Nadira tinggal di ruko itu?"
"Memangnya kenapa?"
"Apa bos lupa dengan kasus tiga tahun yang lalu? Sejak itu ruko itu kosong, tidak ada yang berani menempatinya, baru mbak Nadira yang mengontrak di situ.
Apa pemiliknya tidak mengatakan yang sesungguhnya? Mana mbak Nadira hamil lagi?"
Ganda menarik nafas berat, menghirup udara sebanyak banyaknya, lalu menghembuskannya dengan kasar.
"Tapi malam pertama dia tidur di situ, semuanya baik baik saja, tidak ada keluhan yang keluar dari mulutnya", kata Ganda miris.
" Kasihan mbak Nadira. Apa yang bisa dilakukan oleh perempuan hamil di ruko yang lumayan besar itu. Lagi pula, apa tidak berat baginya naik turun tangga?"
"Kita tidak ikut campuri urusan mbak Nadira. Apa kamu tidak melihat bagaimana sikapnya terhadap kita.
Ia memang cukup sopan bersikap pada kita, namun ia juga membatasi diri terhadap kita", ucap Ganda.
"Ah sudahlah, tidak usah membahas mbak Nadira. Pulanglah kalian, tidur, nanti malam pukul sepuluh kita ngumpul seperti biasa !"
Ganda membubarkan diri dan teman temannya. Ia ingin segera pulang dan tidur agar nanti malam bisa menjaga keamanan wilayah kekuasaannya, terutama di depan ruko mbak Nadira, perempuan cantik yang sudah mencuri hatinya.
"Ini bu, ada sedikit rezeki! Ganda memberikan uang upah dari Nadira tadi.
Nadira memberi uang lima ratus ribu, tiga ratus buat pemilik mobil. Seratus untuk Ganda dan sisanya dua rekannya itu saling berbagi sama rata.
" Ada duit kamu Nda?", tanya ibunya heran, sekaligus senang.
Walau pun kerja anaknya itu tidak jelas, namun sebagai anak, Ganda sangat menyayangi ibunya dan selalu memberikan ibunya uang.
"Tadi bantuin orang pindahan bu!", sahut Ganda lalu meninggalkan ibunya untuk masuk ke kamarnya dan tidur.
" Bu, nanti jam sembilan malam, tolong banguni ya bu! Ganda mau jaga ruko!"
Ibunya Ganda tidak menyahuti ucapan anaknya, ia cukup heran dengan tingkah anaknya kali ini, aneh, tidak seperti biasanya.
Sedangkan di kamarnya, Ganda tidak bisa langsung tidur nyenyak. Ia gelisah memikirkan Nadira.
"Bagaimana andai dia tahu, jika di ruko itu pernah terjadi peristiwa gantung diri?", keluhnya nelangsa.