Ditaklukkan Gadis Tengil

Zafa sudah berhasil melepas baju Star. Dia berusaha untuk tidak tergoda dengan kemolekan tubuh Star.

Star kini berbaring hanya dengan memakai braa nya saja dan di tutupi selimut oleh Zafa.

"Aku akan mengambilkan makanan untukmu, lalu setelah ini aku akan obati luka-lukamu."

"Maaf jika aku merepotkanmu," lirih Star. Wajahnya yang pucat bersemu merah karena demamnya yang masih tinggi.

"Aku hanya membantu sesama. Jikalau pun itu bukan dirimu, aku juga pasti menolongnya."

"Kau memang patut menjadi dosen teladan, tapi apa kau juga akan melepaskan baju mereka jika saat ini yang ada di depanmu bukan aku?"

"Pertanyaan konyol." Zafa berlalu begitu saja. Namun, mata Star bisa menangkap telinga Zafa yang semerah tomat.

Star tersenyum. Setidaknya deritanya bisa mendekatkan dirinya dengan dosen tampannya itu. Cukup lama Star menunggu Zafa kembali ke dalam kamar itu.

Star yakin, Zafa pasti sedang berusaha menetralkan hatinya. Tidak ada pria yang tidak tergoda jika disajikan tubuh sintal seperti tubuhnya.

Star merasa perlu ke kamar mandi. Berkali-kali dia melihat ke arah pintu, berharap Zafa akan masuk. Namun, ternyata harapannya hanya sebatas harapan. Star akhirnya mencoba berdiri meski kepalanya sungguh sangat sakit.

Saat Star pertama mencoba berdiri, sekelilingnya terasa berputar. Dia berpegangan pada nakas di sampingnya.

"Ayolah, Star. Kamu pasti bisa," gumam Star menguatkan dirinya sendiri. Star melilitkan selimut menutup area dadanya ke bawah.

Star berjalan gontai. Dia mencengkeram erat selimut tipis itu. Di saat bersamaan Zafa masuk dengan sebuah nampan di tangannya. Pria itu sedikit terkejut saat melihat Star berdiri sembari memegangi selimut.

Zafa langsung menaruh nampannya di nakas dan tanpa canggung dia mengangkat Star.

"Kau mau ke kamar mandi?"

"Ya."

Zafa tanpa banyak bicara mendudukkan Star di kloset. "Aku akan menunggu di luar. Panggil aku jika kau sudah selesai."

Star hanya mengangguk. Zafa keluar dan menutup pintu kamar mandi.

Star menuntaskan hajatnya dan lalu berteriak memanggil Zafa.

Zafa langsung masuk ke kamar mandi dan kembali mengangkat Star. Star tak bisa mengangkat tangannya untuk merangkul leher Zafa, karena bahunya membengkak.

"Aku sudah panggilkan dokter untukmu. Jadi dia yang nanti akan mengobati lukamu."

"Kau takut tergoda padaku?" tanya Star sembari tersenyum.

"Senyummu benar-benar menyebalkan," ketus Zafa.

"Karena kau tidak melihatnya dengan hati, Prof."

"Sebaiknya simpan rasamu itu untuk orang yang tepat. Aku tidak akan pernah membalas perasaanmu," kata Zafa datar.

"Aku tidak akan menyerah sebelum berusaha," keukeh Star.

"Kau hanya akan mendapat kecewa," sahut Zafa. Dia meletakkan Star di atas ranjangnya lagi. Bunyi belum pintu apartemen terdengar. Zafa langsung berdiri dan meninggalkan Star.

"Hanya ada dua kemungkinan kau tidak membalas perasaanku. Pertama kau adalah G*y dan yang kedua kau adalah korban patah hati," gumam Star.

Zafa masuk ke kamar diikuti oleh seorang wanita paruh baya.

"Halo, perkenalkan namaku dokter Teana."

"Aku Star, Dok. Aku kekasih Profesor Zafa," ujar Star kembali ke mode tengil meski masih demam. Dokter Teana tersenyum dan menatap Zafa.

"Jangan sembarangan bicara," ujar pria itu tak acuh. Dia justru kini memilih duduk di sofa sambil memainkan ponselnya.

"Dia galak sekali, Apa dokter tahu bagaimana cara menjinakkannya?" tanya Star. Dokter Teana semakin tertawa mendengar pertanyaan Star yang absurd itu.

...****************...