Sulit mencari pekerjaan, dengan terpaksa Dara bekerja kepada kenalan ibunya, seorang eksportir belut. Bosnya baik, bahkan ingin mengangkatnya sebagai anak.
Namun, istri muda bosnya tidak sepakat. Telah menatapnya dengan sinis sejak ia tiba. Para pekerja yang lain juga tidak menerimanya. Ada Siti yang terang-terangan memusuhinya karena merasa pekerjaannya direbut. Ada Pak WIra yang terus berusaha mengusirnya.
Apalagi, ternyata yang diekspor bukan hanya belut, melainkan juga ular.
Dara hampir pingsan ketika melihat ular-ular itu dibantai. Ia merasa ada di dalam film horor. Pekerjaan macam apa ini? Penuh permusuhan, lendir dan darah. Ia tidak betah, ia ingin pulang.
Lalu ia melihat lelaki itu, lelaki misterius yang membuatnya tergila-gila, dan ia tak lagi ingin pulang.
Suatu pagi, ia berakhir terbaring tanpa nyawa di bak penuh belut.
Siapa yang menghabisi nyawanya?
Dan siapa lelaki misterius yang dilihat Dara, dan membuatnya memutuskan untuk bertahan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dela Tan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
29. Sesal
Itu adalah kesalahan terbesarnya. Menerima Damar bekerja di perusahaan ekspor itu adalah kesalahan terbesar Wiratama, yang menjadi sesal tak kunjung usai baginya.
Wiratama terjeda dari lamunan panjang ketika semuanya bermula delapan belas tahun yang lalu, hingga hari pertama kehadiran Damar.
Tidak, ia tidak gila.
Ketika menemukan Dara tergolek tak bernyawa memang ia nyaris gila. Oleh rasa sesal. Oleh rasa bersalah. Tetapi ia masih waras.
Lalu beberapa hari ia kehilangan minat melakukan segala sesuatu. Ia hanya telentang nyalang di lantai rumahnya. Tidak bersemangat melakukan apa pun. Tidak mandi, tidak makan, tidak tidur. Anehnya, ia tidak merasa lapar, bahkan tidak merasa mengantuk.
Namun, karena telah ditangani pihak berwajib, tentu ia akan dijadikan saksi kunci. Ia memang tahu kebenarannya. Hanya ia satu-satunya yang tahu.
Tetapi ia tak tahu apa yang harus disampaikan pada polisi. Kata apa pun yang keluar dari mulutnya, tidak ada orang yang akan percaya.
Karena itu, lebih baik ia berpura-pura linglung. Setiap ada orang mendekat, ia akan kembali berteriak-teriak, "Sini lo. Sini lo. Ini gua! Ini gua!"
Kata-katanya sebenarnya bukan tak bermakna, sebab ia tahu siapa yang menyebabkan Dara kehilangan nyawa.
Itu Damar.
Dara bukan gadis satu-satunya yang terpincut oleh pesona Damar, tanpa menyadari bahwa pemuda itu tidak berwujud, tidak memiliki raga.
Dia hanya roh yang belum tenang, yang masih bergentayangan di dunia ini, pada saat seharusnya dia sudah pergi ke alam lain.
Pada hari Wiratama melabuhkan pandang di wajah Dara, ia benar-benar hampir pingsan. Hatinya yang tak pernah pulih kembali mengucurkan darah, terasa sangat perih.
Dara benar-benar seolah jelmaan Qing Qing. Mereka bagaikan kembar. Perawakan, kulit, bentuk mata, hidung, bibir, semuanya serupa. Yang berbeda hanya rambutnya. Qing Qing lurus, sementara Dara panjang bergelombang.
Bahkan Wiratama sempat curiga, jangan-jangan mereka memang saudara kembar yang terpisah, mengingat Qing Qing ditinggalkan di panti asuhan tanpa diketahui siapa orang tuanya.
Penjelasan apa lagi yang bisa diterima, bagaimana bisa ada dua orang yang sangat serupa di dunia ini, kalau bukan karena mereka kembar. Tetapi ketika membandingkan usia keduanya, itu tidak mungkin.
Seketika itu juga Wiratama tahu, dengan kehadiran Dara, Damar pasti kembali muncul. Padahal dia telah lama menghilang, setelah... membuatnya kehilangan sebelah kaki.
Karena itu, Wiratama harus memaksa Dara pergi, sebelum Damar muncul. Itu adalah untuk melindungi gadis itu.
Ia tidak mungkin bicara baik-baik meminta gadis itu untuk mengundurkan diri, waktunya terlalu mendesak.
Satu-satunya jalan adalah membuat Dara tidak betah, dengan menakut-nakutinya, agar Dara merasa dibenci, terancam, dan segera angkat kaki.
Karena Miranti tampak tidak suka dan cemburu, ditambah Siti jelas-jelas benci dan sangat iri padanya, Wiratama telah yakin ia pasti berhasil.
Namun, ia salah menduga. Strateginya kali ini salah besar. Ia telah kecolongan. Kalah cepat.
Belum genap satu bulan Dara bekerja, kiriman ular telah datang. Damar muncul, tentu saja, dan bergerak sangat cepat.
Alih-alih ingin pulang, Dara menetap. Wiratama yakin, itu karena Dara juga telah melihat Damar.
Di antara semua orang, Damar memang menampakkan diri hanya pada dirinya, dan pada gadis yang dia incar.
Suatu hari ketika melihat Dara pulang menjelang pagi dengan rupa tidak karuan, dengan jejak cupang yang jelas di sekeliling leher, dan caranya berjalan yang tampak ganjil, jantung Wiratama serasa diiris dengan pisau tumpul bergerigi.
Gadis itu telah dirusak sedemikian rupa, dan ia tidak terima!
Setelah hari itu, diam-diam ia mengamati gerak-gerik Dara. Dan tahulah ia, gadis itu sering menyelinap ke luar diam-diam. Tujuannya rawa hutan bambu terlarang.
Wiratama pernah beberapa kali membuntutinya dari jauh. Tetapi ketika tiba di hutan bambu itu, Dara selalu tiba-tiba menghilang.
Karena keterbatasan fisik, Wiratama hanya bisa mematung di depan kawat berduri yang menghalangi langkahnya, tanpa bisa berbuat apa-apa.
Dengan gontai dan pikiran berkecamuk tidak tenang, ia tertatih-tatih menyeret kruk, kembali ke rumah Bernard, menunggu Dara kembali.
Setiap kali, Dara kembali menjelang subuh. Mengendap-endap masuk dengan wajah semringah dan pipi kemerahan, dan langkah kaki yang tetap janggal.
Wiratama tahu, sangat tahu, apa yang menimpa Dara, atau tepatnya, yang dilakukan mereka berdua. Ia bukan lelaki polos, meskipun tidak pernah menikah sampai usianya yang ke empat puluh tiga.
Ciri-ciri yang terdapat pada Dara sangat jelas, seterang matahari siang, bahwa gadis itu baru bercinta habis-habisan dengan Damar. Tepatnya, dengan arwahnya, atau hantunya.
Wiratama sangat terpukul, dan hatinya sangat nyeri. Terlebih, ia tidak berdaya melakukan apa pun. Upayanya mengusir gadis itu telah gagal.
Dan kesalahannya, keluhannya didengar Siti. "Dia gak pergi-pergi juga." Wiratama menggumam sendiri, menghela napas dengan resah, berpikir cara apa lagi yang harus ia gunakan untuk membuat Dara pergi.
Ia hanya berkata singkat tanpa menyebut nama, tapi Siti mengerti siapa 'dia' yang ia maksud. Lalu, gadis culas itu bertindak gegabah, memancing Dara ke kamar Qing Qing, dan menakut-nakuti dengan mengunci kamar itu, lalu memasukkan asap ke dalamnya lewat celah bawah pintu.
Untung saja tindakannya segera ditemukan Wiratama, jika tidak, entah apa yang akan terjadi, bukan hanya pada Dara, tetapi juga pada rumah ini. Rasa iri dan benci Siti telah membahayakan semua orang.
Nanun, tindakan Siti itu malah telah mendorong Dara kabur ketakutan. Sialnya, gadis itu bukan melarikan diri untuk pulang ke rumah orang tuanya.
Melainkan... mengantarkan nyawa pada Damar.
Wiratama sungguh menyesal. Jika ia tidak menerima Damar di perusahaan itu, tubuhnya pasti masih utuh. Ia tidak akan menjelma menjadi sosok mengerikan.
Dan Qing Qing...
"AAAHHHH..." Wiratama menjambak rambutnya sendiri, teriakannya memecah pagi yang hening. "SINI LO! SINI! INI GUA. INI GUA, MAR."
Itu adalah sebuah kesalahan. Kesalahan yang sangat besar. Kesalahannya.
Sebab Damar, ternyata adalah sumber bencana. Dia laksana puting beliung yang menyedot segala sesuatu di sekitarnya ke dalam pusarannya.
Dan ketika anginnya telah reda, meninggalkan semuanya dalam kondisi porak poranda.
Terutama, hidup Wiratama.
yang masih jadi pertanyaan di benakku adalah, asal usul Damar.
keren abis
penulisan biar alur maju mundur tapi runtut
semoga banyak yg baca dan suka Thor semangat
sehat selalu author