NovelToon NovelToon
Mira: Jiwa Api, Darah Malam

Mira: Jiwa Api, Darah Malam

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Vampir
Popularitas:811
Nilai: 5
Nama Author: revanyaarsella

Mira Elvana tidak pernah tahu bahwa hidupnya yang tenang di dunia manusia hanyalah kedok dari sesuatu yang jauh lebih gelap. Dibalik darahnya yang dingin mengalir rahasia yang mampu mengubah nasib dua dunia-vampir dan Phoenix. Terlahir dari dua garis keturunan yang tak seharusnya bersatu, Mira adalah kunci dari kekuatan yang bahkan dia sendiri tak mengerti.

Ketika dia diculik oleh sekelompok vampir yang menginginkan kekuatannya, Mira mulai menyadari bahwa dirinya bukanlah gadis biasa. Pelarian yang seharusnya membawa kebebasan justru mempertemukannya dengan Evano, seorang pemburu vampir yang menyimpan rahasia kelamnya sendiri. Mengapa dia membantu Mira? Apa yang dia inginkan darinya? Pertanyaan demi pertanyaan membayangi setiap langkah Mira, dan jawabannya selalu membawa lebih banyak bahaya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon revanyaarsella, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 29: Pertarungan yang Tidak Terelakkan

Pagi itu, Mira membuka matanya dengan perasaan yang berbeda. Biasanya, setiap kali dia bangun, dia merasa terjebak dalam lingkaran misteri yang tiada akhir. Namun kali ini, ada sesuatu yang berubah. Ada dorongan dalam dirinya yang tak bisa ia abaikan, seolah setiap sel dalam tubuhnya menuntut untuk bergerak maju. Pikirannya dipenuhi dengan naskah yang ia temukan tadi malam—tentang Adriel dan takdir gelap yang sudah lama tertulis untuknya. Namun, yang paling mengganggu adalah keraguannya terhadap Evano. Jika Evano memang tahu semua ini sejak awal, mengapa dia diam?

Di sisi lain, bayangan Adriel juga tidak pernah lepas dari pikirannya. Sosok misterius yang penuh teka-teki itu telah datang dalam hidupnya dengan begitu tiba-tiba, seolah-olah seluruh dunia Mira sedang diarahkan menuju konfrontasi besar dengan makhluk itu. Dan lebih buruk lagi, Adriel tidak datang sebagai musuh langsung. Kata-kata dan sikapnya yang ambigu hanya menambah kebingungan dalam hati Mira. Apakah dia benar-benar musuh, atau ada sesuatu yang lebih kompleks di balik rencana Adriel?

Sambil merenung, Mira menyiapkan dirinya. Hari ini, dia tidak bisa lagi hanya menunggu jawaban datang kepadanya. Semua misteri yang menyelimutinya selama ini harus segera terungkap. Dia harus menghadapi Evano, menuntut penjelasan yang selama ini ditahannya. Namun, di balik tekadnya itu, ada keraguan yang mengusik hati kecilnya. Bagaimana jika Evano ternyata bukan seperti yang selama ini ia percayai? Bagaimana jika ada kebenaran yang lebih mengerikan di balik sikapnya yang dingin namun penuh kasih?

---

Setelah memutuskan langkahnya, Mira berjalan keluar menuju ruang latihan. Dia tahu di mana Evano biasa berada di pagi hari—melatih para penjaga istana. Seperti yang diduga, Evano ada di sana, memberikan arahan pada sekelompok prajurit yang sedang berlatih dengan pedang. Mata Mira menyipit, tubuhnya tegang. Evano adalah pria yang ia percaya, namun kali ini, dia datang dengan satu tujuan: menuntut kejujuran.

Saat Evano menyadari kehadirannya, ekspresi di wajahnya berubah dari fokus menjadi kaku. Dia bisa merasakan perubahan suasana yang tiba-tiba. Mata Mira tidak menyiratkan kelembutan atau keraguan seperti biasanya. Kali ini, ada ketegasan yang membuat Evano waspada.

"Evano," panggil Mira, suaranya tenang tapi penuh tekanan. "Aku ingin bicara denganmu. Sekarang."

Evano memberi isyarat kepada prajurit untuk berhenti, lalu berjalan mendekati Mira. Wajahnya tetap tenang, namun ada sesuatu dalam sorot matanya yang menyiratkan kegelisahan. "Apa yang ingin kau bicarakan?" tanyanya, meski dia mungkin sudah bisa menebak arahnya.

Mira menarik napas dalam-dalam. Ada banyak emosi yang bergolak dalam dirinya—kemarahan, kebingungan, bahkan sedikit ketakutan. Namun, dia menahannya. Dia tidak bisa membiarkan perasaannya mengaburkan tujuan utamanya.

"Aku tahu tentang Adriel," Mira mulai, langsung ke intinya. "Aku tahu bahwa kau sudah lama menyembunyikan kebenaran dariku. Kau tahu siapa dia, apa yang dia inginkan dariku, dan mengapa aku sangat penting baginya. Dan yang paling penting, kau tahu lebih banyak tentang diriku daripada yang pernah kau ceritakan."

Wajah Evano mengeras. Untuk sesaat, dia terdiam, seolah sedang menimbang-nimbang bagaimana harus merespons. Lalu, dia berkata dengan suara rendah, "Aku melakukan semua itu untuk melindungimu."

Mira tertawa sinis, meski hatinya terasa perih. "Melindungiku? Atau kau hanya mencoba menyembunyikan kebenaran? Aku berhak tahu, Evano. Jika aku memang bagian dari semua ini, maka aku harus tahu apa yang sedang terjadi."

Evano tampak ragu, seolah ada sesuatu yang berat yang harus ia ungkapkan. Matanya bertemu dengan mata Mira, dan sejenak, Mira bisa melihat keraguan dan penderitaan yang tersembunyi di balik tatapannya. Namun, Evano adalah pria yang terlatih untuk menyembunyikan perasaannya. "Mira, Adriel bukan hanya ancaman bagimu. Dia adalah ancaman bagi seluruh dunia ini. Kau terhubung dengannya karena darahmu—darah Phoenix dan vampir yang mengalir dalam dirimu adalah kunci dari banyak hal yang bahkan aku sendiri tidak bisa sepenuhnya pahami."

Mira menatapnya, merasa dadanya semakin sesak. "Tapi kau tahu tentang aku lebih dari yang aku tahu tentang diriku sendiri. Kau menyembunyikan begitu banyak hal, Evano. Mengapa? Mengapa kau tidak pernah mengatakan apapun?"

Evano menghela napas panjang. "Karena aku takut kehilanganmu, Mira. Aku tahu bahwa begitu kau tahu kebenaran, dunia kita tidak akan pernah sama lagi. Adriel... dia bukan sekadar musuh. Dia adalah makhluk dengan tujuan yang lebih besar, dan kau adalah bagian dari rencana itu."

"Dan apa rencana itu?" desak Mira, suaranya bergetar oleh amarah dan keputusasaan.

Evano terdiam, dan dalam keheningan itu, Mira merasa seolah waktu berhenti. Wajah Evano berubah menjadi semakin kelam, seperti ada sesuatu yang sangat berat sedang menghantui pikirannya. "Dia ingin kau menjadi penerusnya," akhirnya Evano berkata dengan suara rendah, hampir seperti bisikan.

Mira tertegun. Kata-kata Evano bergema di dalam kepalanya, membuat semua yang ia ketahui sebelumnya tampak tidak berarti. "Penerusnya?" ulang Mira, merasa dadanya semakin sesak. "Apa maksudmu?"

"Adriel adalah makhluk pertama yang memiliki darah campuran antara Phoenix dan vampir. Dia kuat, hampir tak terkalahkan. Dan dia percaya bahwa kau—dengan darah yang sama—akan menjadi penerus kekuatannya. Dia ingin kau bergabung dengannya, untuk melanjutkan misi gelapnya."

Mira merasakan dunia seolah berputar di sekelilingnya. Semua yang baru saja ia pelajari terasa seperti beban yang terlalu berat untuk ditanggung. "Tidak... aku tidak bisa... aku tidak akan menjadi seperti dia," katanya, suaranya mulai bergetar.

Evano mendekat, menyentuh bahu Mira dengan lembut. "Itu sebabnya aku mencoba menjauhkanmu darinya. Aku tidak ingin kau terseret ke dalam kegelapan yang dia bawa."

Mira mengangkat kepalanya, menatap Evano dengan mata yang kini penuh dengan air mata yang tertahan. "Tapi kau tidak memberitahuku, Evano. Kau membiarkan aku mencari tahu sendiri, menghadapi ini sendirian."

Evano menggeleng, ekspresinya penuh penyesalan. "Aku salah, Mira. Aku seharusnya lebih terbuka padamu, tapi aku takut. Aku takut kehilanganmu."

Mira terdiam, merasakan emosinya bercampur aduk. Ada bagian dari dirinya yang ingin mempercayai Evano, ingin memaafkannya. Namun, ada juga bagian dari dirinya yang merasa dikhianati, karena orang yang paling ia percaya ternyata menyembunyikan begitu banyak rahasia.

Namun, sebelum dia bisa mengatakan apapun lagi, suasana di sekitar mereka tiba-tiba berubah. Udara menjadi lebih dingin, dan Mira bisa merasakan kehadiran yang sangat familiar. Dia menoleh, dan di sana, berdiri di ujung ruang latihan, adalah Adriel. Sosoknya yang tinggi dan berjubah hitam tampak begitu kontras dengan cahaya pagi yang mulai menyinari istana.

“Evano,” suara Adriel terdengar tenang namun penuh dengan ancaman yang tersembunyi. “Kau seharusnya tahu bahwa kau tidak bisa menyembunyikan Mira dariku selamanya.”

Evano segera bergerak maju, melindungi Mira dari tatapan Adriel. “Aku tidak akan membiarkanmu menyentuhnya, Adriel.”

Adriel hanya tersenyum tipis, tatapannya beralih ke Mira yang berdiri di belakang Evano. “Mira, aku sudah mengatakan bahwa kita akan bertemu lagi. Kau tidak bisa lari dari takdirmu.”

Mira merasa darahnya berdesir. Adriel berdiri di sana, penuh dengan keyakinan, seolah dia sudah memiliki kendali atas segala sesuatu yang terjadi. “Aku tidak akan menjadi bagian dari rencanamu,” jawab Mira, suaranya tegas meskipun ada ketakutan yang menggantung di hatinya.

Adriel melangkah maju, matanya yang berwarna emas tampak bersinar. “Kau tidak memahami betapa pentingnya kau, Mira. Kau bukan hanya pewaris kekuatanku, tapi kau adalah kunci untuk menyelamatkan atau menghancurkan dunia ini.”

Mira menelan ludah, berusaha mempertahankan ketenangannya. “Aku akan menentukan jalanku sendiri.”

Adriel tersenyum lebih lebar, penuh kebanggaan. “Itulah yang kukagumi darimu, Mira. Kau selalu penuh dengan semangat perlawanan. Tapi pada akhirnya, kita akan berada di sisi yang sama. Tidak ada yang bisa menolak takdirnya.”

Dari telapak tangannya meledak dengan cepat, menyelimuti udara di antara mereka dengan panas yang membakar. Api itu langsung menjalar ke arah Adriel, menciptakan dinding pembatas yang memisahkan mereka. "Aku tidak akan membiarkanmu mengendalikannya, Adriel!" teriak Evano, suaranya menggema dengan kekuatan penuh.

Namun, Adriel hanya berdiri diam, tidak bergerak sedikit pun. Dengan senyum tipis, dia mengangkat satu tangannya dan dalam sekejap, api yang dilemparkan Evano meredup, seperti angin sepoi-sepoi yang memadamkan nyala lilin. "Evano," katanya pelan, "kau tahu ini hanya buang-buang waktu. Kekuatanmu, seperti biasa, tidak berarti bagiku."

Mira terkejut melihat betapa mudahnya Adriel menghentikan serangan Evano. Meskipun tahu bahwa Adriel sangat kuat, dia tidak menyangka perbedaannya akan sejauh ini. Ketegangan di antara mereka semakin tebal, udara terasa berat dengan ancaman pertarungan yang akan segera terjadi.

Evano bergerak maju, dan kali ini dia menghunus pedangnya. Cahaya biru yang memancar dari bilah pedang itu seolah menandakan kekuatan sihir yang tersembunyi di dalamnya. "Kau mungkin lebih kuat, Adriel, tapi aku tidak akan menyerah. Tidak selama aku masih bisa melindunginya."

Mira hanya bisa berdiri terpaku di tempatnya. Perasaan takut dan bingung bercampur aduk dalam dirinya. Sebagai orang yang selalu mengandalkan Evano untuk perlindungan, melihatnya sekarang dalam posisi yang tampak tak berdaya membuat hatinya goyah. Namun, lebih dari itu, ada sesuatu di dalam dirinya yang mendesak untuk ikut berperan dalam pertarungan ini. Sebuah kekuatan yang selama ini dia coba abaikan mulai bangkit, seolah memanggilnya untuk bertindak.

Adriel, yang masih tersenyum dengan tenang, hanya melirik Mira. "Mira, kekuatanmu jauh lebih besar dari apa yang pernah diajarkan Evano kepadamu. Aku bisa merasakannya, mengalir dalam dirimu. Kau mungkin takut, tapi ketakutan itulah yang akan menghancurkanmu. Bergabunglah denganku, dan aku akan mengajarimu cara mengendalikannya. Kau bisa menjadi lebih dari yang kau bayangkan."

Mira menatapnya dengan mata tajam. "Aku tidak membutuhkanmu untuk mengajarkanku apapun," jawabnya dingin. "Aku tidak akan menjadi seperti dirimu."

Namun, Adriel tertawa kecil. "Kau sudah lebih dekat denganku daripada yang kau sadari."

Saat Adriel mengucapkan kata-kata itu, sesuatu dalam diri Mira bergetar. Tiba-tiba, dia merasakan panas di dadanya, di mana api Phoenix-nya dulu selalu tersembunyi. Kali ini, panas itu tidak lagi dapat dia kendalikan. Tanpa sadar, tangannya terbuka, dan api emas muncul dari telapak tangannya—api yang berbeda dari api Evano. Api ini jauh lebih liar, lebih kuat, dan terasa seperti bagian dari dirinya yang selama ini tertahan.

Evano terkejut melihatnya. "Mira...?"

Tapi sebelum dia bisa mengatakan apapun, Adriel kembali melangkah maju. "Itu dia," katanya dengan suara penuh kebanggaan. "Itulah kekuatan sejati yang aku bicarakan. Kau bisa merasakannya, kan? Kau tidak bisa menahan kekuatan itu selamanya. Semakin kau melawan, semakin ia akan mengendalikanmu."

Mira mengerang, berusaha keras untuk menahan api yang terus keluar dari tubuhnya, namun rasanya seperti mencoba menghentikan aliran sungai dengan tangan kosong. Semakin dia melawan, semakin kuat api itu membakar di dalam dirinya.

"Serahkan dirimu padanya, Mira," kata Adriel, suaranya terdengar semakin mendesak. "Kau tidak bisa terus melawan takdirmu. Kau dan aku ditakdirkan untuk menyatu."

Evano tidak tinggal diam. Dengan cepat, dia maju dan meletakkan tangannya di pundak Mira. "Mira, fokuslah!" teriaknya. "Kau bisa mengendalikannya, jangan dengarkan dia. Kau lebih kuat dari ini!"

Namun, kata-kata Evano terasa jauh di telinga Mira. Dunia di sekelilingnya mulai kabur, hanya menyisakan suara Adriel yang terus menggema di kepalanya. Api di tubuhnya semakin besar, dan sekarang bahkan tanah di bawah kakinya mulai terbakar. Sinar emas itu memancar dengan kekuatan yang begitu dahsyat, seolah hendak meledakkan dirinya dari dalam.

"Aku... tidak mau..." Mira berbisik pelan, mencoba mengendalikan dirinya. Namun, kata-kata itu terasa lemah, dan api di sekelilingnya terus membesar.

Evano mundur beberapa langkah, menyadari bahwa jika Mira kehilangan kendali, mereka semua akan berada dalam bahaya besar. "Mira, kau harus percaya pada dirimu sendiri!" teriaknya, berharap bisa menembus kebingungan di benak Mira. "Aku di sini bersamamu!"

Namun, Adriel tersenyum puas. "Percuma, Evano. Dia sudah memilih jalannya. Kekuatan dalam dirinya terlalu besar untuk ditahan."

Pada saat itu, sesuatu di dalam Mira pecah. Api emas yang menyelimutinya meledak ke segala arah, membentuk lingkaran energi yang menyapu bersih segala sesuatu di sekitarnya. Evano terdorong mundur oleh kekuatan ledakan itu, sementara Adriel berdiri tegak, tampak tidak terganggu sama sekali.

Di tengah kobaran api itu, Mira berdiri dengan mata yang kini bersinar seperti matahari. Wajahnya masih penuh dengan kebingungan, tetapi tubuhnya bergerak seolah-olah dipandu oleh kekuatan yang lebih besar dari dirinya sendiri. "Aku... aku tidak bisa menahannya..." katanya pelan, namun suaranya terdengar seperti bergema dari dalam bumi.

Evano memaksakan dirinya untuk bangkit, meski seluruh tubuhnya terasa sakit akibat ledakan tadi. "Mira! Fokus! Jangan biarkan dia mengendalikanmu!" teriaknya, mencoba mencapai Mira sekali lagi.

Namun, Adriel hanya tertawa. "Kau sudah terlambat, Evano. Dia sekarang milikku."

Di saat yang sama, Mira merasakan sesuatu yang mengerikan di dalam dirinya. Ada dorongan yang kuat untuk menyerah, untuk melepaskan semua rasa takut dan ragu yang selama ini ia pendam. Ada suara dalam dirinya yang berkata bahwa jika dia menyerah, semuanya akan menjadi lebih mudah. Kekuatan itu akan menjadi miliknya sepenuhnya, dan tidak akan ada lagi rasa sakit atau kebingungan.

Namun, di balik semua itu, dia juga bisa mendengar suara Evano. Suara yang berusaha keras menembus kegelapan di dalam dirinya, meski terdengar jauh dan samar. "Kau bisa mengendalikan ini, Mira. Kau lebih kuat dari yang kau pikirkan."

Air mata mulai mengalir di pipi Mira, bercampur dengan panasnya api yang terus membakar di sekitarnya. "Aku... aku tidak mau menjadi seperti dia," bisiknya, namun kali ini ada sedikit kekuatan dalam suaranya. "Aku... tidak akan menyerah."

Dengan segala sisa kekuatannya, Mira mencoba melawan dorongan untuk menyerah pada api yang menguasainya. Perlahan-lahan, kobaran api itu mulai mereda, meski masih berdenyut kuat di dalam dirinya. Tubuhnya bergetar, tapi dia tetap berdiri tegak, berusaha keras untuk mengendalikan kekuatan yang hampir menghancurkannya.

Melihat itu, Adriel mengerutkan kening. "Menarik," katanya pelan. "Kau masih berusaha melawan. Baiklah, kalau begitu aku akan menunggu. Tapi ingat ini, Mira—pada akhirnya, kau tidak akan bisa melawan selamanya."

Dengan kalimat itu, Adriel berbalik dan menghilang dalam bayangan, meninggalkan Mira dan Evano di tengah kekacauan yang baru saja terjadi.

Evano berlari ke arah Mira, memeluknya erat. "Kau berhasil, Mira. Kau mengendalikan kekuatanmu."

Mira hanya bisa berdiri di sana, tubuhnya gemetar akibat apa yang baru saja terjadi. "Aku tidak tahu berapa lama lagi aku bisa bertahan, Evano," bisiknya, suaranya penuh dengan keraguan dan ketakutan. "Kekuatan ini... rasanya begitu kuat, aku tidak yakin bisa melawannya."

Evano menggenggam tangannya erat. "Aku akan selalu bersamamu, Mira. Kita akan menemukan cara untuk mengatasinya bersama-sama."

Namun, jauh di dalam hatinya, Mira tahu bahwa pertempuran yang sebenarnya baru saja dimulai.

1
Yurika23
aku mampir ya thor....bagus ceritanya..penulisannya juga enak dibaca...lanjut terus Thor..
Yurika23: gak membingungkan kok kak...semangat terus...
Revanya Arsella Nataline: iya, makasih
maaf kalau agak membingungkan
total 2 replies
Afiq Danial Mohamad Azmir
Tidak sabar untuk mengetahui bagaimana kisah ini akan berakhir. Semangat thor! 💪
Revanya Arsella Nataline: makasih, maaf kalau kurang nyambung
total 1 replies
Ngực lép
Semoga semangatmu selalu terjaga agar bisa sering nulis, thor 💪
Revanya Arsella Nataline: makasih, semoga suka dengan ceritanya soalnya masih pemula
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!