seorang CEO cantik, seksi, dan galak, yang terjebak dalam dinamika dunia kerja dan cinta. Dia harus menghadapi tantangan dari mantan suaminya, mantan pacar Tanier, dan berbagai karakter wanita seksi lainnya yang muncul dalam hidupnya. Tanier, karyawan Lieka yang tampan, sabar, dan kocak, berjuang untuk memenangkan hati Lieka dan membantu perusahaan mereka bertahan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon tanier alfaruq, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29: Menghadapi Realitas
Pagi menjelang dengan lembut, sinar matahari mulai menyelinap masuk ke dalam ruangan melalui tirai jendela yang setengah terbuka. Lieka terbangun terlebih dahulu, merasakan kehangatan tubuh Tanier di sampingnya. Dia tersenyum melihat wajah tenang Tanier saat tidur, hatinya dipenuhi rasa syukur dan cinta.
Namun, kenangan tentang panggilan telepon Sugi masih menghantui pikirannya. Lieka tahu dia tidak bisa mengabaikannya selamanya. Dengan hati-hati, dia melepaskan diri dari pelukan Tanier dan beranjak ke kamar mandi untuk menyegarkan diri.
Setelah menyikat gigi dan mencuci muka, dia kembali ke kamar, menemukan Tanier masih tertidur. Dia duduk di tepi tempat tidur dan menatapnya, berusaha merenungkan apa yang harus dilakukan selanjutnya.
Ketika Tanier akhirnya membuka matanya, dia tersenyum melihat Lieka. “Pagi, sayang. Apa kau sudah siap untuk hari ini?” tanyanya, suaranya masih serak dari tidur.
Lieka menarik napas dalam-dalam. “Pagi. Aku… aku rasa kita perlu bicara tentang Sugi,” ujarnya, mencoba menjaga nada suaranya tetap tenang meskipun di dalam hatinya bergejolak.
Tanier duduk dan memperhatikan wajah Lieka. “Apa yang ingin kau bicarakan?”
“Dia meneleponku tadi malam,” kata Lieka, suara yang bergetar sedikit. “Aku menolak untuk menjawabnya, tetapi aku tahu dia tidak akan berhenti begitu saja. Dia pasti akan terus berusaha menghubungiku.”
“Jika itu yang dia inginkan, kita harus bersiap-siap,” jawab Tanier, nada suaranya mulai serius. “Aku tidak ingin kau merasa tertekan. Aku di sini untuk mendukungmu.”
“Terima kasih, Tanier. Aku tidak ingin masa laluku mengganggu hubungan kita,” Lieka mengatakan dengan tatapan penuh harap. “Aku ingin kita fokus pada masa depan.”
Tanier meraih tangan Lieka dan menggenggamnya dengan lembut. “Kita akan menghadapi ini bersama. Jika dia mencoba mengganggumu, kita bisa bekerja sama untuk menanganinya. Kita akan berbicara dengan jelas tentang batasan yang perlu kau tetapkan.”
Lieka merasa sedikit lebih tenang mendengar kata-kata Tanier. “Aku tidak ingin terjebak dalam drama. Aku ingin hidupku dan perusahaan ini berjalan dengan baik,” katanya.
“Mulai hari ini, kita harus menghadapi semua ini sebagai tim. Apapun yang terjadi, aku akan selalu ada di sisimu,” jawab Tanier dengan percaya diri.
Mereka berdua kemudian bersiap untuk berangkat ke kantor. Lieka berpakaian rapi dengan blazer hitam dan celana panjang, penampilannya sangat profesional dan berkarisma. Sementara Tanier mengenakan setelan yang membuatnya terlihat semakin menarik.
Di kantor, suasana tampak berbeda. Banyak karyawan yang tampak memperhatikan Lieka dengan rasa hormat dan kekaguman. Namun, ada juga bisikan yang menyebar di kalangan mereka, terutama setelah kabar hubungan mereka berdua mulai diketahui.
“Selamat pagi, CEO!” sapa Adrian, rekan kerja Tanier, dengan nada menggoda. “Bagaimana kabar cinta pagi ini?”
Lieka tersenyum, meskipun dalam hati dia merasa sedikit cemas. “Selamat pagi, Adrian. Semua baik-baik saja, terima kasih.”
Sebelum mereka bisa beranjak lebih jauh, pintu ruangan terbuka, dan muncul Sugi, mantan suami Lieka. Suasana ruangan tiba-tiba menjadi tegang. Semua mata beralih ke arah Sugi, yang tampak percaya diri namun ada sedikit raut kekhawatiran di wajahnya saat melihat Lieka dan Tanier.
“Lieka,” panggil Sugi, berusaha mengatur nada suaranya. “Kita perlu bicara.”
Lieka menegakkan punggungnya, berusaha untuk tetap tenang. “Sugi, sekarang bukan waktu yang tepat. Aku sedang bekerja.”
“Ini penting,” jawab Sugi, berusaha menarik perhatian Lieka. “Kita tidak bisa terus seperti ini. Kita perlu menyelesaikan masalah kita.”
Tanier berdiri di samping Lieka, menunjukkan dukungannya. “Sugi, kau sudah membuat keputusan untuk pergi. Sekarang, kita harus menghormati keputusan itu dan fokus pada kehidupan kita masing-masing.”
Sugi mengalihkan pandangannya ke Tanier. “Kau seharusnya tidak ikut campur dalam urusan kami,” ujarnya, suara mulai meninggi.
Lieka merasakan ketegangan semakin meningkat. “Sugi, ini tidak hanya tentang kita berdua lagi. Ini tentang hidupku, dan aku ingin maju tanpa tekanan dari masa lalu. Aku harap kau mengerti itu.”
Suasana di sekitar mereka semakin tegang, dan Tanier merasa perlu untuk mengambil langkah. “Lieka berhak menentukan arah hidupnya sendiri. Jika kau tidak menghormati itu, kita tidak akan pergi ke mana-mana,” kata Tanier tegas.
Akhirnya, Sugi mendengus dan berbalik pergi, meninggalkan ruang rapat yang dipenuhi ketegangan. Tanier dan Lieka saling bertukar pandang, saling memberikan dukungan.
“Kita akan baik-baik saja,” kata Tanier dengan lembut, mengusap punggung tangan Lieka.
“Terima kasih, Tanier. Aku tahu aku bisa mengandalkanmu,” jawab Lieka, merasa lebih kuat dengan kehadiran Tanier di sisinya.
Setelah ketegangan yang terjadi di ruang rapat, Lieka dan Tanier kembali ke meja mereka, berusaha meredakan suasana hati yang berat. Meskipun Sugi pergi, dampak dari kehadirannya masih terasa, seperti awan gelap yang menggantung di atas kepala mereka.
Lieka menarik napas dalam-dalam dan berusaha mengUmpulkan pikiran. “Kita harus fokus pada proyek besar yang akan datang. Kita tidak bisa membiarkan Sugi atau siapapun mengganggu kinerja tim kita,” katanya, berusaha menegaskan kembali prioritas mereka.
Tanier mengangguk, “Benar. Mari kita buat rencana strategis untuk presentasi besok. Aku yakin kita bisa membuatnya lebih baik.”
Selama beberapa jam ke depan, mereka bekerja sama, merancang presentasi dan mempersiapkan materi yang akan dipresentasikan kepada dewan. Kerjasama mereka semakin harmonis, dan Lieka merasa bersemangat dengan keberadaan Tanier di sampingnya. Mereka berbagi ide, tawa, dan semangat, menghilangkan ketegangan yang sebelumnya ada.
Saat waktu istirahat tiba, Tanier mengajak Lieka untuk pergi ke taman kantor. “Kita perlu sejenak menjauh dari pekerjaan. Aku tidak ingin kau terlalu tertekan dengan semua ini,” ujarnya, menarik tangan Lieka dengan lembut.
Lieka tersenyum dan mengikuti Tanier. Taman kantor yang hijau dan asri memberikan suasana yang menyegarkan. Mereka duduk di bangku di bawah pohon rindang, menikmati sinar matahari yang lembut.
“Lieka,” Tanier memulai, “aku ingin kau tahu bahwa apapun yang terjadi, aku ada di sini untukmu. Jangan ragu untuk berbagi bebanmu denganku.”
“Terima kasih, Tanier. Kamu membuat semua ini terasa lebih mudah,” kata Lieka dengan tulus. “Tapi aku khawatir tentang apa yang mungkin Sugi lakukan selanjutnya.”
Tanier menggenggam tangan Lieka, memberi dukungan tanpa kata. “Kita akan hadapi semua itu bersama. Kita sudah melalui banyak hal, dan kita pasti bisa melewati ini.”
Setelah beberapa saat, mereka kembali ke kantor. Tanier berencana untuk menemui Adrian dan rekan-rekan lainnya untuk mempersiapkan presentasi, sementara Lieka kembali ke mejanya. Dia merasa ada yang berbeda dalam cara dia memandang pekerjaannya. Dengan Tanier di sisinya, dia merasa lebih kuat dan siap menghadapi tantangan.
Namun, sore harinya, saat mereka hampir menyelesaikan presentasi, pintu ruang rapat terbuka kembali, dan muncul Sundari, mantan pacar Tanier. Wajahnya tampak tegas dan penuh percaya diri, seolah-olah dia tidak merasa sedikitpun terintimidasi dengan kehadiran Lieka.
“Tanier, kita perlu bicara,” ucap Sundari, suaranya tegas dan tidak terduga.
Lieka bisa merasakan ketegangan di udara. Tanier berpaling, ekspresi wajahnya berubah. “Sekarang bukan waktu yang tepat, Sundari. Kami sedang bekerja.”
“Tapi ini penting. Aku ingin membahas tentang kita,” kata Sundari, menatap Lieka dengan nada provokatif. “Sepertinya kamu sudah menggantikan posisiku, bukan? Apakah itu yang kamu inginkan, Tanier?”
Lieka merasa gelombang emosi menghantamnya. Dia tahu dia tidak bisa membiarkan Sundari merusak apa yang telah mereka bangun. “Tanier dan aku sedang fokus pada proyek ini, Sundari. Apa yang sudah berlalu, biarkan berlalu,” katanya, berusaha untuk tenang.
Sundari tertawa sinis. “Kau mungkin bisa berpura-pura kuat, tapi aku tahu betul apa yang kamu rasakan. Tanier dan aku memiliki sejarah yang tak bisa kamu pungkiri,” ujarnya dengan nada menghina.
Tanier menatap Sundari dengan tegas. “Sundari, itu masa lalu. Aku sudah membuat pilihan untuk bersamamu, tetapi sekarang aku memilih Lieka. Tolong hargai keputusan ini dan jangan coba-coba mengganggu hidup kami lagi.”
“Dan jika aku tidak mau?” tantang Sundari, tatapan matanya penuh tantangan.
“Jika kamu tidak mau, aku akan melakukan apapun yang diperlukan untuk melindungi apa yang berharga bagiku,” Tanier menjawab dengan tegas, menjelaskan bahwa dia siap berjuang untuk Lieka.
Mendengar pernyataan Tanier, Lieka merasa terharu. Dia tahu Tanier benar-benar berkomitmen untuk mereka. “Tanier benar, Sundari. Kami tidak ingin terlibat dalam drama. Mari kita semua fokus pada pekerjaan dan meninggalkan masa lalu di belakang.”
Sundari menatap Lieka sejenak, lalu tertawa dengan nada mengejek. “Baiklah, kita lihat saja bagaimana semuanya berakhir. Aku akan kembali,” ujarnya sebelum pergi, meninggalkan ketegangan di antara mereka.
Lieka merasa hatinya berdebar. “Apakah kamu yakin bisa menghadapi semua ini?” tanyanya, khawatir.
Tanier menggenggam tangan Lieka. “Ya, dan aku tidak akan membiarkan siapapun menghancurkan apa yang kita miliki. Bersama-sama, kita akan mengatasi semuanya.”
Lieka merasakan ketegangan sedikit mereda, meskipun ancaman Sundari masih ada. Dia menyadari bahwa tantangan tidak akan berhenti datang, tetapi dengan Tanier di sisinya, dia merasa lebih kuat. Mereka berdua bersiap untuk menghadapi apa pun yang akan terjadi, berkomitmen untuk menjaga hubungan dan perusahaan mereka tetap utuh.