Aira menikah dengan pria pujaannya. Sayang, Devano tidak mencintainya. Akankah waktu bisa merubah sikap Devan pada Aira?
Jaka adalah asisten pribadi Devan, wajahnya juga tak kalah tampan dengan atasannya. hanya saja Jak memiliki ekspresi datar dan dingin juga misterius.
Ken Bima adalah sepupu Devan, wajahnya juga tampan dengan iris mata coklat terang. dibalik senyumnya ia adalah pria berhati dingin dan keji. kekejamannya sangat ditakuti.
Tiana adalah sahabat Aira. seorang dokter muda dan cantik. gadis itu jago bela diri.
Reena adik Devan. Ia adalah gadis yang sangat cerdas juga pemberani. dan ia jatuh cinta pada seseorang yang dikenalnya semasa SMA.
bagaimana jika Jak, Ken, Tiana dan Reena terlibat cinta yang merumitkan mereka.
Devan baru mengetahui identitas Aira istrinya.
menyesalkah Devan setelah mengetahui siapa istrinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maya Melinda Damayanty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
IJINKAN AKU MENCINTAIMU 22
Suara bising sangat mengganggu. Devan terbangun. Kepalanya sangat pening. Ia terduduk di pinggir ranjang.
Sedangkan para wartawan tengah menunggu konfirmasi seseorang yang kini tengah menenangkan diri.
"Tuan ... bisakah anda menjelaskan. Apa hubungan anda dengan wanita di belakang anda sekarang?" Salah seorang wartawan berani mengajukan pertanyaan.
Jepretan kamera dan blits menyilaukan. Pria yang terduduk masih bungkam. Sedang Adinda yang baru saja siuman merasakan tubuhnya sakit luar biasa.
"Tuan ... bisakah jelaskan semuanya?!" Tanya wartawan lagi.
"Aku dijebak!" Ujar lirih pria yang masih mengurutkan keningnya.
Devan merasa terganggu dengan kebisingan ini. Ia ingat tadi malam, banyak sekali laporan yang ia harus selesaikan. Masalah korupsi Mr. Wei ternyata berimbas mundurnya para investor lain. Belum lagi komplain kerugian para pekerja. Itu sangat memusingkan kepalanya.
Devan mengambil ponsel di atas nakas. Menghubungi seseorang.
"Siapa yang menjebak? Tuan menjebak atau dijebak?" Tanya wartawan lagi.
Pria provokator hendak mundur teratur. Tapi, karena kerumunan wartawan memenuhi pintu. Ia sedikit kesulitan untuk keluar secara diam-diam.
"Anda mau ke mana, Pak?" Tanya salah seorang wartawan pada pria provokator yang hendak menghilang dari tempat itu.
"Sa ... Saya ...," Pria itu tergagap.
"Ada yang menjebak saya," kata pria yang duduk di tempat tidur.
"Apa maksudmu, Sayang?" Adinda masih bersembunyi di balik punggung kokoh dan lebar.
Pria itu menoleh pada suara wanita di belakangnya. Adinda tertegun saat menatap wajah di hadapannya.
"Ka-mu ... siapa?" Tanya pria itu.
Kasak-kusuk para wartawan mulai ramai. Mereka mempertanyakan di mana Presdir yang katanya membawa wanita ke hotel ini.
Mereka malah mendapati pria lain. Wajah Adinda pucat. Ia hanya bisa bergeming dengan mulut terbuka.
Pria bernama Jovan Dinata itu mengurut kening sambil mengingat apa yang terjadi. Pria berusia 37 tahun itu ingat. Ia tengah mengobrol dengan rekan bisnisnya. Ketika ia mulai banyak minum. Rekan bisnisnya itu mengantarnya ke kamar ini.
Selain pusing. Ia juga merasa tubuhnya terbakar gairah. Ia bermimpi tengah bercinta dengan hebat. Kini, ketika ia tersadar ternyata, mimpinya itu adalah nyata. Jovan geram bukan main. Ia yakin, ia dijebak.
Adinda hanya meruntuki nasibnya. Ia sangat mengenali sosok pria yang berada di sampingnya ini. Walau tidak begitu akrab. Tapi, berita tentang keganasan pria ini pada orang yang berselisih dengannya, sangat menakutkan. Maka Adinda hanya mengharap pengampunan.
Sementara, Devan keluar dari kamarnya. Ia melihat kumpulan para wartawan di depan kamarnya.
"Ada apa ini!" Serunya. Para wartawan menoleh.
"Loh ini, Tuan Presdir!" Ujar salah seorang wartawan.
"Tapi di dalam sini juga Presdir," ujar wartawan yang lain.
Devan mengernyit. Ia mengibas tangannya, untuk para wartawan agar memberinya jalan. Ketika ia melihat pria di pinggir ranjang. Ia sangat terkejut.
"Tuan Dinata?" Siempunya nama menoleh.
"Tuan Bramantyo?" Ucapnya frustrasi.
Devan sangat mengenal siapa Jovan Dinata. Pria yang sangat berhati-hati dalam bertindak. Bahkan sangat rapi dalam melakukan pekerjaannya.
"Saya dijebak," ujarnya. Devan mengangguk percaya.
Devan menatap kerumunan wartawan. Lalu melihat pria yang sedari tadi berdiri gelisah. Keningnya mengernyit.
"Biyan?" Pria itu menundukkan kepalanya.
Tiba-tiba, Jaka datang membawa beberapa sekuriti. Mereka langsung mengamankan kamera dan ponsel yang merekam gambar.
Setelah itu. Para wartawan digiring menuju ruang interogasi.
Devan memberi handuk piyama pada Jovan. Pria itu menerimanya, kemudian melesat ke kamar mandi.
Devan menyeringai sinis pada Adinda. Wanita itu hanya diam tertunduk.
"Kau bersiaplah," ucap Devan datar, "Kau akan berhadapan dengan dua ekor singa kelaparan."
Adinda menelan saliva kasar. Sungguh, idenya untuk menjebak Devan, berbuntut panjang.
(Flashback)
(Dua hari sebelumnya).
Devan tengah sibuk dalam mengurus pembangunan hotel kedua di kota ini. Kasus korupsi yang melibatkan para pejabat. Membuat banyak investor yang bekerja sama mundur.
Sebenarnya Devan bisa membangun hotel ini tanpa bantuan investor sama sekali. Tapi, mereka sangat antusias dalam proyek ini. Mau tak mau, Devan membuka peluang invest bersama. Selain itu. Devan banyak mengalami kerugian akibat korupsi tersebut. Maka mau tak mau, ia harus membujuk para investor untuk menyuntikan dana kembali.
Ketika dalam perjalanan menuju kantor yang terletak ada di hotel lain milik majikannya. Jaka, melihat sosok wanita yang dikenalnya.
"Nona Adinda Hasan?" Jaka menyipitkan matanya.
Tampak wanita itu tengah mengamati situasi. Terlihat oleh Jaka, ketika Adinda tengah berbicara pada resepsionis. Pria itu tak mendengar percakapan keduanya.
Namun, nampak jelas jika wanita itu sangat kesal. Jaka sedikit bersembunyi ketika Adinda berbalik dan berjalan keluar hotel.
Devan yang baru saja keluar dari lift melihat, Jaka yang tengah bersembunyi di balik pilar yang berada tak jauh dari pintu hotel. Kebetulan pintu hotel sangat luas dan lift langsung berhadapan dengan lobby. Jadi semua terlihat jelas.
Devan juga melihat punggung Adinda yang berjalan dengan kesal.
Setelah yakin Adinda pergi. Jaka langsung menuju majikannya. Devan menatapnya sambil mengernyit.
"Kau seperti melihat hantu saja," ujarnya sambil terkekeh.
"Tuan ...," Jaka menundukkan kepala hormat.
Devan membalas anggukannya. "Ada apa? Kau sepertinya mencurigai Adinda?"
"Maaf Tuan. Saya hanya heran melihat ia seperti orang yang tengah mengincar sesuatu," jawab Jaka dengan nada curiga.
"Jika kau seperti itu. Aku jadi ikut curiga. Baiklah. Lakukan apa yang ingin kau lakukan, Jak!" Ujar Devan memberi kuasa penuh.
"Terima kasih, Tuan," jawab Jaka.
Mereka pun langsung meninggalkan hotel menuju apartemen Devan. Sebenarnya Devan hanya berkantor di hotel miliknya yang lain.
Selain dekat dengan lokasi pembangunan. Hotel ini juga dekat dengan obyek pariwisata lainnya.
*****
"Tuan ...," Jaka menyerahkan map berwarna kuning pada Devan.
"Apa ini?" Tanya Devan sambil membuka map.
Devan tercenung setelah melihat isinya. Pria tampan itu menatap bawahannya.
"Kau yakin dengan penyelidikan mu ini, Jak?" Tanya Devan lagi.
"Saya yakin, Tuan," jawab Jaka yakin.
Devan menyunggingkan senyum. "Apa kau mau cari masalah dengan kehamilanmu, Adinda?"
"Apa instingmu kali ini, Jak?" Tanya Devan.
"Insting saya. Nona Hasan, akan menjebak Tuan penyebab kehamilannya," jawab Jaka santai.
Devan terbahak mendengar itu.
"Dia kira Aku bodoh?!' ujarnya sinis.
"Apa yang harus kita lakukan, Tuan?" tanya Jaka.
"Kita ikuti jebakannya," jawab Devan.
"Tuan?" Jaka masih belum mengerti.
"Ah ... Kau hanya kuat diinsting. Tapi, untuk solusi kadang kau lambat, Jak!" Ujar Devan sambil tersenyum miring.
Devan menjelaskan rencananya. Setelah mengerti. Jaka mengangguk setuju.
(Flashback end)
Devan dan Jovan duduk saling berhadapan. Devan tidak menyangka jika, Jovan masuk ke kamar Adinda.
Sebenarnya, ia hanya mengerjai Adinda untuk masuk ke kamar yang lain. Tapi, ia tak pernah berniat untuk mengunjungi kamar itu, sampai pagi. Bahkan ia menyuruh karyawan hotel menaruh dua gelas sampanye yang berisi obat tidur.
"Katakan. Bagaimana anda bisa ada di kamar ini?" Tanya Devan.
Ya, mereka masih di kamar di mana Jovan tertidur dengan Adinda. Sedangkan Adinda masih duduk di tempat tidur. Kali ini dia sudah berpakaian lengkap. Ia tak bisa lari kemana pun, Jaka mengawasinya.
"Saya rasa, salah satu rekan bisnis saya menjebak saya," jawab Jovan lirih.
Pria matang dan tampan itu menghela napas. Menceritakan kejadiannya.
Jovan tengah mengadakan pertemuan dengan para pebisnis. Ia menggunakan salah satu ruang meeting yang disediakan hotel.
Setelah mencapai kesepakatan. Para pebisnis ingin mengadakan sebuah pesta kecil. Jovan yang tidak menyukai pesta, menolak.
Tapi, paksaan terus ia dapatkan. Merasa tak enak, ia menyanggupi ajakan minum para pebisnis tersebut.
Jovan Dinata adalah pebisnis handal, minuman beralkohol tentu sangat familiar dengannya. Bahkan, ia adalah pria dengan kadar kontrol alkohol tinggi. Pria itu tak akan mabuk walau minum berbotol-botol bir beralkohol.
Tapi, ini baru beberapa tenggak. Ia sudah merasa pusing. Tidak hanya itu. Ia merasa tubuhnya sangat terbakar oleh gairah.
Yakin, dirinya telah disuguhi obat perangsang. Ia sangat sadar, siapa yang berlaku kurang ajar padanya. Tapi, karena tubuhnya saat itu memang tidak begitu fit. Ia langsung ambruk tak sadarkan diri. Begitu bangun, ia berada dalam kamar ini bersama Adinda.
"Jak!" Panggil Devan.
Jaka yang mengetahui apa yang harus ia lakukan, langsung melakukan sebuah panggilan.
Kurang dari tiga puluh menit. Jaka mendapatkan semua informasi yang diinginkan.
"Bawakan semuanya ke kamar 206," ujar Jaka memberi perintah pada seseorang yang dihubunginya.
Lima menit kemudian, terdengar bunyi ketukan pintu. Dua orang berpakaian hitam-hitam datang membawa sebuah map dan seorang wanita cantik berpakaian seksi.
Wanita itu hanya bisa menunduk ketika masuk dalam kamar.
Devan dan Jovan menatap ketiga orang yang masuk tadi.
"Bisa langsung jelaskan?!" Ujar Devan dingin.
"Tuan. Wanita ini sebenarnya adalah wanita yang seharusnya menjadi teman tidur dari Tuan Dinata," jelas salah seorang pria yang berpakaian hitam-hitam.
"Ia adalah seorang wanita panggilan yang disewa oleh Tuan Mulyadi Koesno," lanjutnya lagi.
"Bangs**!" Maki Jovan.
Pria bertubuh kekar dengan kulit coklat eksotik itu berdiri. Ia berjalan menghampiri wanita yang kini gemetar ketakutan.
"Berapa dia membayarmu!" Tanya Jovan dengan suara tajam.
"Du-a puluh juta," jawab wanita itu dengan suara terbata.
Wanita berbaju seksi berwarna biru langit itu, memiliki tinggi sekitar 164cm. Cukup tinggi, untuk ukuran wanita Asia. Dengan tubuh sintal sedikit berisi. Kulit putih bersih. Rambut hitam panjang terurai hingga menyentuh punggungnya.
Jovan mengangkat dagu wanita itu. 'Ck ... cantik juga,' gumamnya dalam hati.
"Hanya dua puluh juta?!" Tanya Jovan sinis.
Devan yang melihat hanya diam. Ia tak ikut campur dengan apa yang dilakukan oleh Jovan. Sebagai sesama pebisnis. Devan sering bertemu dalam setiap proyek pengembangan. Bahkan Jovan adalah salah satu pebisnis handal. Kiprahnya lebih lama jika dibandingkan dengan Devan. Yang paling penting adalah Jovan seorang single.
"Sebaiknya, saya meninggalkan anda berdua dengan wanita ini," ujar Devan bangkit dari kursinya.
Jovan mengangguk. Tapi kemudian netranya bertumpu pada wanita yang terduduk di pinggir ranjang.
"Lalu dia?" Tanya Jovan.
Devan melihat Adinda yang masih bergeming di tempatnya.
"Terserah padamu, Tuan Dinata. Aku tidak mengenalnya," ujar Devan dengan senyum menyeringai.
"Dia dan para wartawan, juga manager yang tadi bersamanya adalah urusan anda," lanjutnya.
Adinda menelan saliva. "Tolong ampuni Saya, Tuan Dinata. Saya tengah hamil," ujarnya.
Jovan mengernyit kan dahinya. Ia memang pria kejam jika ada yang mengusiknya.
"Akan kupikirkan apa hukuman untukmu. Atau aku serahkan saja kau pada Tuan Bramantyo untuk menghukum mu!"
Adinda makin takut. Sungguh ia ingin mengulang hari. Hari di mana ia tidak memiliki ide gila ini. Atau hari di mana ia tidak berzina dengan Biyan sang manager. Sungguh, Adinda sangat menyesal kini.
Bersambung.
Hayooo ... Hukuman apa yaa buat Adinda sama cewek panggilan itu??
Next nggak yaaa... dobel up nih...
kasih jempolnya plissss
kok rasa'a sedih bgt ya merasakan apa yg dirasakan reena...
jgn sampai jaka kehilangan kedua'a...
dr qwal kenal tania bukan'a gercep,,sdh ditikung ken baru bingung sendiri,,
tdk bisakan sinta spt linda mama'a devan yg tdk memandang status???
jgn sampai jaka menyesal jika reena kehilangan semangat memperjuanhkan cinta'a,,
reena sbg wanita sdh berusaha mengungkapkan cinta'a buat jaka...
enak bgt jadi devan,menyakiti semaua'a sendiri dan memperlakukan aira spt ydk ada harga diri'a...
gimana kepiye to kihhh???