Seorang gadis keturunan Eropa yang berambut sebahu bernama Claudia. Sebagai anak ketua Mafia kejam di bagian eropa, yang tidak memiliki keberuntungan pada kehidupan percintaan serta keluarga kecil nya. Beranjak dewasa dia harus memilih jalan kehidupan yang salah mengikuti jejak ayah nya sebagai mafia, di karenakan orang tua nya bercerai karena seseorang masuk ke dalam kehidupan keluarga nya sebagai Pelakor. Akibat perceraian orang tua nya, dia menjadi gadis yang nakal serta bar bar dan bergabung menjadi mafia. Dia memiliki seorang kekasih yang hanya mencintai diri nya karena n*fsu semata. Waktu terus berjalan membuat dia muak, karena percintaan yang toxic & pengkhianat dari orang terdekat nya. Dia mencoba untuk merubah diri nya jadi lebih baik, agar mendapatkan cinta yang tulus dari pria yang bisa menerima semua kekurangan dan masa lalu buruk nya serta melindungi diri nya. Akan kah ada pria mencintai dan menerima gadis ini dengan tulus? Yuk ikuti setiap bab nya! Happy reading semua 🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Widya Pramesti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dia Putriku!
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...--------Di Perumahan Isabella--------...
(Hanya Ilustrasi)
Di salah satu perumahan di dalam pusat perkotaan yaitu Rumah Isabella.
"Kenapa ponsel putri ku tidak aktif ya?" tanya di benaknya.
"apa jangan-jangan pria itu membawa kabur putri ku?" lirih Isabella sangat cemas.
"Ya tuhan, dimana putriku?" kata Isabella melihat jam dinding berulang kali.
Hari sudah mulai gelap dan suara gemuruh riuh dilangit muncul begitu saja dengan angin kencang serta kilatan yang sangat terang menandakan bahwa akan ada hujan badai petir di daerah itu.
Isabella melangkah menuju ke arah jendela, hatinya kini sangat resah dan cemas.
"Kenapa perasaanku jadi tidak enak begini ya" buncahnya.
Dia memandang langit yang sudah sangat gelap dari balik jendela dalam rumahnya.
Namun, tiba-tiba sebuah mobil sport berwarna hitam pekat muncul dari arah jalan dan lampu sen nya menuju ke rumahnya.
"Apa itu mereka?" ucapnya.
Dia berlari keluar rumah untuk menghampiri mereka. Seorang pemuda yang tak asing keluar lebih duluan dari kendaraan itu dan disusul oleh wanita dewasa seumuran dengannya.
"Sky...!" tegur Isabella.
Dia tampak bingung dengan wanita dewasa seumuran dengan dirinya yang keluar dari kendaraan pemuda itu.
"Dimana Claudia?"
"Kenapa kamu bersama wanita ini? Siapa dia?"
"Dan kenapa kepala kamu ada perban gitu?"
Banyak pertanyaan yang di lanturkan oleh Isabella, membuat Sky menghela nafas dengan berat.
"Tante, ini Ibunya Zen. Katanya beliau tetangga kalian jadi sekalian aku antarkan dan ada yang mau kami bicarakan!" ucap Sky dengan nada berat.
"Ibu nya Zen?" tanya Isabella melirik ke arah Alexa.
"Iya, saya Alexa ibunya Zen. Tadi, kebetulan ada sebuah insiden di resto saya dan Sky menjadi korbannya!"
"Maksudnya? Ada apa ini sebenarnya?" tanya Isabella sekali lagi dengan raut wajah kebingungan.
"Tante, tadi aku, Claudia dan Zen sedang berada di resto tante Alexa dan ada sebuah insiden yang terjadi di antara kami bertiga di resto!" jelas Sky.
"Insiden apa? Lalu, dimana Claudia dan Zen?" lirih Isabella menatap Sky dengan tatapan mata sayu.
"Zen lagi mencari Keberadaan Claudia yang di culik oleh pria yang tidak kami kenal sama sekali!" sahut Alexa karena melihat raut wajah Sky yang sangat berat untuk mengungkapkan insiden itu kepada Isabella.
Deggg.....
Detak jantung Isabella terasa berhenti seketika saat mendengarkan perkataan mereka, dirinya sangat syok san terkejut.
"A-apa....?"
"Claudia di culik?" tanyanya dengan tetesan air mata sudah mulai berjatuhan.
"Iya tante, tadi aku berusaha menghalangi mobil penculik itu tapi naas nya aku malah di tabrak. Beruntung luka benturan keras di kepalaku tidak terlalu parah" imbuh Sky.
"Benar, apa yang dikatakan nak Sky itu benar. Karena dirinya tadi harus segera di tangani, jadi saya yang membantu membawanya ke rumah sakit terlebih dahulu dan sedangkan Zen anakku mencoba mengejar mobil penculik itu!" timpal Alexa mencoba menjelaskan lebih detail.
Isabella mendengarkan itu langsung terduduk lemas di tanah sambil memegangi dadanya terasa nyeri bahkan detak jantungnya tidak karuan.
"Tante.....!" ucap Sky mulai panik.
Suara nafas yang sudah tak beraturan juga terdengar dari mulut Isabella. Dia kini sedang mengalami sesak nafas dan serangan jantung secara mendadak setelah mendengarkan kabar buruk dari sang putri.
Alexa dan Sky saling berpandangan, kini mereka berdua tampak khawatir dan panik saat melihat Isabella sudah terbujur lemas.
"Tante Isabella, tan....!" lirih Sky memanggilnya karena kini Isabella menutupkan matanya dan suara nafasnya yang terasa sesak tadi sudah tidak terdengar lagi.
"Sepertinya dia pingsan, ayo kita bawa dia ke rumah sakit!" buncah Alexa.
Sky mengangguk iya, ia langsung membopong tubuh Isabella di bawa masuk ke dalam mobil sport nya itu di kursi belakang dan di susuli oleh Alexa memangku kepala Isabella di pahanya.
Mereka segera menuju ke rumah sakit kembali dan kini hujan pun turun sangat deras bahkan angin kencang juga muncul dari arah barat serta langit memperlihatkan kilatan putih yang begitu panjang.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...--------Halte Bus--------...
(Hanya Ilustrasi)
Di lain sisi dalam waktu bersamaan, Zen dan Claudia sudah keluar dari hutan belantara itu. Ban motor Zen kini sudah menginjak jalanan aspal, mereka menuju ke arah pusat kota untuk pulang ke rumah mereka yang berada di perumahan pusat perkotaan.
Zen melajukan motornya sangat cepat, sehingga dirinya tidak sadar jika ada sebuah mobil Porsche milik Kenzie mengikuti mereka dari belakang.
"Lah itu Zen sama Claudia?" lirih Kenzie.
Kenzie putar balik arah mengikuti mereka karena tadi dirinya tidak berhasil mengejar bahkan tidak tau keberadaan Claudia yang di bawa lari oleh Alvin.
"Untung saja Claudia selamat dari Alvin!"
"Hmm, seharusnya aku yang menyelamatkan dirimu Clau bukan malah dia!" kata Kenzie sambil fokus mengikuti mereka secara hati-hati agar tidak ketahuan.
Hujan badai sudah mulai turun dan kilatan petir terdengar sangat riuh di langit. Claudia yang sangat takut mendengarkan suara petir, dia memeluk Zen makin erat dari belakang. Zen menyadari pelukan hangat dari gadis itu, dia mencari sebuah tempat berteduh agar mereka tidak basah kuyup.
Salah satu halte bus terlihat kosong di tempat itu, ia berinisiatif berteduh ke halte itu saja sebelum hujan badai membuat mereka basah kuyup.
"Kita berteduh disini aja ya Clau!" seru Zen.
Mereka turun dari motor, melangkah maju ke halte bus yang masih kosong itu.
Claudia duduk sambil mengusap-usap lengannya karena merasa sangat dingin dan tubuhnya mulai mengigil.
Zen melihat itu, membuka jaket casual miliknya diberikan kepada Claudia.
"Eh, Zen!" ucap Claudia terkejut sambil melihat pria yang ada di hadapannya tengah membalut tubuhnya yang menggigil dari tadi menggunakan jaket.
"Biar kamu gak kedinginan lagi!" lirih Zen tersenyum tipis.
"Tapi kamu....!" seru Claudia.
"Kamu nanti bisa kedinginan juga Zen, dengan baju kaos seperti itu!" timpal Claudia.
"Gak masalah Clau, aku anti dingin kok!"
"Lagian kamu ini menggigil terus dari tadi, yaudah jaketku kamu pakai aja dulu biar hangat!" ujar Zen bernada lembut.
"Hmm, thanks ya!" ucap Claudia tidak bisa menolak karena dia sebenarnya mempunyai riwayat alergi dingin.
Hatsyiii....!
Suara bersin muncul dari Claudia, hidungnya sudah meler dan seluruh tangannya muncul ruam kemerahan pada kulitnya.
"Claudia apa kamu baik-baik saja?" tanya Zen dengan perasaan khawatir.
"I'm Fine, Zen!" jawabnya dengan nada pelan dan berusaha untuk kuat di suhu yang terlalu dingin itu.
"Kamu yakin?" ucap Zen melirik ke arah tangan Claudia yang terlihat ada ruam kemerahan pada kulitnya.
"Maybe!" ucap Claudia dengan ragu.
"Hmm, kamu jangan bohong Clau!"
"Liat ini kulit mu jadi merah-merah! Apa kamu ada alergi sesuatu?" Zen menatapnya dengan lekat.
"Eeem....., aku sebenarnya alergi dingin! Tapi gapapa, aku bisa tahan kok!" lirihnya dengan senyum terpaksa.
"Hmmm, oke. Tapi, kalau kamu gak tahan. Jangan di pendam ya, aku takutnya kamu malah demam!" ucap Zen.
"Iya Zen, oh ya btw thanks ya udah menyelamati aku. Kalau kamu gak datang di waktu yang tepat, mungkin..... aku akan di perkosa lagi oleh Alvin!" ujar Claudia dengan raut wajah sedih.
"Clau, gausah berterimakasih. Lagian kamu itu tanggung jawabku sekarang!" ucap Zen menatap bola mata hazel Claudia.
"Maksud kamu apa?" tanya Claudia dengan mengerutkan keningnya.
Zen menarik nafasnya dengan dalam terus dia buang secara perlahan lalu menggenggam tangan Claudia.
"Claudia, apa kamu lupa soal pembicaraan kita ketika kamu lagi belajar masak di rumahku?" tanya Zen berharap Claudia bisa ingat.
"Soal akan selalu melindungi ku?" jawab Claudia.
"Yaps, tapi masih ada lagi sih yang pernah aku katakan ke kamu!" tukas Zen.
"Apa?" tanya Claudia dengan bibir sedikit terbuka.
"Hmmm, aku sudah menganggapmu seperti adikku Clau!" pungkas Zen mengatakan itu dengan tulus.
"Kamu yakin dengan perkataanmu ini?"
Claudia menatap bola mata hazel Zen untuk melihat, apakah dia berkata serius atau hanya sebuah candaan.
"Yakin Claudia, kamu bisa panggil aku sebagai kakak mu. Lagian usia kita gak beda jauh Clau!" imbuhnya dengan nada lembut dan tulus.
"Apa alasanmu menganggap aku sebagai adikmu walau hanya adik angkat?" serunya.
"Hmmm, aku gak punya alasan apapun untuk sekarang dan yang terpenting kamu akan baik-baik saja selama ada aku!" lirih Zen meraih pipi Claudia.
"Claudia, kamu harus tau satu hal!"
"Untuk melindungi seorang wanita sepertimu adalah keinginanku pribadi, aku gak punya alasan kuat untuk meyakinkan kamu jika aku memang benar tulus akan menjadikan mu adikku!" timpalnya.
"Ke-kenapa? Padahal aku udah pernah cuekin kamu bahkan nge bentak kamu!" tukas Claudia.
"Clau, soal kamu pernah cuekin aku dan nge bentak itu bukan masalah bagiku. Karena aku sudah paham kalau kamu orangnya gampang moodyan!"
"Dan yang terpenting......." ujar Zen.
"Terpenting apa Zen?" lirih Claudia sangat penasaran dengan kelanjutan ucapan pria yang dari tadi menatap matanya sambil mengelus pipi.
"Dan yang terpenting aku akan selalu ada di sisimu!"
"Clau, aku akan melindungi dan menemani kamu sampai kapanpun"
"Aku juga akan bersedia menjadi payungmu untuk berteduh sementara, sampai kamu bisa menemukan pelangi yang indah dan akan mewarnai hidupmu kembali!" lirih Zen membuat Claudia tertegun sejenak.
"Zen, bagaimana hidupku bisa kembali berwarna dan sedangkan kehidupan ini gak adil bagiku. Aku hanya mendapati kesialan dan kesedihan selalu!" ucap Claudia yang selalu pesimis.
"Entahlah Clau, intinya kamu sekarang adalah adikku dan sebagai payung di kehidupanmu untuk sementara ini!" ucap Zen dengan nada lembut.
Claudia tak menanggapi perkataan Zen karena dirinya masih berpikir makna dari sebuah payung dan pelangi di kehidupannya.
Keheningan pun terjadi, Claudia menatap jalan sambil menahan rasa alergi dingin pada dirinya.
Hujan badai dan petir sudah mulai reda, di sepanjang jalanan terlihat basah dan berkilau karena dari genangan air yang tersorot oleh lampu jalan.
"Sepertinya udah reda total, ayo kita pulang!" Ajak Zen menarik tangan Claudia yang kini terasa sangat dingin bahkan bengkak. Ruam merah pada kulitnya semakin banyak sampai ke wajahnya.
"Claudia, are you okay?" tanya Zen kembali cemas karena melihat ruam merah itu bisa sebanyak itu dalam sejenak.
"No, aku gak tahan lagi Zen. I-ini terlalu dingin!" lirihnya dengan nada lemas dan kelopak mata mulai sayu.
Zen mendengarkan jawaban Claudia seperti itu semakin khawatir dan panik.
"Clau, ayo kita kerumah sakit aja. Kamu masih sanggup untuk duduk di belakangku kan?" kata Zen.
Claudia menganggukkan kepalanya dan itu artinya ia masih sanggup menahan riwayat alergi dinginnya untuk sementara.
"Oke, kalau gitu ayo kita kesana!" seru Zen.
Mereka bangun dari tempat duduknya di halte bus itu dan ketika hendak melangkah menuju motor. Claudia malah pingsan secara mendadak dan beruntung Zen berhasil meraih tubuh Claudia yang hampir terjatuh di aspal.
"Astaga, gimana caranya aku membawa kamu ke rumah sakit. Sedangkan kita hanya naik motor" buncah Zen meilirik ke arah motornya serta melirik ke wajah Claudia kembali.
Zen membaringkan Claudia di kursi halte bus yang terlihat sepi bahkan tidak banyak kendaraan yang lalu lalang melintas di depan halte mereka jadikan tempat berteduh.
"Aduh, gimana nih. Aku harus minta bantuan siapa?"
"Sepertinya kondisi Claudia makin memburuk!" gumam Zen dengan nada khawatir sambil memikirkan cara bisa membawa Claudia ke rumah sakit dalam keadaan pingsan.
"A-ha, apa aku stopin mobil yang lewat aja ya. Mana tau, nanti ada yang berniat baik memberikan kami sebuah tumpangan menuju rumah sakit!" Zen menjentikkan jarinya karena hanya ide itu yang muncul.
"Bertahanlah sebentar Clau, aku akan mencari sebuah tumpangan!" lirih Zen menuju tepi jalan bahkan sesekali ia berdiri di tengah jalan sambil menyetopi kendaraan roda 4.
Sudah beberapa kendaraan yang lewat, tapi tidak ada yang berhasil ia cegat.
"Aahh...., kenapa susah sekali sih untuk cegat mobil orang!" ucap Zen yang sangat kesal karena tidak ada yang mau membantunya.
Zen tidak mau menyerah, demi adik angkatnya ia akan melakukan apapun itu.
Di seberang jalan ada sebuah mobil Porsche milik Kenzie. Kenzie dari tadi memantau dari kejauhan, dirinya juga melihat detik-detik Claudia pingsan. Kenzie juga merasakan kecemasan ketika melihat gadis yang ia idamkan sejak lama mendadak pingsan.
Kenzie melihat aksi Zen yang sedang mencegat setiap mobil yang lewat dengan raut wajah yang tidak bisa di artikan.
"Apa aku turun aja ya, kasian Claudia malah pingsan begitu!" gumam Kenzie dengan sedikit ragu.
"Tapi, kalau aku turun. Nanti bisa ketahuan deh kalau aku sengaja ngikuti mereka dari belakang karena penasaran" buncah Kenzie mencoba berpikir untuk kedua kalinya.
Untuk kesekian kalinya Zen mencegat beberapa mobil yang lewat. Akhirnya ada sebuah mobil BMW menghidupkan lampu sen untuk menepi ke arah mereka.
Pemilik kendaraan tersebut membukakan kaca mobilnya dari samping, terlihat seorang pria dewasa yang tampan bertanya pada Zen.
"Kenapa nak, apa motormu mogok?" ucap pria dewasa itu adalah Carlos.
Carlos dari kejauhan hanya melihat Zen melambaikan tangan sambil berdiri di tengah jalan. Ia juga melihat sebuah motor terpakir di depan halte tapi dia tak fokus melihat wanita terbaring di atas kursi halte.
"Bu-bukan, tapi saya butuh bantuan yang lain!" lirih Zen sedikit gugup setelah melihat wajah Carlos yang hampir mirip dengan wajahnya tapi dirinya ini lebih ke versi mudanya Carlos.
"Bantuan lain apa?" Carlos menaiki kedua alisnya.
"Adik saya, eh maksudnya teman saya pingsan dan katanya dia memiliki riwayat alergi dingin?"
"Saya tidak bisa membawanya ke rumah sakit dengan kondisi seperti ini!" buncah Zen menunjuk ke arah halte.
Carlos mencoba melirik ke arah tempat duduk halte itu, ia menyipitkan matanya untuk memastikan jika benar ada seseorang yang memang sangat butuh bantuan darurat.
Sorot matanya terkejut setelah melihat dan mengetahui wajah seseorang tengah dinyatakan pingsan oleh pria muda.
"Claudia!" ucap Carlos langsung melepaskan seat beltnya dan hendak keluar dari mobilnya.
Zen mendengarkan pria dewasa yang tak dikenalinya itu menyebut nama Claudia membuat dirinya terplanga dan heran.
"Anda kenal dengan gadis ini?" tanya Zen.
"Iya, dia putriku!" jawab Carlos dengan nada cepat dan langsung berlari menuju tempat duduk halte.
"Aa-apa?" Zen tercengang mendengarkan jawaban itu di telinganya dengan mulut yang sedikit terbuka.
Dirinya tak menyangka akan bertemu dengan ayahnya Claudia.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...----------------...
...bersambung.........
🥰🥰🥰🥰🥰🥰
mampir juga dikarya aku ya jika berkenan/Smile//Pray/
🥰🥰🥰🥰🥰
🥰🥰🥰🥰🥰