Terjebak dalam kesalahpahaman di masa lalu, menyebabkan Lauren dan Ethan seperti tengah bermain kejar-kejaran di beberapa tahun hidup mereka. Lauren yang mengira dirinya begitu dibenci Ethan, dan Ethan yang sedari dulu hingga kini tak mengerti akan perasaannya terhadap Lauren. Berbagai macam cara Lauren usahakan untuk memperbaiki kesalahannya di masa lalu, namun berbagai macam cara pula Ethan menghindari itu semua. Hingga sampai pada kejadian-kejadian yang membuat kedua orang itu akhirnya saling mengetahui kebenaran akan kesalahpahaman mereka selama ini.
“Lo bakal balik kan?” Ethan Arkananta.
“Ke mana pun gue pergi, gue bakal tetap balik ke lo.” Lauren Winata.
Bagaimana lika-liku kisah kejar-kejaran Lauren dan Ethan? Apakah pada akhirnya mereka akan bersama? Apakah ada kisah lain yang mengiringi kisah kejar-kejaran mereka?
Mari ikuti cerita ini untuk menjawab rasa penasaran kalian. Selamat membaca dan menikmati. Jangan lupa subscribe untuk tahu setiap kelanjutan ceritanya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Choi Jaeyi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sebuah Keputusan
Kemudian Lauren pun terpikir akan sesuatu. “Oh iya, gue juga mau nanya dong. Serius ini, kenapa lo jadi berubah pikiran buat tetap ngelibatin gue ke pengerjaan proyek ini? Bukannya waktu itu lo nentang keras, bahkan ngusulin sama pak Dani biar gue diganti aja?
Lama terdiam setelah mendengar pertanyaan Lauren, Ethan pun menghela napas panjang. “Nggak ada alasan tertentu. Gue cuma ngikutin kemaunnya pak Dani doang.”
“Dih, masa gitu?”
“Ya gitu lah. Emang lo siapa, sampai-sampai bikin gue berubah pikiran semudah itu.”
Refleks Lauren memutar bola matanya malas. “Apa coba yang bisa gue harapin dari lo.”
...*****...
Setelah selesai makan malam, biasanya Shafira akan menemukan keberadaan salah satu putra kembarnya yang duduk di ruang keluarga. Entah itu sedang mengerjakan sesuatu seperti tugas kuliah, atau hanya sekedar duduk santai sambil memainkan ponsel. Tetapi kini sosok itu tidak terlihat di tempat biasanya, bahkan pada saat makan malam tadi pun nampaknya dia tengah terburu-buru ingin segera selesai makan dan kembali ke kamar.
Hal itu kemudian menimbulkan rasa penasaran Shafira dan kini dia pun berinisiatif untuk menemui putranya itu.
Karena Shafira tak menemukannya di tempat biasa, maka tujuan selanjutnya adalah kamar sosok tersebut. Sesaat setelah dirinya sampai ke tempat tujuan lagi-lagi Shafira dibuat heran, sebab pintu kamar putranya itu terbuka lebar.
Tak biasanya dia membiarkan pintu kamarnya terbuka begitu saja, Shafira sangat tahu kalau salah satu putra kembarnya itu selalu menutup pintunya baik itu di siang hari atau pun pada malam hari. Salah satu alasannya adalah karena putranya itu tak ingin diganggu oleh saudara kembarnya sendiri yang memang sedikit pecicilan dan menyebalkan.
Di balik pintu kamar yang terbuka lebar, di sana Shafira dapat melihat sesosok makhluk hidup yang tengah berbaring di lantai dengan kedua tangan dan kakinya yang terbuka lebar.
Jika dilihat dari sini, nampak sosok itu tengah memejamkan kedua matanya. Lalu di sekitar tubuhnya terdapat beberapa lembar kertas yang terlihat berserakan dan laptop yang dibiarkan menyala begitu saja.
Baiklah, Shafira sangat yakin jika putranya itu sedang tidak baik-baik saja. Sebab perilakunya sekarang sedang menunjukkan ketidakbiasaan yang selalu dia lakukan sehari-hari, sangat berbanding terbalik.
“Ethan. Ngapain rebahan di situ, nggak biasanya loh,” Shafira melangkah masuk kamar dan menutup pintu.
“Eh, bunda,” setelah membuka kelopak matanya, Ethan buru-buru bangkit untuk duduk.
Shafira turut duduk di samping putranya itu. “Kamu kenapa, nak? Nggak seperti biasanya loh kamar kamu berantakan begini.”
“Aku nggak kenapa-kenapa kok, bun.”
Sudah pasti Shafira tak percaya dengan jawaban Ethan, terlebih lagi gelagat putranya itu nampak sekali tengah berbohong kepadanya. “Ethan. Bunda tau loh kalo kamu lagi bohong, jangan berusaha buat hindarin pertanyaan bunda.”
Seberapa kerasnya Ethan untuk tak menatap mata Shafira dengan tujuan agar ibunya tidak mengetahui dirinya tengah berbohong, tapi nyatanya hal itu sangatlah mustahil. Ethan sangat sulit menutupi ekspresi atau pun tingkahnya saat berbohong di depan Shafira.
Entah kemampuan macam apa yang dimiliki Shafira hingga begitu mudahnya mengetahui jika dia tengah berbohong, bahkan untuk seorang Nathan yang mempunyai 1000 ekspresi pun tak luput dari kemampuan Shafira dalam mendeteksi kebohongan.
Ethan sangat salut terhadap ibunya sendiri.
“Lagi banyak pikiran bunda, jadi keadannya begini. Aku minta maaf, abis ini aku beresin kok,” jawab Ethan setelah beberapa saat terdiam.
“Iya nak, nggak pa-pa. Nggak usah minta maaf, kamu nggak salah kok. Bunda cuma nanya aja,” Shafira tersenyum seraya menepuk bahu putranya itu. “Memangnya kamu banyak pikiran karena apa? Kebanyakan tugas kuliah? Atau lagi ada masalah di kampus?”
Ethan menggelengkan kepalanya pelan.
“Trus kenapa? Bunda bakal dengerin kok, kalo kamu mau cerita permasalahan kamu.”
Laki-laki bermata sayu itu pun menatap mata Shafira seraya memikirkan kalimat apa yang harus dia ucapkan. Sebab dia menebak reaksi wanita di hadapannya ini tidak akan senang dengan hal yang tengah dipikirkannya. “Tentang aku yang jadi asisten dosen buat ngerjain proyek di kampus, bun.”
Shafira hanya menganggukkan kepalanya tanpa bertanya lagi.
“Aku lagi mikir, pake cara apa lagi buat ngebujuk dosen biar bisa gantiin partner aku yang satunya lagi.”
“Loh, kenapa begitu?” refleks Shafira bertanya demikian. “Dia nggak bisa bantu kamu buat nyiapin proyeknya? Atau dia emang sama sekali nggak mau bantu kamu?”
Ethan menggelengkan kepalanya dengan cepat. “Dia dengan senang hati kok bun, mau bantuin aku.”
“Eh,” kali ini ekspresi Shafira terlihat terkejut mendengar pernyataan putranya. “Bagus loh itu, nak. Tapi kenapa kamu malah pengen gantiin dia?”
“Aku nggak cocok kerja sama bareng dia,” sedikit ragu Ethan pun melanjutkan kalimatnya dengan nada pelan hampir tak terdengar. “Karena orangnya Lauren.”
Selanjutnya apa yang ditebak Ethan benar sekali. Dari ekspresinya saja terlihat, Shafira tak menyukai pemikirannya sekarang. Selama ini Shafira sangat tidak membenarkan perilaku Ethan yang terus menghindari Lauren, bahkan Shafira tak terhitung sudah beberapa kali menasehati dirinya agar tidak berperilaku demikian.
Hanya saja Ethan tetap dengan pendiriannya yang keras kepala, mengabaikan semua nasihat yang diberikan Shafira kepadanya.
“Mau sampai kapan kamu begini sama Lauren?”
Ethan dapat menangkap nada bicara yang dingin dari Shafira, jika sudah begini dirinya seakan-akan sulit untuk menjawab setiap pertanyaan dari ibunya itu.
Karena merasa tak ada jawaban dari sosok di sampingnya, Shafira kembali bertanya. “Ethan, kenapa diam? Bunda lagi ngomong sama kamu loh.”
Seketika Ethan menegakkan punggungnya. Walau nada bicara Shafira sama sekali tak meninggi, tapi rasanya tetap saja menyeramkan baginya. “Aku nggak tau, bun,” jawabnya seraya menggelengkan kepala.
Helaan napas pun terdengar dari wanita itu. “Bunda emang nggak tau dan nggak ngerti, permasalahan apa yang terjadi di antara kalian,” perlahan tangannya bergerak meraih tangan Ethan. “Tapi bunda harap, kalian berdua bisa nyelesain masalah kalian dengan baik. Terutama kamu, nak. Kamu harus usahain hilangin ego yang selama ini kamu tunjukin buat jadi pertahanan kamu, dan yang bikin kamu terus-terusan hindarin usaha Lauren buat baikan sama kamu.”
Ekspresi wajah Ethan menunjukkan sedikit keterkejutan setelah mendengar kalimat Shafira barusan.
Seakan mengerti, Shafira pun tersenyum lembut. “Bunda tau kok, apa yang selama ini Lauren lakuin biar bisa baikan sama kamu. Bunda tau, nak.”
Selanjutnya Ethan hanya bisa menggaruk tengkuknya yang tak gatal karena bingung harus bagaimana lagi menanggapi ucapan Shafira.
“Ingat nak, nggak seharusnya kamu pertahanin terus-terusan ego kamu itu. Karena dampaknya nggak selamanya baik buat kamu. Seharusnya di usia sekarang ini, kamu udah bisa ngelola emosi atau pun ego kamu sendiri,” Shafira mengusap lembut permukaan tangan Ethan. “Kalo nggak bisa hilangin semuanya, coba sedikit. Sedikit aja nak, kamu kurangin. Sedikit aja kamu liat ke arah Lauren, liat perjuangannya yang mau baikan sama kamu. Ingat nak, Lauren itu teman masa kecil kamu. Nggak seharusnya kamu ngebiarin usahanya sia-sia hanya karena kamu yang masih pertahanin ego itu.”
Ethan terdiam sejenak, menundukkan kepalanya seraya menatap tangan Shafira yang senantiasa masih mengusap permukaan tangannya.
“Mungkin kamu udah muak sama bunda yang berkali-kali nasehatin kamu tentang ini,” Shafira kembali tersenyum lembut meski pun putranya itu tak menatap ke arahnya. "Tapi ingat satu pesan bunda. Nggak semua orang bisa pertahanin seseorang di sampingnya biar nggak pergi dari hidupnya, karena adanya hukum alam di mana manusia bisa datang dan pergi. Jadi jangan sampai kamu kehilangan orang yang begitu berharga di hidup kamu, cuma karena keegoisan belaka, nak.”