Tiga Tahun Setelah Kau Pergi

Mama Sari berdiri dari duduknya dan mendekati Amanda. Dia meraih tangan menantunya dan menggenggamnya.

"Amanda, maafkan Mama karena gagal mendidik putra Mama. Tapi percayalah Nak, Mama sudah berusaha meyakinkan Aditya agar mau kembali padamu. Bagi Mama kamulah satu-satunya menantu. Salsa tak pernah ada di hati ini. Mama mohon, jangan pernah berubah walaupun akhirnya kamu memilih berpisah," ucap Mama Sari.

Amanda tak menanggapi ucapan Mama Sari. Dia menarik tangannya yang tadi di genggam. Terlalu sulit baginya mempercayai semua. Lebih baik menghindar dari semua keluarga Aditya yang tampak penuh drama dan semuanya seperti memakai topeng.

"Maaf, Ma. Aku rasa tak ada lagi yang perlu kita bicarakan. Aku sudah sangat kecewa dengan Mas Adit, Mama dan Kak Dian. Untuk saat ini beri aku waktu sampai aku bisa memaafkan dan melupakan semua kenangan buruk ini," ucap Amanda.

"Apa kamu mengusir Mama? Kamu tak percaya dengan apa yang Mama katakan. Mama telah menganggap kamu seperti anak sendiri, mana mungkin Mama tega mengkhianati kamu. Tapi Mama bisa apa jika semua ini keinginan Aditya. Buktinya Mama tak pernah menyusul atau datang ke tempat tinggalnya," balas Mama Sari dengan suara memelas.

Namun, hati Amanda yang sudah terlanjur sakit hati tak juga luluh melihat permohonan mama mertuanya.

"Ma, apa selama ini aku ada salah? Jika Mama memang berpihak padaku, dan menyayangi aku seperti anak Mama, tak akan membiarkan selama tiga tahun ini aku hidup dalam bayang-bayang ketakutan. Setiap malam terbangun, takut terjadi hal buruk pada suamiku. Seharusnya jika Mama memang menyayangiku, mama katakan saja jika mas Aditya masih hidup. Aku pasti paham jika dia pergi karena memang sudah tak mencintaiku. Dari pada dia pergi tanpa pesan dan menggantung hubungan kami. Kebenaran itu walau menyakitkan akan lebih baik dari pada dibohongi. Keputusanku sudah bulat untuk berpisah!" seru Amanda.

"Manda, coba pikirkan Elsa. Akan lebih baik dia hidup dengan kedua orang tua yang utuh. Sebaiknya kamu berpikir ulang untuk berpisah dengan Aditya," ujar Mama Sari.

"Elsa sudah terbiasa tanpa ayahnya," kata Amanda dengan yakin.

"Baiklah, Manda. Sepertinya hati kamu sedang panas saat ini. Apa pun yang Mama katakan, pasti tak kamu percayai. Mama akan datang lagi setelah kau bisa berpikir secara bijak. Ingat Manda, tak ada mantan ayah atau mantan nenek. Mama harap walaupun akhirnya kamu memutuskan berpisah, tali silaturahmi kita tak terputus, Nak. Dan sampai detik ini mama masih berharap kamu dan Aditya kembali bersatu," balas Mama Sari.

"Aku dan Mas Aditya tak akan pernah bersatu. Terlalu dalam luka yang telah dia berikan," jawab Manda.

"Manda, dengarkanlah, Nak, jika memang rumah tangga kamu dan Aditya bermasalah, coba selesaikan masalahnya bukan selesaikan rumah tangganya," kata Mama Sari.

Amanda tak menanggapi ucapan mama mertuanya. Saat Mama Sari beranjak pergi pun dia bergeming, tetap diam seribu bahasa.

Tak jauh dari rumah Amanda, ternyata Kak Dian telah menunggu di dalam mobilnya. Mama Sari langsung masuk dan meminta putrinya segera jalan, takut Amanda melihatnya.

"Bagaimana, Ma? Apa Amanda marah setelah mengetahui kalau Aditya telah menikah?" tanya Kak Dian.

"Dia akan menggugat cerai Aditya," ucap Mama Sari dengan sedikit kesal.

"Bagus, dong. Jadi Aditya bisa meminta harta gono-gini. Tanpa harus bekerja, sudah langsung kaya. Jika perlu minta usaha kafe yang paling laris dan maju," jawab Kak Dian.

"Tidak semudah itu Dian. Jika dia memiliki bukti harta itu milik orang tuanya, Aditya tak dapat apa-apa!"

"Kita atur saja rencana lainnya, Ma. Harta Manda harus jatuh ke tangan kita!" seru Kak Dian.

"Aditya bodoh, sudah bisa menikahi Manda dan hanya tinggal mengambil hartanya saja, malah meninggalkan wanita itu. Jika saja dulu dia bertahan satu tahun lagi, pasti semua kekayaan wanita itu telah berpindah. Mama tak rela sebelum semua hartanya Amanda berpindah tangan. Aditya harus bisa membujuk Amanda untuk rujuk."

***

Dua hari berlalu, Amanda memang tak pernah menghubungi mertuanya lagi. Kadang Mama Sari menelpon pun tak diangkat. Dia telah mendaftarkan gugatan cerainya dan minta bantuan pengacara untuk memudahkan semua proses dan mempercepat jalannya sidang.

Di tempat lain, tampak Aditya turun dari mobilnya. Dia melangkah masuk ke rumah mamanya sambil memandangi kiri dan kanan, takut ada tetangga yang melihat.

Aditya langsung masuk ke rumah, kebetulan pintunya tak di kunci. Baru saja kaki melangkah, tampak mamanya yang sedang menonton bersama Kak Dian dan anaknya.

Melihat kehadiran Aditya, Mama Sari dan Dian terkejut. Dia langsung meminta putrinya masuk ke kamar. Takut mendengar pertengkaran atau perdebatan yang mungkin terjadi.

"Akhirnya kau pulang juga!" seru Mama Sari.

"Aku datang untuk memberikan surat cerai agar prosesnya lebih cepat. Aku ingin Amanda bebas dan bisa melanjutkan hidup dengan pria yang lebih baik. Dia juga berhak bahagia," ucap Aditya.

"Dasar bodoh! Padahal kemarin hanya tinggal selangkah lagi kau menguasai hartanya, dan justru memilih pergi. Dasar pengecut!" ucap Mama Sari dengan sedikit emosi.

"Mana uang yang baru di ambil lima ratus juta banyak kau habiskan buat judi lagi!" ucap Kak Dian ketus.

Aditya tersenyum sinis pada kedua wanita itu. Jika saja tak mengingat keduanya adalah keluarga, mungkin dia telah mengamuk.

"Mama harap kamu jangan berikan surat gugatan cerai itu. Jika Amanda memaksa berpisah, kamu harus ajukan syarat, harta bagi dua. Kau harus bisa manfaatkan situasi ini. Jika dia memilih mempertahankan hartanya, kamu harus bisa meyakinkan dia untuk rujuk!"

"Tapi aku tak mau. Cukup sudah waktu satu tahun pernikahan itu aku membohongi dan membodohinya. Mama lihat sendiri, walau aku telah mengecewakan dirinya, dia masih ingat Mama dan memberikan nafkah. Amanda terlalu baik untuk di sakiti," balas Aditya.

Mendengar ucapan Aditya, mama tampak tak terima. Dia menggebrak meja. Beruntung meja dihadapan ibunya terbuat dari kayu jati sehingga tak rusak.

"Apa kau lupa jika harta Amanda itu seharusnya menjadi milik kita jika saja Papanya tidak merebut tender dan proyek besar yang seharusnya menjadi milik papamu!" seru Mama Sari dengan sangat emosi.