Lavina tidak pernah menyangka akan dijodohkan dengan seorang duda oleh orang tuanya. Dalam pikiran Lavina, menjadi duda berarti laki-laki tersebut memiliki sikap yang buruk, sebab tidak bisa mempertahankan pernikahannya.
Karena hal itu dia menjadi sanksi setiap saat berinteraksi dengan si duda—Abyan. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu Lavina mulai luluh oleh sikap Abyan yang sama sekali tidak seperti bayangannya. Kelembutan, Kedewasaan Abyan mampu membuat Lavina jatuh hati.
Di saat hubungannya mulai membaik dengan menanti kehadiran sosok buah hati. Satu masalah muncul yang membuat Lavina memutuskan untuk pergi dari Abyan. Masalah yang membuat Lavina kecewa telah percaya akan sosok Abyan—duda pilihan orang tuanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my_el, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Duda 29
Abyan menunduk untuk menatap wajah Lavina yang secara kebetulan wanita itu juga tengah menatap ke arahnya. Kedua sudut bibirnya terangkat, membentuk simpul tipis.
“Sebelumnya mas gak pernah kepikiran buat bertemu dengan dia lagi. Baik secara sengaja ataupun tidak. Menurut mas semua sudah berlalu dan tidak ada lagi yang perlu dibicarakan antara mas dan dia. Jadi, kalaupun nanti secara tidak sengaja mas bertemu dengan dia. Mas tidak akan melakukan apa pun sebagaimana dua tahun ini berjalan tanpa dia lagi,” jawab Abyan dengan tenang dan bijaksana.
Seharusnya Lavina paham bagaimana perangai suaminya yang tidak muda meledak-ledak. Dan jawaban Abyan sudah cukup membuktikan sedewasa apa pria itu. Lantas, Lavina kembali menyembunyikan wajahnya di dada suaminya. Menyamankan diri dari perasaan janggal yang masih membelenggu hatinya.
“Sudah mau tidur?” Abyan mengusap halus kepala bagian belakang Lavina penuh sayang. Yang diangguki pelan oleh Lavina. “Baiklah. Good night, Lav.”
“Good night,” bisik Lavina membalas ucapan suaminya, sebelum dia memejamkan matanya. Melupakan sejenak segala hal yang masih mengganggu pikirannya.
Hari terakhir di minggu ini, Abyan begitu sibuk dengan jadwalnya yang cukup padat di kantor. Jika biasanya dia akan selalu ada waktu untuk merecoki sang istri yang berada di rumah, maka sekarang dia hanya menyempatkan waktu untuk mengingatkan makan siang saja untuk Lavina.
Jelas hal itu tak terlalu dibuat masalah bagi Lavina. Justru ibu hamil itu bisa bernapas lega, sebab dia bisa menikmati waktunya untuk melakukan sesuatu yang harus segera dia selesaikan.
Ting!
Suara notifikasi ponselnya yang terdengar, membuat wanita itu buru-buru untuk melihatnya. Memastikan pesan itu memang dari orang yang sudah dia tunggu.
+62844xxx
Oh hai
Iya tentu bisa lavina
Senyuman Lavina mengembang saat membaca pesan itu. Lantas dia segera memberikan balasan, tak ingin orang yang di seberang sana menunggu terlalu lama.
“Entah ini benar atau tidak. Tapi dengan begini sedikitnya bisa membuat perasaan ini lebih lepas. Semoga saja semuanya berjalan sesuai dengan semestinya,” gumam Lavina sembari menatap deretan pesan yang ada di ponselnya.
Di saat sedang sibuk-sibuknya Abyan dengan segala berkas-berkas di hadapannya dan akan segera melakukan rapat. Ponsel miliknya berbunyi, menarik perhatian Abyan. Terlebih melihat nama orang spesial yang tertera di layar benda pipih itu, membuat Abyan segera untuk menerima panggilan itu.
“Iya, Lav?” sapanya tersenyum, walaupun istrinya itu tak melihatnya.
“Mas hari ini lembur?”
“Tidak. Tapi, akan pulang lebih lambat sedikit, Lav. Makan malam tetap di rumah, kok,” jawab Abyan seadanya.
“Kalau aku ngajak mas makan malam di luar, apa gak masalah?”
Abyan mengerutkan keningnya bingung. “Kenapa harus jadi masalah, Sayang? Tentu tidak apa-apa. Kamu lagi pengen makan di luar, ya? Mau di mana tempatnya, biar mas preservasi dulu,” balas pria itu lembut.
“Terima kasih, Mas. Tapi, biar aku sendiri yang pesan tempatnya. Kamu fokus kerja aja.”
“Baiklah. Nanti mas jemput kalau gitu,” jawab Abyan mengalah. Membiarkan istrinya itu melakukan hal yang membuat senang.
“No! Biar aku diantar pak sopir aja. Kita ketemuan langsung di tempat, biar gak bolak-balik kamunya. Nanti aku sharelock juga lokasinya ke mas.”
Meski sedikit keberatan dengan keputusan sang istri. Namun, dia mencoba untuk kembali menurut saja. Selagi Lavina tidak menyetir sendiri, menurutnya tidak terlalu masalah.
“Mas hanya boleh setuju saja, kan?” tanyanya yang langsung mendapat gelak tawa dari arah seberang, membuat Abyan kembali mengembangkan senyumannya. “Kalai begitu sampai bertemu nanti malam, Lav."
****
Begitu sampai di lokasi, restoran yang sudah istrinya pesan sebelumnya. Abyan makin dibuat bingung, sebab restoran itu termasuk restoran mewah dan dia belum pernah ke sini bersama Lavina. Apakah istrinya itu sedang mengidam makan malam di tempat ini?
Tak ingin menerka-nerka lebih lama tanpa jawaban pasti. Abyan langsung membawa kakinya melangkah masuk dan mengikuti langkah pelayan yang sudah menunggunya. Namun, langkahnya seketika terhenti saat netranya tak hanya melihat sang istri di depan sana.
“Lav,” panggil Abyan pelan, dan mencoba untuk tenang.
Merasa ada yang memanggilnya, Lavina seketika mendongak dan tersenyum saat melihat kehadiran sang suami. “Mas Aby.”
Abyan tidak sedang dalam mimpi. Apa yang dia lihat memang benar adanya, nyata. Namun, kakinya masih berat untuk menghampiri sang istri yang tengah duduk bersama orang yang dia kenal. Membuat Lavina akhirnya menyusulnya.
“Ayo! Kok malah diem aja.” Ibu hamil itu menarik lengan Abyan pelan.
“Bisa kamu jelasin dulu, kenapa kamu bisa bersama dia?” tanya Abyan menghentikan tarikan istrinya di lengannya.
Lavina diam untuk beberapa saat, tetapi setelahnya ia menghela napas panjang. “Aku memang sengaja mengundang dia. Maaf, aku ingin mas sama dia menyelesaikan yang perlu diselesaikan. Walaupun mas bilang udah cinta ke aku, udah gak ada hubungan apa pun lagi sama dia dan mas merasa sudah tidak memikirkan masalah antara kalian yang sudah berlalu. Tapi, menurutku mas perlu bicarakan semuanya dengan dia, tentang perasaan kalian berdua dari dulu sampai saat ini. Aku yakin, baik mas ataupun dia masih sama-sama terbelenggu sama perasaan yang belum sepenuhnya lepas. Perpisahan kalian terlalu mendadak untuk hubungan yang tak sebentar dan tak banyak masalah. Jadi, aku mencoba menahan egoku untuk membiarkan kalian membicarakan semuanya sekarang.”
Rentetan kalimat panjang yang Lavina lontarkan padanya, membuat Abyan terdiam. Tidak sepenuhnya ucapan sang istri salah, dia juga membenarkan poin-poin yang Lavina sebutkan. Dia memang mencintai Lavina, tapi masih ada yang janggal dalam dirinya. Maka, dia pun mengangguk pelan, menyetujui permintaan istrinya.
“Aku percaya sama kamu, Mas. Aku gak akan pergi dari kamu kalau bukan kamu yang minta. Jadi, aku akan tunggu kamu.” Lavina berikan senyuman tulus pada suaminya, sebelum melangkah pergi. Namun, tangannya dengan cepat dicekal oleh Abyan.
“Temani, Mas, ya. Sekarang mas, kan, suami kamu. Jadi, kamu juga perlu tahu semua tentang mas. Dan yang paling penting, tidak baik seorang suami ditinggal berdua saja dengan wanita lain,” ujar Abyan menatap Lavina penuh harap.
Dengan ragu Lavina mengangguk, sontak membuat Abyan tersenyum. Tangannya pun digenggam oleh Abyan dengan lembutnya sembari melangkahkan kaki, beriringan ke meja yang dirinya pesan tadi.
“Felita,” sapa Abyan sekenanya, sambil mengeratkan genggaman tangannya pada Lavina.
Yang disapa, pun tersenyum ramah. “Long time no see, Abang.”
*
*
Jeng Jeng!
Selamat malam minggu dari author yang dalam posisi dipeluk Abyan 🤭
See you