Hanya karena logam mulia dan wasiat yang di punya oleh kakek masing-masing membuat Nathan dan Tiffani berakhir di jodohkan. Tiffani tak menyangka bahwa dia harus menikah dengan laki-laki terpandang yang terkenal dari keluarga sendok emas. Sedangkan Nathan hanya bisa pasrah dengan masa depannya setelah dia mendapatkan garis keturunan sebagai calon penerus perusahaan Kakeknya, salah satunya dengan menikahi gadis yang tak pernah dia duga sebelumnya. Bahkan perjodohan ini membuat Nathan harus menyerah untuk menikahi sang pujaan hatinya yaitu Elea.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ann, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Long Distance Married
Suara ketukan pintu terdengar dari luar kamar. Tiffani yang semula duduk bermain ponsel di sofa bangkit berdiri untuk melihat siapa yang datang.
Pintu terbuka menampilkan Rey yang datang menghampiri dirinya menuju kamar kepemilikan Nathan. Kehadiran Rey membuat Tiffani bingung karena hari pun sudah menunjukan pukul delapan malam.
"Ada apa?" tanya Tiffani to the point.
"Lagi sibuk nggak?"
"Nggak kok, lagi santai aja di dalam."
"Mau nge teh diluar?"
"Nge teh? boleh-boleh, bentar aku ambil hp dulu."
Tiffani masuk kembali ke dalam dan mengambil ponselnya. Sementara itu Rey dengan setia masih menunggu di luar.
Dengan mengenakan baju tidur mereka keluar menuruni tangga menuju ke arah dapur. Dapur sudah sepi tidak ada kehadiran pelayan disana.
"Mau teh yang mana?" tawar Rey.
"Biar aku buat sendiri saja." Tiffani yang langsung mengambil alih gelas.
Rey mengambil kembali gelas yang tadi di ambil oleh Tiffani. "Biar aku saja, kan aku yang ngajak kamu pergi minum teh."
"Beneran? nggak enak aku kayak nyuruh-nyuruh kamu aja."
"Ya nggak dong." Rey yang sudah mulai membuat teh nya sendiri.
Tiffani langsung mengambil satu bungkus teh. "Aku mau rasa jasmine saja."
"Kamu tunggu di taman luar saja, apa mau ke rumah belakang?"
"Di taman aja." jawab Tiffani.
Setelah beberapa menit duduk di bangku taman, Rey menyusul dengan membawa dua gelas teh.
"Ini punyamu." menyerahkan milik Tiffani.
"Makasih."
Rey meletakkan teh kepemilikannya di bangku sebelah Tiffani duduk. "Kamu tunggu disini sebentar."
"Mau kemana kamu?"
Belum sempat menjawab pertanyaan Tiffani, Rey sudah pergi terlebih dahulu menuju ke arah rumahnya.
Sambil menunggu kehadiran Rey, Tiffani meminum teh hangat yang ada di gelas genggamannya.
"Ini buat kamu." Rey datang membawa jaket miliknya yang langsung di pasangkan ke arah bahu Tiffani.
Tiffani kaget melihat perlakuan Rey. "Aku nggak kedinginan kok."
"Sudah pakai saja, angin malam nggak baik nanti kalau kamu sakit aku juga merasa bertanggung jawab karena mengajak kamu kemari."
Keduanya kini melamun tenggelam dalam pikiran masing-masing sambil sekali meminun teh. Jika di apartemen Rey jarang sekali bisa menikmati udara di malam hari, dia pun juga merasa kesepian karena Ibunya sudah sibuk sendiri di kamar.
Sementara itu Tiffani tiba-tiba saja memikirkan Nathan, kiranya sedang apa suaminya tersebut. Biasanya jika jam segini dia sudah berada di kamar berdua dengan Nathan.
"Kalian belum tidur?"
Suara seseorang membuat Tiffani dan Rey sontak menoleh. Nenek datang menghampiri kedua cucunya.
"Nenek kenapa belum tidur?" tanya Tiffani.
"Nenek nggak bisa tidur, makin tua Nenek makin susah buat tidur."
Rey dan Tiffani langsung berdiri dan memberikan akses pada Nenek untuk duduk di tengah-tengah mereka.
"Nenek, mau Rey bikinin teh?"
"Nggak perlu, Nenek tadi jalan-jalan ngecek rumah kok pintu belakang buka ternyata ada kalian. Kalian juga nggak bisa tidur sama seperti Nenek?"
"Iya Nek." jawab Rey sementara Tiffani hanya tersenyum.
"Kamu pasti kepikiran dan kangen kan sama Nathan yang lagi di Jepang." Nenek melihat ke arah Tiffani.
Tiffani terkekeh mendengarnya. "Nenek bisa aja."
"Kalau Rey, kamu pasti nggak bisa tidur karena harus adaptasi lagi di rumah lama?" Kali ini Nenek gantian bertanya ke arah Rey.
"Mungkin iya Nek."
"Kalian cepet masuk jangan lama-lama diluar nanti masuk angin." Nenek lantas bangkit berdiri. "Oh iya Rey kamu telepon Ibu kamu kalau misal nggak bisa tidur, Tiffani juga tapi bukan telepon ibu, melainkan telepon Nathan kan biasanya tidur berdua sekarang harus LDM dulu."
"Nenek kok tahu LDM segala?" Tiffani menggoda Nenek.
"Tahu dong, gini-gini Nenek update seperti anak muda."
Sementara itu Rey sedikit tak suka, mendengar Neneknya yang terus menggoda Tiffani dan dikaitkan dengan Nathan.
"Rey, saran Nenek agar kamu tidak kesepian secepatnya nyusul Nathan biar ada temennya." Goda Nenek lagi.
Rey hanya bisa tersenyum. "Nanti dulu Nek."
"Ya sudah Nenek ke dalam dulu."
Setelah kepergian Nenek kini kembali tinggal mereka berdua yang duduk di bangku taman.
"Benar apa kata Nenek, sebaiknya kamu juga cepat menyusul Nathan." Tiffani yang ikut menggoda Rey.
"Aku sedang berusaha mendapatkan kembali apa yang seharusnya jadi milikku."
Mendengar penuturan Rey membuat Tiffani bingung. "Maksudnya?"
"Nggak kok, masih belum ada yang cocok aja."
***
Sementara itu di Jepang Nathan dan Elea baru saja pulang jalan-jalan malam. Tas belanjaan full di tangan kanan kiri mereka.
"Capek banget." ujar Elea begitu sampai di kamar hotel lantas langsung merebahkan tubuhnya di kasur.
Sementara itu Nathan langsung membersihkan diri. Elea membuka satu persatu barang belanjaannya.
"Kamu sudah mandi?" tanya Tiffani saat Nathan yang keluar dengan mengenakan baju tidur beberapa menit kemudian.
"Buruan mandi." perintah Nathan.
Elea pun menurut masuk ke dalam kamar mandi, sementara itu Nathan duduk di sofa dan melihat galeri di ponselnya.
Foto yang tadi di ambil saat jalan-jalan terasa indah tak terasa membuat satu sudut bibirnya terangkat. Tangan Nathan terus menggeser foto sampai muncul foto pernikahannya dengan Tiffani. Sejenak bayangan perempuan itu muncul di benak Nathan.
Elea yang sudah selesai mandi langsung ikut bergabung duduk di sebelah Nathan.
"Kamu lagi lihat apa?"
Nathan yang tadinya masih sibuk melihat-lihat foto pernikahannya mendadak gugup karena kehadiran Elea.
"Nggak kok, i-ini lagi lihat waktu kita foto-foto tadi."
"Kok kamu kayak gugup gitu?" Goda Elea menatap ke arah Nathan.
"Siapa juga yang gugup." Nathan mengusap tengkuknya.
Bagaimana tidak, pikirannya tadi tengah flashback saat dia menikah namun tiba-tiba saja kekasih haramnya tersebut keluar dari kamar mandi membuat Nathan kelimpungan dan tidak ingin ada salah paham. Dengan cepat Nathan memberi alasan.
Elea tidak mungkin melewatkan kesempatan liburan kali ini. Dia merasa kekasih real dari Nathan, sudah lama juga hubungannya dengan Nathan terjalin. Momen romantis jarang terjadi karena kesibukan masing-masing. Saat bertemu pun hanya sekedar sapa dan mengobrol.
Mata Elea menatap ke arah mata kecoklatan milik Nathan yang kini melihat ke arahnya, lantas penglihatannya itu turun ke bawah menuju ke bibir milik kekasihnya. Elea mendekat sementara itu Nathan hanya diam membiarkan Elea memulainya.
Saat bibir keduanya akan bertemu dan Elea juga sudah memejamkan mata. Suara dari ponsel milik Nathan membuat suasana romantis itu buyar.
"Maaf-maaf." Nathan langsung menyambar ponsel miliknya yang menampilkan notifikasi alarm pengingat agar dirinya minum obat.
Melihat Nathan yang berlalu bangkit berdiri, membuat Elea jengkel. "Kenapa?" tanyanya.
"Waktunya aku minum obat."
"Ganggu aja." gumam Elea lirih.
Elea mendengus kesal, moodnya untuk bermesraan dengan Nathan sudah hilang dia memilih fokus untuk membuka kembali barang belanjaannya.
Sementara itu Nathan langsung mengambil obat yang berada di tasnya. Nathan memasang alarm pengingat minum obat untuk kebaikan dirinya sendiri apalagi kakinya terkadang masih terasa nyeri.
Suasana romantis yang akan terjadi di antara mereka barusan harus terhenti entah kenapa tidak membuat Nathan menjadi kecewa. Dia malah kembali ke sofa memainkan ponselnya dan tidak ingin melanjutkan apa yang akan terjadi barusan.