Samael dan Isabel, dua bersaudara yang sudah lama tinggal bersama sejak mereka diasuh oleh orang tua angkat mereka, dan sudah bersama-sama sejak berada di fasilitas pemerintah sebagai salah satu dari anak hasil program bayi tabung.
Kedua kakak beradik menggunakan kapsul DDVR untuk memainkan game MMORPG dan sudah memainkannya sejak 8 tahun lamanya. Mereka berdua menjadi salah satu yang terkuat dengan guild mereka yang hanya diisi oleh mereka berdua dan ratusan ribu NPC hasil ciptaan dan summon mereka sendiri.
Di tengah permainan, tiba-tiba saja mereka semua berpindah ke dunia lain, ke tengah-tengah kutub utara yang bersalju bersama dengan seluruh HQ guild mereka dan seisinya. Dan di dunia itu, di dunia yang sudah delapan kali diinvasi oleh entitas Malapetaka, orang-orang justru memanggil mereka; Kiamat Dunia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alif R. F., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#19 – Gold Coin of Calamity
Di dalam sebuah gang gelap dan sempit, di antara dua bangunan ala abad pertengahan dengan lantai ke-2 nya yang diperluas sehingga membayangi jalanan yang ada di bawah nya, Mikael dan Jezebel ber teleportasi di sana secara senyap, tanpa mengeluarkan suara atau kebisingan sama sekali.
Keduanya kini tiba di sebuah kota koloni pada pos 55 di antara perbatasan benua manusia dan kurcaci bernama Khazmirad. Di depan mereka kini, di mulut gang terdapat banyak manusia dan kurcaci berlalu lalang, mengisi hari-hari mereka yang tampak normal meski kini di langit mereka, matahari asing tampak menerangi seluruh kota.
“Ayo keluar,” ajak Mikael yang mulai berjalan duluan. Sesaat kaki nya melangkah keluar dari gang, ia menoleh ke kiri, melihat betapa besar dan tinggi nya tembok raksasa yang tadi hanya bisa mereka lihat melalui [eye of omniscience] nya. “Wow … apa yang selama ini mereka lawan sampai mampu membuat tembok benteng sepanjang dan sebesar itu?”
Jezebel menyusul dan berdiri tepat di sebelah kiri kakak nya. “Benar, mereka pasti membangun ini bukan setahun atau dua tahun saja. aku yakin mereka membangun ini selama beberapa generasi.”
Mikael memegang tangan adik nya, dan mulai menuntunnya untuk berjalan. “Ayo … kita cari penginapan dulu. Dan semoga saja kita bisa mengerti bahasa mereka.”
Mereka berdua pun mulai berjalan di antara keramaian manusia dan kurcaci yang saat ini memandangi mereka dengan tatapan heran dan aneh. Bagi mereka, pakaian Mikael dan Jezebel yang terkesan baru dan cukup aneh. Khususnya dengan zirah putih Mikael yang terdapat batu-batu biru yang menyala.
Para kurcaci yang membangun lapak-lapak pandai besi di pinggir-pinggir jalan juga ikut menatap heran. Hanya saja sikap mereka yang terperangah sambil menghentikan kegiatan mereka, tampak lebih seperti tertarik dan penasaran dengan apa yang dikenakan oleh Mikael saat ini.
Jezebel yang berjalan agak di belakang dengan tangan nya yang dituntun oleh Mikael, menyadari akan tatapan para kurcaci yang terus menatap kakak nya. “Kak, sepertinya para kurcaci itu terus memandangi mu, deh. Apakah kita terlihat terlalu mencolok?”
“Abaikan saja. Ini adalah kota kecil, dan semua orang mengenal satu sama lain,” balas Mikael yang menghiraukan tatapan para Kurcaci.
Mereka berdua terus berjalan, melewati setiap keramaian dan tikungan. Dengan menggunakan [additional interface] yang juga menampilkan mini map, mereka jadi bisa melihat keadaan sekitar dan jalan-jalan yang secara otomatis sudah ter pindai sesaat mereka tiba di kota tersebut. Mereka bahkan bisa melihat banyak tanda yang mengindikasikan orang-orang yang hidup di dalamnya.
“Ah, ini dia,” Mikael berhenti, sesaat matanya tertuju pada sebuah tanda yang seketika dapat ia baca. “Apakah kamu bisa membaca itu?” tanyanya, menunjuk ke arah tanda di atas sebuah bangunan.
Jezebel menoleh, mengikuti arah yang ditunjuk oleh kakak nya. “Wah … iya … aku bisa membacanya. Aneh, padahal itu sama sekali tulisan yang belum pernah kita lihat sebelumnya.”
“Penginapan – Selera Pelancong … namanya aneh, seperti rumah makan padang, hehehe,” sambung Mikael sambil tertawa. “Ya sudah, kita masuk, yuk,” lanjutnya sambil kembali mulai menuntun Jezebel.
Namun, Jezebel melepas genggaman kakak nya dan membuat nya berhenti seketika. “Tunggu,” ucapnya, dan mulai melingkarkan tangannya ke lengan Mikael. “Kamu dari tadi menuntun ku seperti anak kecil saja, kak! seperti ini, dong!”
Kini keduanya saling bergandengan layaknya sepasang kekasih yang hendak pergi ke pesta dansa.
“Hehe, maaf,” balas Mikael dengan wajah polos nya.
Keduanya pun mulai berjalan masuk ke dalam penginapan (inn) yang memiliki lima lantai yang memiliki arsitektur abad pertengahan dengan bagian bawah nya saja yang dibangun menggunakan batu dan kemungkinan semen, sedang bagian atas nya dibangun penuh dengan balok-balok kayu besi.
Keduanya pun melangkah masuk, dan mendapati bagian dalam di lantai dasar adalah merupakan tempat minum-minum atau bar, sedang dipenuhi oleh para kurcaci dan manusia yang sedang bercengkrama bersama. Balada-balada yang diiringi musik yang dimainkan dengan oud, kecapi dan gendang pun juga ikut terdengar mengisi ruangan itu.
“Suasana nya sudah sangat kental layaknya dunia fantasi, ini benar-benar menakjubkan,” kata Mikael agak berbisik.
Sementara itu, sesaat keduanya memasuki bangunan, mata para pengunjung yang semuanya adalah pria kini tertuju ke arah mereka. Tetapi kini berbeda, tidak seperti di luar yang semua mata tertuju pada zirah yang dikenakan Mikael, kini di dalam bar, mata para lelaki dari manusia sampai kurcaci semuanya tertuju pada kecantikan dan kemolekan Jezebel.
Mikael yang dapat merasakan itu pun langsung memancarkan sedikit aura membunuh nya, membuat para pelihat merasa kedinginan dan berkeringat.
“Ughh … kenapa tiba-tiba dingin?”
“Iya … bukankah seharusnya lebih hangat karena ada matahari palsu itu?”
“Aku ingin muntah … ughhh … kenapa tiba-tiba kedinginan dan berkeringat secara bersamaan begini? aneh … lebih baik aku keluar dari tempat ini.”
Satu persatu, para pengunjung pun keluar sesaat salah satu kurcaci keluar karena tiba-tiba merasa tidak enak badan, dan menganggap bahwa hal itu terjadi karena ruangan nya yang terlalu kedap. Bahkan para pelayan bar dan pemusik, ikut berlarian menyusul keluar setelahnya.
Jezebel yang terlambat menyadari itu pun hanya bisa menoleh ke arah mereka dengan tatapan heran, dan dengan polos nya langsung berkata, “Apakah ini karena ruangan yang tiba-tiba menjadi sumpek atau bagaimana? Lebih baik, kita pindah juga, yuk kak.”
Mikael seketika langsung menonaktifkan aura membunuh nya, dan dengan begitu, aura ruangan kembali seperti semula.
“Haa … sudah kembali lagi, apakah tadi AC nya mati?” ucap Jezebel yang sama sekali tidak tahu penyebabnya.
Di sisi lain, tiba-tiba seorang pria tua manusia berlari dari balik kabinet meja nya ke arah pintu keluar, dekat dimana Mikael dan Jezebel masih menyingkir dan berdiri di sana.
“Hei, kalian mau ke mana? Kembali lah!” ucap pria tua itu. “Ah … dan kenapa sekarang tiba-tiba kembali menjadi sejuk? Apa yang barusan terjadi?”
“Halo,” kata Mikael, dengan canggung nya mencoba memanggil pria tua yang kini berdiri di sebelahnya sambil menggaruk kepala.
Pria tua itu menoleh, agak memutar badannya dengan tubuh yang sudah agak bungkuk. “Oh … iya? Ada apa? Apakah kalian butuh makanan? Minuman?”
Pria tua itu, setelah menawari Mikael, dengan acuh tak acuh langsung kembali ke kabinet meja nya, dan mulai menuangkan segelas bir dari tong kayu yang ada di belakang nya. “Silahkan, duduk dulu,” ucap nya, menunjuk ke arah kursi tinggi yang ada di hadapannya.
Mikael dan Jezebel sempat menatap satu sama lain, melihat tingkah laku pria tua itu yang seakan tidak peduli dengan etika seorang penjual, sebelum akhirnya berjalan ke arah yang di tunjuk dan duduk di sana.
“Silahkan,” kata pria itu, menaruh segelas bir di depan Mikael sementara menghiraukan Jezebel dan mulai membuatkan satu gelas lagi.
“Terimakasih,” balas Mikael, mulai menenggak bir tersebut.
Mata pria tua itu, dengan wajah nya yang keriput dan hampir terpejam, pun mulai menoleh ke arah keduanya. “Aku tidak mengerti, apa yang sedang kalian lakukan disini. Apakah kalian salah satu dari kandidat pahlawan?”
Untuk sesaat keduanya saling tatap satu sama lain, sebelum akhirnya Mikael angkat suara. “Bukan … kami bukan kandidat dari pahlawan.”
Pria tua itu menaruh segelas bir di depan Jezebel. “Silahkan,” ucapnya, “lalu … jika bukan, lantas kalian siapa? Suami istri? Atau nyonya dan kesatria nya?”
“Suami istri!” jawab Jezebel dengan cepat, dan mulai menenggak bir yang ada di depannya sampai habis.
Pria tua itu dan Mikael kini hanya bisa menatap bagaimana Jezebel menenggak bir tersebut sampai habis, hingga Jezebel berhenti dan mulai bersendawa keras.
Mikael dengan canggung mengangguk dan kembali menoleh ke arah pria tua itu. “B-benar … kita suami istri … dan baru saja menikah.”
“Hah … apa yang sepasang—“
“Kami ingin menyewa penginapan, apakah masih tersedia?” potong Mikael, langsung mengalihkan pembicaraan.
Pria tua itu kemudian menoleh, melihat ke arah rak kaca yang berada tidak jauh dari tong bir. “Sebentar,” ucapnya dan mulai berjalan ke arah rak kaca itu, yang mana di dalamnya terdapat banyak kunci.
Sementara pria tua itu masih mencari kunci dengan tubuh nya renta dan tangan nya yang gemetaran, Jezebel menghubungi Mikael melalui telepati. ‘Orang ini … terlalu banyak bicara … dia sudah tahu terlalu banyak tentang kita, apakah kita perlu membunuhnya?’
‘A-apa yang kau katakan? Kamu pikir kita masih berada di dalam game, apa? Hentikan pikiran bunuh membunuh mu itu mulai sekarang!’ balas Mikael, menjaga ekspresi nya tetap datar.
‘Tsk … ya maaf … habisnya ….’ Sambungan telepati pun terputus, sedang pria tua itu kembali dengan satu kunci di tangan nya.
“Hanya ada satu … tapi harga nya mahal, karena berada di lantai teratas dan memiliki pemandangan yang menghadap 360 derajat ke kota. Kasur nya juga—“
“Oke, kami ambil ini,” potong Mikael, “berapa harga per malamnya?”
“Hah? Per malam? Hmmm ….” Pria tua itu terdiam sambil terlihat sedang berpikir dalam. “5 dinar untuk per satu hari penuh.”
“Dinar?”
Jezebel menyenggol Mikael, lalu berbisik, “Emas … lima koin emas.”
“Oh,” ucap Mikael, dan mulai menaruh tangan kanan nya di atas meja. Dari sana, sekantung berisi 100 koin emas pun muncul secara tiba-tiba. “Kalau begitu, ini, untuk 20 hari.”
Pria tua itu tampak terkejut dengan apa yang baru saja dia lihat di hadapannya. “Dari mana itu keluar?! Apakah itu semacam sihir?! Aku tidak pernah melihat sihir seperti itu dipakai oleh penyihir manapun!”
“Iya itu sihir,” balas Mikael dengan tatapan malas. “Sekarang cepat hitung dulu, apakah uang nya sudah pas atau belum.”
“B-baik, tuan,” balas pria tua itu, mengubah nada bicara nya menjadi lebih sopan.
Sesaat kantung itu dibuka, pria tua itu kembali terkejut. “Waaaaah! Bukankah ini koin malapetaka!!?? Apakah kalian keturunan demigod?!”
“Turunkan volume bicara mu, pak tua!” ujar Jezebel dengan nada mengancam.
“B-baik, nyonya …,” angguk pak tua itu, tampak menunduk patuh. “K-kalau begitu … kalau begitu, kalian bisa langsung ke atas, Tuan Nyonya yang terhormat. Dan karena 1 dinar malapetaka setara 50 dinar biasa, maka … maka kamar itu … kamar itu adalah milik anda selama 2 tahun 9 bulan, Tuan, Nyonya,” sambungnya, menunduk lebih dalam.
Mikael pun berdiri sambil meraih kunci tersebut, dan disusul dengan Jezebel yang juga ikut berdiri dan mulai menggandeng tangan kakak nya kembali.
“Dan … semua makanan selama itu, gratis sebanyak tiga kali sehari, Tuan Nyonya,” kata pria tua itu sekali lagi, sebelum akhirnya Mikael dan Jezebel beranjak dari tempat itu dan mulai menaiki tangga.
“Gawat,” bisik Mikael.
“Iya, gawat,” balas Jezebel, berbisik dan mengangguk setuju. “Uang yang kamu gunakan … itu dari game. Tapi orang-orang di dunia ini tampaknya mengenali uang itu.”
“Benar … dan mereka menyebutnya sebagai dinar malapetaka, dan dari cara dia memberitahu kita, tampaknya uang ini hanya dimiliki oleh segelintir orang.”
“Iya … dan demigod adalah segelintir orang-orang tersebut.”
Keduanya saling berbisik, dan terus berjalan sampai akhirnya tiba di dalam kamar yang sudah mereka pesan, yang mana kamar yang dimaksud merupakan satu ruangan sendiri di lantai lima.
“Ini sih sama saja kita menyewa seluruh lantai lima,” kata Mikael, duduk di atas ranjang mewah yang begitu luas dan berbentuk bundar.
“Benar … kita jadi seperti mengontrak,” balas Jezebel yang kini membuka setiap jendela yang ada.
Di dalam ruangan itu, semua perlengkapan seperti lampu, penghangat ruangan, keran dan semacamnya sudah menggunakan energi sihir sebagai sumber daya. Terdapat juga saklar seperti hal nya perlengkapan dan peralatan listrik di dunia modern.
“Aku benar-benar ceroboh barusan. Bisa-bisa nya aku tidak terpikirkan tentang mata uang di dunia ini,” ungkap Mikael, melamun menatap penghangat yang mati di depan nya.
Jezebel berjalan mendekat sambil mengganti pakaian nya yang lebih santai, kemudian duduk di sebelah kakak nya. “Tapi setidaknya kita bisa mengetahui kalau koin emas dari game ternyata juga dikenal di dunia ini. Yang mana berarti kemungkinan ada player lain yang sudah terlebih dulu datang ke dunia ini.”
Mikael mengangguk pelan sambil ikut mengganti pakaiannya dengan kaus yang lebih santai melalui sistem inventaris nya. “Kita butuh informasi tentang mereka.”
Jezebel tersenyum, melihat ekspresi Mikael yang menjadi serius. Kemudian sambil memeluk lengan besar kakak nya, ia menyandarkan kepala nya di sana sambil mulai berbisik. “Mhm, untuk benar-benar bisa bertahan hidup di dunia ini … informasi adalah hal yang paling penting untuk kita saat ini.”
***.
Bersambung ….