NovelToon NovelToon
Haluan Nadir

Haluan Nadir

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / Cinta setelah menikah / Pernikahan Kilat / Pengganti / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:13.8k
Nilai: 5
Nama Author: Windersone

Jodoh adalah takdir dan ketetapan Tuhan yang tidak bisa diubah. Kita tidak tahu, siapa, di mana, dan kapan kita bertemu jodoh. Mungkin, bisa saja berjodoh dengan kematian.

Kisah yang Nadir ditemui. Hafsah Nafisah dinikahi oleh Rashdan, seorang ustaz muda yang kental akan agama Islam. Hafsah dijadikan sebagai istri kedua. Bukan cinta yang mendasari hubungan itu, tetapi sebuah mimpi yang sama-sama hadir di sepertiga malam mereka.

Menjadi istri kedua bertolak belakang dengan prinsipnya, membuat Hafsah terus berpikir untuk lepas dalam ikatan pernikahan itu karena tidak ingin menyakiti hatinya dan hati istri pertama suaminya itu. Ia tidak percaya dengan keadilan dalam berpoligami.

Mampukah Hafsah melepaskan dirinya dari hubungan itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Windersone, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Lalu, Ustaz Menikahiku untuk Apa?

🍃🍃🍃

Raihan dan Hafsah duduk diam di bangku yang ada di bawah pohon rindang di pinggir halaman rumah sakit. Sebotol air putih yang dibawa Raihan dari kantin disodorkan kepada Hafsah setelah mendengar penjelasan mengapa gadis itu menangis. Kebohongan diucapkan Hafsah, ia mengatakan cairan bening yang menetes di pipinya karena rasa kasihan melihat kondisi Halma. Mendengar cerita gadis itu, muncul rasa kasihan dan prihatin di hati pemuda itu yang mencampakkan pemikiran mengenai istri kedua kakak iparnya itu adalah Hafsah, ditambah lagi dengan kemunculan Ulfa. Ia menyalah pahami wanita itu sebagai madu kakaknya karena tidak tahu mereka hanya berteman. 

“Terima kasih,” ucap Hafsah sambil mengambil sebotol air putih itu setelah menatapnya beberapa detik.

“Lucu sekali,” ucap Raihan dan tersenyum dengan pandangan mengarah ke depan. 

“Kenapa lucu?” Dengan polosnya gadis itu bertanya, senada dengan ekspresi polos juga tergambar di wajahnya.

Raihan tertawa ringan, menarik senyuman Hafsah meskipun tidak mengetahui sumber tawa pemuda itu muncul. 

Gawai dikeluarkan Raihan dari saku celananya dan memperlihatkan layar ponselnya kepada Hafsah. Aplikasi kamera dibuka olehnya dan menampakkan wajah Hafsah di sana dengan mode kamera depan. Gadis itu menghindar dengan cepat, anti dengan kamera karena tidak terbiasa. 

“Bagaimana? Wajahmu tidak cantik ketika menangis. Sama seperti ikan buntal.” Raihan menarik kedua pipi Hafsah.

Teringat oleh Hafsah pesan Rashdan yang menyuruhnya menjaga jarak dengan pemuda itu. Hafsah berdiri dan berkata, “Aku pergi dulu. Terima kasih.”

Kaki Hafsah melangkah cepat meninggalkan pekarangan rumah sakit, di mana Raihan memperhatikannya bersama rasa bingung karena sikap gadis itu berubah tiba-tiba. 

“Mereka cukup dekat. Ash harus memantau istri keduanya itu,” ucap Syahril di dalam hati. 

Pria paruh baya itu memperhatikan mereka dari tadi dengan posisi duduk di dalam mobil yang berada tidak jauh dari keberadaan Hafsah dan Raihan. Muda-mudi itu tidak menyadari keberadaannya. 

Ponsel ditarik Syahril dari saku baju Koko di tubuhnya dan menghubungi nomor Rashdan, memberitahu pria itu mengenai kedekatan Hafsah dan Raihan. Syahril bisa merasakan ketertarikan Raihan kepada menantu keduanya itu. 

***

Mobil yang dikemudikan Rashdan berhenti di depan halte bus, di mana Hafsah duduk dengan kepala tertunduk. Gadis itu tengah memikirkan dan mengingat kembali masalah penyakit yang dialami Halma. Karena terhanyut dalam beban pikiran, Hafsah tidak menyadari mobil suaminya itu berada di hadapannya.

Perlahan Hafsah mendongak pandangan setelah melihat sepasang kaki berbalut sepatu berdiri di hadapannya dan membuatnya perlahan menjalarkan pandangan ke atas. Dalam diam, sejenak Hafsah menatap wajah Rashdan yang menatapnya dengan mata menyelidik. Kemudian, dengan santai Hafsah mengalihkan pandangan dengan posisi masih duduk. 

“Kenapa duduk di sini? Keberangkatan bus tidak ada jam segini. Kamu bisa menggunakan taksi atau ojek online,” ucap Rashdan. 

“Aku tahu,” ketus Hafsah, terdengar dan terlihat marah. 

Pria itu duduk di sisi kanan Hafsah, di mana gadis itu langsung mengalihkan pandangan ke sisi kiri, menghindari mata menatap wajah suaminya itu. 

“Ada masalah apa?” tanya Rashdan dengan nada lembut.

“Tidak ada,” balas Hafsah dengan nada terdengar kesal. 

“Lalu, kenapa marah begitu?” 

“Tidak marah.” 

“Kamu marah. Nada bicara dan ekspresimu tidak bisa membohongiku,” ucap Rashdan, berusaha membuat gadis itu melembut. 

Hafsah menatap Rashdan. Pria itu menarik wajah ke belakang, bingung sesaat melihat ekspresi Hafsah menatapnya dalam diam.

“Setelah memikirkannya matang-matang, aku mengambil satu keputusan yang menurutku itu tepat. Kita hidup masing-masing saja,” ucap Hafsah. 

Perkataan gadis itu terdengar bak petir di siang bolong. Rashdan tercengang kaget mendengarnya. 

“Kenapa Ustaz tidak menceritakannya padaku? Kalian semua sengaja menyembunyikan penyakit Mbak Halma dariku, kan? Pantas saja kalian semua aneh. Tujuan kalian menyembunyikan penyakit Mbak Halma dariku, apa? Jangan bilang mimpi untuk menikahiku hanyalah kedok, kan?” tanya Hafsah dalam emosi. 

“Maksud kamu?” Rashdan merespons bingung kalimat terakhir yang keluar dari mulut istrinya itu. 

“Bukan karena mimpi. Ustaz menikahiku karena ingin menjadikanku pengganti Mbak Halma. Karena Mbak Halma sakit, Ustaz mau aku menggantinya seperti barang rusak dengan yang baru.” 

“Kamu berpikir seperti itu? Setelah beberapa minggu hidup bersamaku, seharusnya kamu bisa mengenal dan membaca karakterku. Kamu menilaiku pria rendahan seperti itu? Jika aku menikahimu dengan alasan seperti pemikiran sempitmu itu, aku pasti sudah menyentuhmu.” Rashdan terpancing emosi. 

“Maksud Ustaz?” 

“Benar. Aku menikahimu karena ingin menggantikan posisi Halma. Menurut pandanganmu, menurut pandangan Halma, dan keluargaku juga begitu. Tapi, aku tidak pernah sejalan dengan pemikiran itu. Semua aku lakukan karena aku merasa keputusanku benar karena Allah. Dan, perlu kamu ingat, kamu tidak akan bisa menggantikan Halma.”

“Lalu, Ustaz menikahiku untuk apa? Jangan bilang kalau aku dinikahi hanya untuk dijadikan sebagai pembantu di rumah Ustaz, pengasuh untuk Husein, dan penghibur untuk keluarga Ustaz.” Emosi Hafsah terkuak lebih besar dari sebelumnya sampai gadis itu berdiri dari posisinya. 

Rashdan diam, berusaha tenang. Lalu, pria itu ikut berdiri dan menggandeng tangan Hafsah, mengajak gadis itu memasuki mobil. 

“Kita bicarakan di rumah,” ucap Rashdan sambil menutup pintu mobil setelah Hafsah duduk di mobil bagian depan. 

***

Setelah mobil Rashdan berhenti di halaman rumah, Hafsah keluar dari mobil dengan wajah marah, bahkan berjalan dengan langkah marah memasuki rumah. Gadis itu memasuki kamarnya dan mengunci pintu tidak ingin Rashdan masuk. 

“Buka pintunya, Hafsah!” Rashdan mengetuk pintu kamar gadis itu. 

“Tinggal aku. Biarkan aku sendiri.”

Rashdan memahami perasaan Hafsah. Pria itu menarik tangan dari pintu dan menghampiri bangku ruang tamu, duduk di sana untuk menenangkan perasaannya. 

Sekitar lima belas menit kemudian, pintu kamar dibuka Hafsah, bersambut dengan Rashdan langsung berdiri dan mengarahkan pandangan kepada gadis itu. Mata Rashdan beralih memperhatikan koper di samping Hafsah, sadar gadis itu ingin meninggalkan rumah. 

“Kamu mau ke mana?” tanya Rashdan sambil mendekati Hafsah. 

“Mbak Halma tidak mau berobat karena aku. Dia menyerah karena aku hadir di antara kalian. Jadi, aku akan mundur. Kita hidup masing-masing saja,” ucap Hafsah. 

“Siapa yang mengatakan itu? Halma tidak mau berobat bukan karena alasan itu.”

“Ustaz juga sudah tahu Mbak Halma tidak mau berobat. Kenapa Ustaz tidak memaksa Mbak Halma untuk berobat?” tanya Hafsah, marah. 

Rashdan menatap Hafsah dengan mata mulai berkaca-kaca dan ekspresi sedih mulai tergambar di wajah pria itu. Pandangan diturunkan Rashdan sambil menahan air mata menetes. 

“Aku sudah melakukannya dan tidak berhasil,” ucap Rashdan dengan wajah sedih. “Kamu tahu.” Rashdan mengangkat pandangan, kembali menatap Hafsah. “Malam itu ketika Halma dirawat aku baru tahu kalau Halma selama ini berbohong padaku. Dia selalu bilang pergi ke rumah sakit untuk berobat, untuk terapi, melakukan semua pengobatan. Padahal, dia hanya menjemput obat pencegah rasa sakit saja. Bodohnya aku malah selalu percaya dan tidak curiga saat dia selalu menahanku untuk tidak ikut dengannya saat melakukan pemeriksaan. Jika pun aku ikut, dia menyuruhku menunggu di luar bersama Husein. Dan, dia membungkam Dokter Syarifah untuk tidak menceritakannya kepada kalau dia menyerah dengan penyakit itu.”

Di hadapan Hafsah, Rashdan kembali tampak menyedihkan dengan tangisnya.

“Dia menyembunyikannya dariku,” ucap Rashdan, masih menangis.

Hafsah ikut bersedih melihat kesedihan suaminya itu. Memori gadis itu kembali berputar ke beberapa hari sebelumnya, saat di mana pria itu tertidur dalam dekapannya.

“Maafkan.” Hafsah melepaskan tangan dari koper dan memeluk Rashdan, berusaha memberhentikan tangis pria itu. 

Hati Hafsah mudah melunak terhadap suasana yang menyedihkan seperti itu. 

1
Fitri Nur Hidayati
jangan ada orang ke-3 y thor. aku kok g ikhlas gitu, biar mereka terlibat poligami g usah ada pelakor
Sofian
lama ya tor up nya
Sofian
lama ya baru up lagi,lagi penasaran jga🫢
Fitri Nur Hidayati
iya pak syahril. kalo mau pisah beneran ka nunggu debay nya lahir dulu.
Fitri Nur Hidayati
lanjut thor
Baiq Susy Meilawati Syukrin
semangat ya thoor , cerita keren....💪
Hilda Hayati
lanjut thor
Baiq Susy Meilawati Syukrin
hmmmm...ribet bet bet.,.🤦🤦🤦
Hilda Hayati
jangan lama2 min kelanjutannya keburu lupa alurnya
Hilda Hayati
keren ceritanya, islami, biin penasaran.
Hilda Hayati
kapan kelanjutannya min, penasaran gmana jadinya hub mereka
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!