Revisi
Ada beberapa hal yang dirasa kurang memuaskan, jadi diputuskan untuk merevisi bagian awal cerita.
Petugas kepolisian Sektor K menemukan mayat di sebuah villa terpencil. Di samping mayat ada sosok perempuan cantik misterius. Kasus penemuan mayat itu nyatanya hanya sebuah awal dari rentetan kejadian aneh dan membingungkan di wilayah kepolisian resort kota T.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bung Kus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PROLOG
Tanah basah dengan genangan air di beberapa bagian. Derap langkah berirama dari sepatu-sepatu berwarna hitam mengabaikan tanah berlumpur. Hujan belum sepenuhnya berhenti, tetapi para laki-laki berseragam cokelat tua terlihat tidak peduli dengan tubuh yang mulai basah.
"Apakah tempatnya masih jauh?" tanya laki-laki yang berada di tengah barisan.
"Mungkin sekitar 500 meter dari sini Ndan," jawab laki-laki yang berada di barisan paling depan.
Sejumlah petugas kepolisian sore ini memang menyisir hutan pinus di sebelah selatan Kabupaten T. Berdasar laporan dari internal kepolisian, terjadi tindak kriminal di rumah seorang dukun yang tersembunyi di tengah hutan pinus. Tim khusus segera diterjunkan karena khawatir ada korban jiwa.
"Apa yang dia lakukan di tengah hutan begini?" tanya petugas yang dipanggil komandan. Di antara yang lain tubuhnya memang terlihat paling tambun. Tentu saja mendaki perbukitan terjal menyiksa dirinya.
"Entahlah Ndan. Banyak kejadian aneh akhir-akhir ini. Dan kurasa dia memang sudah kehilangan akal," sahut petugas di barisan belakang.
" Dia memang sudah kehilangan segalanya. Jadi tidak heran jika akhirnya harus kehilangan kewarasan." Petugas di bagian depan menimpali.
Komandan kali ini terdiam. Pandangannya fokus pada jalanan yang semakin menanjak. Sedangkan pikirannya mengawang jauh. Teringat pada salah satu petugas kepolisian yang baru saja diperbincangkan.
Sebagai seorang pimpinan dari unit reskrim, komandan merasa harus mengedepankan akal dan logika untuk mengidentifikasi sebuah masalah. Namun sayangnya, apa yang terjadi akhir-akhir ini di wilayah kerjanya sangat sulit dijelaskan oleh logika manusia biasa.
"Berhenti," ucap petugas di barisan paling depan. Tangannya terkepal ke atas. Semua orang pun berhenti.
Komandan sedikit berjinjit, mencoba melihat apa yang membuat anak buahnya memberi instruksi untuk berhenti. Suasana hutan pinus yang temaram ditambah cuaca sedang gerimis, membuat pandangan sedikit buram. Samar-samar terlihat seekor ular melintang di tengah jalan.
Kepala ular berwarna hitam legam itu tampak mekar. Tubuhnya yang panjang tegak berdiri seolah menatap gerombolan orang yang hendak melintas. Satu hal yang tampak tidak biasa dari ular itu adalah terdapat benjolan di bagian atas kepala yang menyerupai tanduk.
"Ular bertanduk," bisik salah satu petugas di samping komandan.
Beberapa detik yang terasa sunyi berlalu. Waktu seolah bergerak lebih lambat. Hingga akhirnya ular aneh itu menurunkan kepalanya, dan bergerak perlahan menyusuri tanah. Kemudian menghilang di antara rumput gajahan yang tinggi.
"Aku tidak salah lihat kan? Ular tadi bertanduk kan?" seru komandan, khawatir jika dirinya sedang berhalusinasi.
"Aku pernah dengar dari orangtuaku dulu, katanya ular yang sudah berusia sangat tua memang bertanduk," sahut petugas di bagian belakang.
Komandan menarik napas panjang. Bagaimanapun dia harus memberi instruksi agar timnya terus melangkah maju, mengabaikan hal-hal yang tidak berhubungan dengan tugas.
"Percepat langkah," perintah komandan dengan lantang. Kembali terdengar derap langkah kaki yang berirama.
Setelah sampai di ujung tanjakan tampak sebuah rumah joglo diapit oleh dua pohon beringin kembar. Komandan meminta timnya untuk bersiaga dengan langkah yang semakin dipercepat. Samar-samar di salah satu dahan beringin tampak sesuatu berayun-ayun. Semakin dekat semakin jelas, yang berayun itu adalah tubuh manusia yang digantung secara terbalik.
Cairan merah kental berceceran di bawah tubuh terbalut pakaian serba hitam. Rambut penuh uban tampak terikat kain udheng bermotif batik barong. Dapat dipastikan laki-laki itu sudah tidak bernyawa. Matanya melotot dengan lidah terjulur keluar. Deretan gigi yang menghitam dengan bibir terbuka lebar, seolah mayat itu baru saja tersenyum saat ajalnya tiba.
Di teras depan, tampak seorang perempuan cantik sedang menangis. Tubuhnya yang ramping terlihat menggigil hanya mengenakan kemben kain jarit cokelat muda. Aroma kembang menguar di udara. Bahunya yang putih mengkilap berguncang ringan seirama dengan isak tangisnya.
Komandan meminta timnya untuk menyebar, memeriksa rumah. Sedangkan dirinya mendekati perempuan yang dia kenali bernama Melati itu.
"Apa yang sudah terjadi, Melati?" tanya Komandan.
"Dukun itu mau membunuhku," jawab Melati singkat.