Pernikahan pertama yang hancur akibat orang ketiga membuat Adel terluka hingga memutuskan menutup hati. Ditambah ia yang belum bisa memberikan keturunan membuat semuanya semakin menyedihkan.
Namun, takdir hanya Tuhan yang tahu. Empat tahun berjibaku dengan bisnis yang ia mulai untuk melupakan kesedihan, Adel malah bertemu anak laki-laki tanpa kasih sayang seorang ibu.
Dari sana, di mulai lah kehidupan Adel, Selatan dan Elang. Bisakah mereka saling mengobati luka atau malah menambah luka pada masing-masing hati. Terungkap juga kisah masa lalu menyedihkan Adel yang hidup di panti asuhan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Annisa sitepu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dituduh
Bel pertanda pulang sekolah akhirnya berbunyi. Semua siswa tersenyum bahagia, sebab pelajaran sudah selesai dan mereka bisa pulang ke rumah atau mampir ke tempat tongkrongan biasa.
Sama halnya dengan Selatan, Fano dan Vino. Ketiganya merapikan kembali buku yang berserakan di meja.
"Langsung pulang, Tan?" tanya Vino.
"Iya, papa minta gue pulang. Mau ngajak makan siang katanya."
"Tumben."
"Gue juga bingung. Semenjak pulang dari Jogja, papa jadi makin aneh, lebih anehnya lagi. Dia sering ngajak ngobrol, beda sama dulu waktu gue sebelum masuk SMA."
"Mungkin doa Lo terkabul."
"Sayangnya gue udah nggak terlalu berharap lagi. Tau sendiri, gue punya bunda."
"Ya nggak masalah juga, Sih. Kan lumayan, mungkin aja bunda bisa jadi real ibu tiri, Lo."
"Kasihan bunda."
Fano dan Vino hanya menggelengkan kepalanya. Jika itu anak lain, mungkin mereka akan segera mengaminkan doa mereka. Berbeda dengan Selatan yang tampak menolak perjodohan antara papa dan bundanya.
"Perasaan Lo kayak nggak suka kalau om Elang nikah sama bunda," ucap Vino.
"Bukan nggak suka, gue cuman nggak mau liat bunda nangis sama sikap papa."
"Mungkin aja om Elang bisa berubah setelah nikah sama bunda."
"Amin kalau misalnya itu terjadi. Udah berhenti bahas bunda sama papa. Cabut," ucap Selatan mengakhiri pembicaraan.
Ketiganya keluar dari kelas, lalu berpencar. Selatan pergi ke pintu gerbang sekolah sedangkan Fano dan Vino ke parkiran mengambil motornya.
"Kita duluan ya, Tan."
"Oke."
Selatan memang tidak pernah lagi baik motor sendiri ke sekolah. Adel melarang setelah kecelakaan beberapa bulan yang lalu, tidak parah memang, namun Adel jadi trauma dan tidak bisa tenang kalau Selatan membawa motor.
Saat sedang menunggu jemputan, tiba-tiba saja mobil asing berhenti di hadapannya lalu pintu terbuka dan keluarlah Rahayu. Wajah Selatan jadi tidak bahagia.
"Tante antar pulang, mau?" Karena gagal kemarin. Ayu berusaha mendekati Selatan tanpa ada Adel. Ayu merasa Adel sosok yang bisa mempengaruhi Selatan.
"Tidal, terima kasih." Mana mau Selatan pulang dengan Rahayu. Ia sudah hapal betul tabiat manusia seperti Rahayu yang suka mengambil kesempatan. Apalagi kejadian kemarin cukup membuatnya harus waspada.
"Tante janji bakal antar langsung. Atau kita bisa jalan-jalan sebentar ke mal belanja, Tante bayarin deh."
"Masih bisa beli sendiri, jadi nggak perlu sumbangan."
Lama-lama kesal juga. Rahayu yang selalu mendapatkan penolakan apalagi diperlakukan sedemikian dingin oleh Selatan jadi marah. Melihat bahwa tidak lagi banyak orang yang ada di depan gerbang. Rahayu mencoba menarik Selatan dan memaksanya masuk ke mobil.
Tentu saja Selatan menolak. Ia melepas genggaman tangan Rahayu, dan hal itu membuat kekesalan Rahayu semakin menjadi-jadi hingga secara tidak sadar ia mendorong Selatan ke tengah jalan.
Belum sempat Selatan kembali ke pinggir, tiba-tiba saja sepeda motor yang melaju cepat lalu menabrak Selatan cukup kuat. Adel yang sengaja ingin menemui Selatan histeris sedangkan Rahayu segera pergi dari lokasi kejadian.
"Sayang, Selatan. Bangun, Nak. Tolong!!!" Teriak Adel sambil memangku kepala Selatan yang berdarah.
Pengendara lainnya pun segera berhenti, bahkan supir taksi memberikan tumpangan pada Adel untuk membawa Selatan yang sudah tidak sadarkan diri.
Ada rasa syukur dalam diri Adel saat memutuskan menghampiri Selatan ke sekolah untuk memberikan kue buatannya. Walau tidak di makan oleh anaknya, ia bisa segera menyelamatkan Selatan.
Sesampainya di rumah sakit, para Dokter dan suster segera menangani Selatan. Adel juga meminta Fano menghubungi Elang agar datang ke rumah sakit.
Air mata Adel tidak bisa berhenti, ia bahkan tidak memperdulikan pakaiannya yang terkena darah Selatan. Ia sangat takut sesuatu buruk terjadi pada putranya.
"Kamu harus kuat, Sayang. Bunda baru aja bahagia punya kamu, jadi jangan tinggalin bunda," ucap Adel yang duduk di depan ruang IGD.
Saat Selatan sedang di beri pertolongan. Elang, sang ibu, Fano dan Vino akhirnya tiba di rumah sakit. Mereka sama cemasnya, bahkan Elang sudah menangis karena tidak menduga kalau anak semata wayangnya akan berakhir di rumah sakit.
Sesampainya di depan ruang IGD, Elang yang khawatir malah menyalahkan Adel. Ia berpikir bahwa Adel lah penyebab semua ini.
"Apa yang sudah kau lakukan pada putra ku?!" Bentak Elang pada Adel. "Sudah ku katakan berulang kali untuk menjauhi putraku! Tapi apa yang kau lakukan? Kau malah membuatnya masuk rumah sakit."
Adel menatap kesal Elang. Bukankah seharusnya ia bertanya bagaimana kondisinya putranya dari pada menyalahkan orang yang bahkan tidak punya niat menyakiti sang putra.
"Apa maksud anda, Tuan? Apa menurut anda saya tega mencelakai anak yang sama sekali tidak bersalah? Saya bahkan tidak memiliki motif semacam itu."
"Bisa saja kau melakukannya karena benci pada ku!"
"Lalu untuk apa aku bersusah payah membawa Selatan ke rumah sakit kalau aku ingin membalas setiap hinaan anda pada ku?"
Seketika Elang terdiam, Adel ada benarnya juga. Kalau benci, bukankah seharusnya Adel meninggalkan putranya terkapar di lokasi kejadian bukan malah bersusah-payah membawa ke rumah sakit.
"El, tenangkan diri mu. Putra mu sedang bertaruh nyawa, bukankah seharusnya kau berdoa untuk keselamatannya."
"Aku cemas, Bu. Putra ku terluka."
"Ibu juga cemas, kita semua di sini juga cemas. Jadi, bersikap lah rasional."
Fano dan Vino merangkul Adel. Mereka sedih melihat kondisi bunda kesayangan sahabat mereka, terlihat menyedihkan apalagi habis di salahkan oleh Elang.
"Orang tua Selatan." Tiba-tiba saja Dokter keluar dari ruangan lalu bertanya orang tua pasien yang ia rawat.
"Saya, Dok. Bagaimana kondisi putra saya?"
"Kami bisa menyelamatkannya, beruntung dia segera di bawa sehingga tidak kehilangan banyak darah. Tapi, ada sesuatu yang harus kami sampaikan, dan berharap anda bisa menerimanya."
"Ada apa, Dokter?" Elang jadi semakin khawatir.
"Karena tabrakan, kedua kaki putra anda retak dan tidak bisa berjalan hingga beberapa bulan ke depan. Bukan lumpuh permanen, namun harus mengikuti terapi agar bisa berjalan normal."
Tubuh Adel jatuh ke lantai. Ia merasa sangat bersalah, meskipun bukan dia penyebabnya, namun hatinya sakit sekaligus bersalah setelah mendengar kenyataan tidak membahagiakan itu.
"Berapa lama kira-kira putra ku bisa sembuh, Dok?"
"Itu tergantung dari keinginan pasien untuk sembuh. Kalau begitu, saya pamit undur diri dulu. Kemungkinan putra anda akan sadar beberapa jam lagi akibat obat bius yang kami berikan."
"Terima kasih, Dok."
Tidak berapa lama, pintu terbuka dan tubuh Selatan di pindahkan ke kamar inap. Elang segera meminta kamar VIP agar perawatan putranya maksimal.
"Bunda jangan nangis. Selatan pasti nggak mau liat Bunda kayak gini," ucap Vino setelah Elang dan ibunya pergi bersama Selatan.
"Bunda ngerasa bersalah, Vin. Kalau aja bunda cepat-cepat datang pasti Selatan nggak bakal di tabrak."
"Ini takdir, Bun. Jangan salahin diri Bunda."
"Bunda pengen peluk Selatan. Bunda rindu manjanya Selatan." Tangis Adel kembali. Fano dan Vino juga ikut menangis mendengar perkataan Adel.
"Kita juga rindu, Bun. Kalau aja tahu bakal kayak gini, mungkin kami tunggu Selatan sampai di jemput, Bun." Tentu saja Fano dan Vino ikut menyalahkan diri karena tidak menemani Selatan di depan gerbang tadi.
Biar aja lukman merasakan sakit hatinya.. Tega membuang anak2 nya demi pelakor.. Yg di posisi anak sungguh miris.. Enak aja klau minta maaf semua selesai.. Makin byk org berbuat salah klau gt..