Namanya adalah Ryan Clifford. Dia adalah seorang Pangeran yang akan mewarisi tahta kerajaan Utara. Wajahnya tampan, polos dan sangat sederhana. namun, siapa sangka dibalik kepolosannya itu, tersembunyi kekuatan yang maha dahsyat. dia terlahir membawa takdirnya sendiri. ayahnya yang seorang Raja telah menorehkan sejarahnya sendiri. oleh karena itu, dia juga ingin mencatat sejarahnya sendiri.
walaupun seorang pangeran, tidak sekalipun dia memamerkan identitasnya. dan perjalanannya yang seru di mulai disini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Edane Sintink, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 04
...Bab 04...
Di istana Utara, Rey baru saja menyelesaikan pekerjaannya dan berniat untuk istirahat. Namun, niatnya tertunda ketika Steve dan Stephen memasuki ruangan dengan pipi memar dan hidung bengkak.
Rey mengernyitkan dahinya melihat dua orang tersebut yang tampak babak belur. Dia ingin tertawa, tapi tidak jadi karena dia berpikir pasti akan menyinggung kedua orang tersebut.
"Ada apa dengan kalian?" Tanya Rey heran. Dikatakan heran, karena siapa yang berani menghajar dua begundal ini. Tidak ada yang berani mengingat akan status mereka. Terlebih lagi ini adalah istana Utara. Orang mana yang bosan hidup sehingga berani memukul orang yang sangat berjasa terhadap berdirinya kerajaan Utara.
Stephen dengan wajah ketakutan segera menjawab. "Celaka. Instruktur datang sambil marah-marah. Kami ingin menanyakan kepada dia mengapa marah-marah. Tapi jawaban yang kami terima adalah ditampar dan ditinju," jawabnya dengan sesekali meringis.
Disampingnya, Steve tidak berkata-kata. Dia hanya menikmati rasa perih pada bibirnya yang meneteskan darah. Baginya, jawaban Stephen tadi sudah mewakilinya.
"Apakah guru ku datang? Dimana dia sekarang?"
"Ada di depan gerbang istana sambil menghancurkan apa saja yang dia temukan,"
"Oh tidak. Istana Utara bisa terbalik kalau sampai lelaki tua itu mengamuk," kata Rey sambil buru-buru setengah berlari menuju gerbang istana.
Benar saja. Di depan gerbang istana, pintu baja seberat hampir dua ton telah roboh. Bahkan, bagian dinding pagar yang terbuat dari bahan pilihan pun telah mengalami kerusakan yang parah.
Melihat ini, Rey buru-buru menghampiri, berlutut sambil memberi hormat kemudian bertanya. "Selamat datang Guru. Kalau murid boleh tau, mengapa tiba-tiba guru datang dan langsung mengamuk?"
Grand Warden menghentikan aksinya ketika melihat Rey telah berlutut.
"Begini caramu menyambut ku? Menyuruh para pengawal untuk menanyaiku ini dan itu. Apa kau tau kalau aku saat ini sedang marah?"
"Mohon dimaafkan, Guru. Mereka adalah pengawal yang melaksanakan tugas mereka. Jika ada apa-apa, guru bisa melaporkannya pada murid,"
"Melaporkan gigi mu itu? Bagaimana aku melapor kalau belum juga masuk, sudah diintrogasi seperti seorang pencuri,"
"Ini?!" Rey menggaru-garu kepalanya yang tidak gatal. Dia kehabisan kata-kata. Kalaupun masih punya kata-kata, dia juga tidak berani karena semakin dia menjawab, maka semakin gurunya itu akan murka. Oleh karena itu, dia hanya diam. Biarkan gurunya memberitahu sendiri apa yang dia inginkan. Maklum, orang setua itu lagi ego-egonya.
"Kau murid sialan. Sekaligus ayah sialan. Siapa yang menyuruhmu meninggalkan cincin penyimpanan kepada cucuku? Apa kau tau akibat keteledoran mu, sekarang ini Ryan nyaris mati dengan tubuh meledak?" Marah Grand Warden sambil menunjuk-nunjuk kepala Rey.
Selama jadi raja, bahkan sebelum menjadi raja pun, tidak ada yang berani menunjuk-nunjuk kepalanya. Tapi Grand Warden adalah pengecualian. Andai ada yang melihat, pasti mereka akan mengira bahwa yang berlutut itu pasti bukan raja Utara.
"Apa?" Rey kaget bukan main. Pantas saja Grand Warden sedemikian murka seperti harimau yang diinjak ekornya. Ternyata sisik terlemahnya telah disentuh. Dia sendiri tidak berani memarahi Ryan dihadapan lelaki tua itu. Apa lagi sekarang ini Ryan berada dalam masalah.
"Guru. Bisalah anda mengatakan apa sebenarnya yang terjadi?"
"Sekarang aku bertanya. Siapa yang menyuruhmu meninggalkan cincin penyimpanan kepada.Ryan? Apa kau tidak berpikir gara-gara kebodohan mu itu, Ryan yang masih kecil tidak menyadari ada pil tingkat sembilan di dalam cincin itu. Dia mengira bahwa itu adalah permen dan memakannya. Gara-gara kecerobohan mu itu, satu kampung menjadi panik,"
"Lalu guru, bagaimana keadaannya saat ini?"
"Dia masih koma. Sedangkan semua orang bergantian menyuntikkan hawa dingin ke dalam tubuhnya. Jika tidak, maka tubuh anak itu akan meledak karena kelebihan energi spiritual yang masuk melebihi apa yang sanggup ditampung oleh tubuhnya,"
"Guru. Aku Haris kesana. Aku harus menolong putra ku,"
"Sialan. Apa menurutmu kau lebih hebat dari orang-orang kampung misterius? Kau bahkan tidak bisa melampaui yang terlemah dari warga kampung misterius. Aku datang kesini hanya untuk menghukum mu. Sekarang terima hukuman!"
"Tapi guru?!"
"Mana ada tapi-tapian,"
Grand Warden segera menjinjing kerah bagian belakang dari baju Rey, kemudian menyeretnya menuju aula tengah.
Sampai di aula istana, dia mengeluarkan seutas tali lalu mengikat kaki Rey dan melemparkan tali tersebut ke langit-langit ruangan dan kembali menariknya sehingga kaki Rey tertarik tergantung dengan kaki di atas, kepala ke bawah.
"Guru. Apa yang kau lakukan?" Tanya Rey dengan tubuh berayun.
"Ingat! Kalau sampai terjadi apa-apa pada cucuku atas kecerobohan mu, maka Utara tidak perlu lagi memiliki seorang Raja,"
Selesai berucap, Grand Warden langsung menghilang dari pandangan. Sedangkan kini tinggallah Rey yang tergantung ditengah-tengah aula istana tanpa ada seorangpun yang berani menurunkannya. Ini mengingatkannya pada tiga belas tahun yang lalu ketika dirinya berada dalam didikan lelaki tua itu. Setiap melakukan kesalahan, maka hukumannya adalah digantung terbalik.
Kini, Grand Warden telah kembali ke kampung misterius dalam waktu yang sangat singkat. Hatinya sedikit membaik setelah memberikan hukuman kepada Rey. Dan kini, dia harus fokus memikirkan bagaimana cara untuk menangani masalah Ryan ini.
Saat ini, dia menghampiri kolam emas spiritual kemudian memperhatikan keadaan Ryan yang tampak seperti sedang tertidur.
"Grand Warden, bagaimana? Apakah anda telah memikirkan cara untuk menyembuhkan Nenek moyang?"
Lama juga grand Warden berpikir.
Dia kemudian menarik nafas panjang, lalu berkata. "tidak ada cara lain. Sebagian energi spiritual itu harus segera di segel. Dan dengan ini, lebih dari separuh kultivasi nya akan ikut tersegel juga," jawabnya.
"Berapa lama? Apakah kultivasi nya akan rusak?"
"Tergantung pada kekuatan fisik anak ini. Selama ini kan aku hanya fokus pada kultivasi nya saja. Mungkin karena itulah mengapa daya tahan tubuhnya selemah ini. Kau harus tau, ada perbedaan antara seorang kultivator dengan praktisi beladiri. Kultivator biasanya menggunakan kekuatan supranatural sedang praktisi seni beladiri adalah tentang kekuatan fisik. Jika keduanya dapat dikombinasikan, anak ini akan menjadi tak terkalahkan,"
"Kalau begitu, ini akan menjadi sebuah keuntungan bagi Nenek moyang. Selain itu, suatu saat jika kekuatan fisiknya setara dengan kultivasi nya, bukankah energi spiritual itu seolah-olah adalah stok bagi dirinya,"
"Benar. Pastinya kejadian ini mengandung hikmah. Apakah kau tidak merasa aneh ketika melihat seorang bocah lima tahun memiliki tingkat kultivasi berada pada alam dewa agung tahap puncak? Ini bisa menimbulkan keirian pada kultivator lain. Selain itu, anak ini terlalu bandel. Aku khawatir kalau dia masih belum bisa mengontrol tenaganya. Sekali tempeleng, bisa mati anak orang. Sebaiknya memang harus di segel,"
"Kalau begitu, apa yang bisa saya kerjakan untuk membantu?"
"Berangkat ke gunung es. Bawa kembali sebongkah besar es untuk dijadikan ranjang,"
"Saya mengerti," jawab Zega. Kemudian, setelah memilih beberapa orang, mereka pun berangkat menuju gunung es untuk melakukan apa yang diperintahkan oleh Grand Warden. Bagi mereka, demi Ryan, jangankan sebongkah es. Sebongkah berlian pun bukanlah hal yang sulit bagi mereka.
padahal ceritanya Sangat Bagus
kereen banget .
lope lope utk mu Thor..
suka banget dgn sifat Ryan..