Sejak lahir, Jevan selalu di kelilingi oleh para perempuan. Ia tak pernah tahu dunia lain selain dunia yang di kenalkan oleh ibunya yang bekerja sebagai penari pertunjukan di sebuah kota yang terkenal dengan perjudian dan mendapat julukan The sin city.
Jevan terlihat sangat tampan sampai tak ada satupun perempuan yang mampu menolaknya, kecuali seorang gadis cuek yang berprofesi sebagai polisi. Jevan bertemu dengannya karena ia mengalami suatu hal yang tak lazim di hidupnya.
Peristiwa apakah yang telah di alami oleh Jevan? Ikuti ceritanya yuk!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sitting Down Here, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29 Back to You
"Maaf jika tadi aku kasar padamu Cherly... "
"Tidak apa-apa... Aku juga menginginkannya, Rafe... "
"Aku begitu merindukanmu sampai aku lupa kalau kita sudah berpisah... "
"Aku juga kangen sama kamu makanya aku kesini"
Rafe kemudian mengelus pipi Cherly dengan lembut sambil melanjutkan bicara.
"Aku berjanji yang berikutnya akan memperlakukan kamu lebih lembut"
"Lain kali? Kira-kira lain kalinya itu kapan?"
"Sekarang juga asalkan kamu mengizinkan aku untuk menginap"
"Kamu masih menginginkan aku, Rafe?"
"Tentu saja asal kamu juga masih mau"
"Aku... Iya, aku mau" Cherly mengatakan itu sambil menundukkan malu.
"Bagus. Karena hanya itu yang ingin aku dengar darimu"
"Oh, Rafe... "
***
"Rafe belum memberi kabar?"
"Belum, mommy. Aku rasa aku akan membiarkan mereka menghabiskan waktu bersama. Nanti aku akan kirim chat padanya selagi kita di perjalanan menuju bandara"
"Baiklah, mommy sih terserah kamu saja, Jev. Denise, kami izin untuk bersiap-siap berkemas dulu ya"
"Iya, silakan. Maafkan soal Rafe ya, Simone... "
"Tidak apa-apa, kami mengerti kok. Ia masih membutuhkan banyak waktu untuk bicara dengan Cherly setelah lama berpisah. Aku rasa setelah ini kamu akan sibuk mempersiapkan pernikahan mereka"
"Begitu ya? Well... Let's see... Aku kan masih belum bertemu dengannya"
"Kami akan tetap mendoakan yang terbaik untuk kalian, Denise"
"Terima kasih, Simone"
Setelah siap berkemas, Jevan dan Simone kemudian berpamitan dengan Denise.
Jevan dan Simone lalu memesan taksi untuk berangkat menuju bandara. Di tengah perjalanan, Rafe menghubungi Jevan.
"Jev, maafkan aku. Kamu di mana?"
"Di taksi menuju bandara sama mommy"
"Maaf aku tak bisa mengantarkan kamu sama mommy kamu ke bandara"
"Ga apa-apa, Rafe. Kami mengerti kok. Yang penting hubungan kalian sudah baik-baik aja kan sekarang?"
"Iya baik-baik saja. Ini semua berkat kau, Jev"
"Nah, don't mention it. Aku senang kalian akhirnya bisa kembali bersama"
"Well, sebenarnya kami belum membicarakan itu secara detail sih, tapi nanti aku akan ceritakan padamu begitu kamu sampai rumah"
"Baiklah, Rafe"
"Kalau begitu hati-hati di jalan, Jev. Sampaikan salamku untuk mommy kamu"
"Oke, I will. Bye, Rafe. See you soon, I hope"
"See you soon, Jev"
***
Rafe memandangi Cherly yang sedang tertidur pulas karena lelah setelah bercinta dengan Rafe. Ia tahu ia harus segera mengambil keputusan. Rafe lalu membalikkan badan dan mulai berfikir sambil memandangi pemandangan di luar melalui jendela kamar hotel tempat Cherly menginap. Rafe mungkin akan menyesali keputusannya tapi ia tetap harus melakukannya karena ia tak ingin kehilangan Cherly lagi.
Sebuah tangan melingkar di pinggang Rafe. Tanpa menoleh pun ia tahu kalau itu adalah tangan milik Cherly.
"Kamu seharusnya pakai baju dulu jika sedang ingin memandang ke luar. Orang-orang di luar bisa memandangi otot-otot kamu yang kekar, terutama para gadis"
Rafe lalu membalikkan badannya dan bergantian memeluk pinggang Cherly dengan erat.
"Kamu cemburu?"
"Tidak"
Rafe tersenyum. Ia tahu kalau Cherly berbohong.
"Kamu tahu ga kalau kamu tuh payah dalam berbohong, Cher"
"Aku tak bohong"
"Kalau begitu kamu juga seharusnya tak boleh memandang keluar dengan menutupi tubuhmu hanya dengan selimut. Orang-orang bisa tahu kalau kau tak memakai apa-apa di balik itu"
"Salah siapa, coba? Kamu kan yang dengan terampil melucuti satu persatu pakaianku semalam" Rafe terkekeh mendengar ucapan Cherly.
"Baiklah, aku mengaku bersalah... Tapi kamu suka, kan?"
"Iya, tentu saja aku suka"
Rafe kemudian mulai beraksi lagi dengan mencium leher Cherly.
"Rafe, kita harus bicara"
"Iya, tentu saja. Maaf aku jadi teralihkan kalau melihatmu seperti ini"’
"Padahal aku ga seksi loh"
"Tak masalah bagiku. Ayo pakai bajumu agar kita bisa saling bicara"
Rafe kemudian memesan makanan melalui hotel agar mereka bisa bicara secara pribadi.
"Rafe... "
"Cherly... "
Mereka memanggil nama masing-masing secara bersamaan.
"Kamu duluan, Cher"
"Aku sebenarnya kesini hanya ingin melihatmu dan setelah aku tahu kamu baik-baik saja aku rasa itu sudah cukup karena besok aku sudah harus pulang"
"Itu saja?'
"Iya. Maaf, aku bahkan tak bertanya apakah kedatanganku mengganggumu atau tidak. Karena satu tahun waktu yang cukup lama untuk seseorang memiliki kekasih lagi. Iya kan?"
"Iya juga. Sebenarnya mamaku sempat menjodohkan aku dengan beberapa wanita"
"Lalu? Apakah kau sudah punya kekasih sekarang?"
"Punya. Kekasihku sedang berdiri di depanku sekarang"
"Rafe, jangan main-main... "
"Aku tak pernah main-main denganmu, Cher"
Kemudian Cherly mulai menangis.
"Jangan menangis, Cher... "
"Aku... Sebenarnya aku kesini karena aku merindukanmu, Rafe. Aku tak berharap banyak karena aku hanya ingin melihatmu secara langsung. Melihatmu baik-baik saja sudah cukup bagiku"
"Tapi itu tak cukup bagiku, Cher"
"Apa maksudmu, Rafe?"
"Karena melihatmu lagi membuatku malah semakin menginginkanmu, Cher"
"Oh Rafe... "
"Aku akan mengenalkan kamu kepada mamaku setelah kita selesai makan nanti"
"Bagaimana kalau mamamu tak menyukaiku, Rafe?"
"Maka itu takkan mengubah keputusanku untuk kembali padamu, Cher. Karena aku tak bisa hidup tanpamu. Dan kali ini aku takkan memaksamu untuk menikahi aku. Jika kamu ingin selamanya tinggal bersama, maka aku akan menurutinya asal kita tetap bersama"_
"Rafe, setelah bercinta semalaman aku rasa kita harus menikah"
"Apa maksudmu, Cher? Aku tak ingin lagi memaksamu untuk menikah denganku kalau kau tak menginginkannya"
"Tapi sekarang aku ingin, demi anak kita nanti. Rafe, semalam kita bercinta dengan menggebu-gebu sampai kita lupa memakai pengaman. Aku bisa saja hamil, Rafe"
"Aku tak berpikir sejauh itu. Aku pikir kamu masih minum pil, Cher"
"Aku sudah lama tak meminumnya. Aku pikir itu tak perlu karena sejak kamu pergi aku tak ingin berkencan lagi dengan siapapun, Rafe"
"Oh, Cherly... Jadi, kali ini kamu benar-benar mau menikah denganku?"
"Iya, Rafe... Aku mau"
Rafe begitu terharu sampai matanya mulai berkaca. Ia lalu mulai mencium Cherly dengan mesra dan lama.
_
***
Rafe menepati janjinya. Setelah makan bersama Cherly, ia lalu mengajak Cherly ke rumahnya dan mengenalkan Cherly kepada mamanya. Ketika Cherly menjulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan Denise, bukannya menyambut uluran tangan Cherly, Denise malah mengamati Cherly dari ujung rambut sampai ujung kaki.
"Jadi kamu yang bernama Cherly?"
"Yes, ma'am... "
"Kamu memang tak secantik para mantan Rafe, tapi... "
"Oh come on, mam... Tak perlu sampai membahas mantan-mantanku segala! Itu hanya akan melukai perasaan Cherly!"
"Tunggu dulu, Rafe. Jangan kesal dulu karena Mama belum selesai bicara"
"Mama... "
Cherly lalu menyentuh tangan Rafe dengan lembut untuk menenangkannya.
"Tidak apa-apa, Rafe. Biarkan Mamamu menyelesaikan perkataannya"
"Terima kasih, Cherly. Maksud mama, Cherly mungkin bukan gadis tercantik yang pernah kamu kenalkan kepada mama, tapi mama yakin kalau ia adalah seorang gadis yang baik"
"Iya itu benar, ma. Untuk itu aku ingin mama memberikan restu mama agar kami bisa segera menikah"
"Menikah? Apa kamu tak terlalu terburu-buru, Rafe?"
"Tidak, ma. Aku sudah cukup lama menunggunya jadi aku tak ingin menunda lagi"
"Baiklah. Tapi apakah kalian sudah memikirkan akan tinggal dimana? Karena ini berarti salah satu dari kalian harus ada yang mau mengalah. Rafe sudah pernah mengalah dengan tinggal bersamamu, Cherly. Apakah kali ini kamu akan mengalah demi Rafe?"
Cherly belum pernah memikirkan ini sebelumnya. Apakah ia akan mengalah demi Rafe? Pekerjaannya penting baginya. Tapi Rafe juga penting baginya. Ia jadi bingung dan tak tahu harus menjawab apa kepada Denise.
: