MUSUHKU MENJADI SUAMIKU

"Pak... Da- dang!" sahut Keyra gugup.

Pak Dadang gegas mengayunkan langkahnya menghampiri Keyra. "Kamu ngapain di sini?"

Sontak Keyra membisu kala mendengar pertanyaan yang tidak ingin dia dengar itu.

"Maaf jika saya menyela pak", ucap Albian setelah menyelesaikan urusan administrasi hotel.

Pak Dadang pun mengalihkan perhatiannya pada Albian. "Kamu siapa?"

Albian langsung menjulurkan tangannya pada pak Dadang. "Perkenalkan saya Albian pak. Mahasiswa kedokteran, di kampus yang sama dengan Keyra", jawabnya dengan sopan.

Pak Dadang menyambut uluran tangan Albian. "Saya Dadang! Dosen Ekonomi Mikro. Saya rasa kamu cukup kenal dengan saya."

"Tentu saya kenal dengan pak Dadang. Saya rasa mahasiswa dari jurusan manapun pasti mengenal dosen yang sangat disiplin dan jujur seperti pak Dadang!"' puji Albian.

Pak Dadang pun berdehem berulang kali untuk menutupi raut wajah bahagianya. "Apakah kamu punya dosen favorit di fakultas kedokteran?" tanya pak Dadang pada Albian.

Sementara Keyra masih bergeming diposisinya, dengan muka cengo. Ternyata pak Dadang bisa tersenyum juga. Ucapnya dalam batin.

Albian menyebut dengan asal nama dosen favoritnya. Namun siapa sangka dosen tersebut adalah sahabatnya pak Dadang. Akhirnya Albian dan pak Dadang melanjutkan obrolan mereka dengan akrab sambil duduk di sofa.

Apakah ini maksud dari perkataan Bian sebelumnya? Dia ingin membantuku berbicara pada pak Dadang, dan ternyata dia berhasil melakukannya. Batin Keyra bahagia.

*-*

Setelah satu jam berlalu, akhirnya pak Dadang dan Albian mengakhiri obrolan mereka.

"Oke, kalau begitu bapak pamit. Kalian juga harus segera pulang, meski kalian sudah menikah!" ucap pak Dadang yang membuat Keyra mendelik.

"Baik pak", jawab Albian dengan tersenyum penuh arti. Sementara Keyra masih termangu mendengar penuturan pak Dadang.

Tiba-tiba Albian menyentil hidung mancung Keyra. "Aww, kenapa kau suka sekali menyentil hidungku?" kesal Keyra.

"Karna kamu suka sekali bengong!" Albian langsung menggandeng tangan sang istri dengan mesra. "Ayo, kita pergi dari sini!"

"Oke", jawab Keyra patuh. Lalu mereka berjalan bersama menuju pintu keluar lobi.

*-*

Di kampus.

Seno mendatangi kelas Keyra yang baru saja bubar. "Teman, apa Kei tidak masuk kelas hari ini?" tanya Seno pada Chika.

"Apa aku ini temanmu?" tanya Chika balik dengan tatapan sinis.

"Cantik-cantik kok sombong sih non?"

"Apa pedulimu manusia cupu?" kesal Chika seraya meninggalkan Seno.

"Aku sumpahin nggak akan ada pria yang suka sama kamu!" teriak Seno dengan kesal. Namun Chika terus berjalan lurus, mengabaikan sumpah serapah Seno. "Aku harap tidak bertemu dengannya lagi", ucap Seno bergumam. Lalu dia buru-buru mendekati seorang mahasiswi yang baru saja keluar dari dalam kelas.

"Untuk apa kau mencari Keyra?" tanya seeeorang dari arah belakang Seno.

Sontak Seno menoleh ke belakang. "Apa urusanmu?"

"Keyra adikku! Jadi dia adalah urusanku!" jawab Dirga dengan tatapan serius.

Spontan Seno mengubah ekspresi wajahnya. "Kakak ipar!" seru Seno menghampiri Dirga. Lalu memberi salam pada Dirga.

"Siapa kakak iparmu? Jangan asal bicara!" Dirga gegas menepis tangan Seno yang hampir saja menyentuh tangannya.

"Kakak ipar jangan marah. Adik ipar minta maaf, karena tidak bisa mengenali kakak iparnya sendiri."

Dirga bergidik ngeri melihat sikap Seno. Dia pun bergegas pergi meninggalkan Seno yang narsis.

"Kakak ipar! Kakak ipar mau kemana?" seru Seno dengan tersenyum puas. "Mau ngaku-ngaku jadi kakaknya Keyra. Seno di lawan!" ucapnya dengan sombong.

"Tapi dia itu memang kakaknya Keyra!" sela Rudy yang datang dari arah belakang Seno.

Seno mengernyitkan keningnya kala menatap Rudy. "Aku seperti pernah melihatmu, tapi di mana ya?"

"Di acara alumni kemaren malam!"

"O, itu artinya kamu juga anak SMA Harapan?"

"Kalau iya, emangnya kenapa?"

"Apa hubunganmu dengan Keyra?" selidik Seno dengan tatapan tidak senang.

"Cih, seharusnya aku yang bertanya seperti itu padamu! Apa tujuanmu mencari pacarnya sahabatku?" balas Rudy dengan sorot mata tajam.

"Ck, Pacar? Sahabatmu?" tanya Seno dengan tertawa meledek. "Beritahu sahabatmu itu, kalau berkhayal jangan ketinggian! Keyra memang baik pada semua orang, tapi bukan berarti Keyra pun menyukai mereka semua" lanjutnya dengan rasa percaya diri yang tinggi.

Seketika Rudy menatap Seno dengan muka cengo. "Ah, sudahlah! Aku malas ngomong sama orang aneh!" tukas Rudy seraya pergi meninggalkan Seno.

"Kamu yang aneh!" balas Seno dengan raut wajah kesal. Lalu dia pun gegas meninggalkan tempat itu, karena kelas tersebut sudah kosong.

Seorang wanita yang berdiri di tempat tersembunyi pun mengernyit bingung. "Kemana Kei pergi? Apa jangan-jangan dia dan Albian tadi malam menginap di hotel?" gumamnya dengan raut wajah tidak senang.

*-*

Siang hari di rumah kediaman keluarga Albian. Weny dan putranya tengah membahas keuntungan yang akan mereka dapat, jika Willy berhasil melakukan tanda tangan kontrak dengan perusahaan nomor 3 terbesar di kota itu.

"Bian dapat bagian juga kan bi?" tanya Albian yang datang dengan tiba-tiba.

Sontak Weny dan Arvan menoleh ke sumber suara.

"Ayo, kita ke kamar mama!" ajak Weny pada Arvan. Dia merasa tidak senang melihat kehadiran Albian dan Keyra di sana.

"Ayo, ma", sahut Arvan dengan menatap Albian.

"Bian cuma bercanda kok bi!" seru Albian kala Weny dan Arvan telah menaiki anak tangga menuju lantai 2.

"Kenapa mereka membicarakan hal seperti itu, di ruang terbuka? Bagaimana kalau ART di rumah ini mendengarnya?" tanya Keyra dengan wajah serius.

Albian langsung mencubit gemas hidung Keyra. "Sepertinya ilmu ekonomi kamu sudah mendarah daging ya!" ucapnya dengan tersenyum. "Jangan kuatir sayang, ART di rumah ini tidak akan paham walaupun kamu menyebut kata profit ratusan kali."

"Oh, gitu ya", jawab Keyra dengan wajah polos.

Ekspresi Keyra membuat Albian tidak bisa menahan untuk menciumnya. "Aku baru sadar, kalau ternyata kamu itu sangat menggemaskan", katanya seraya mencium kening Keyra berulang kali.

"Kenapa kalian menunjukkan kemesraan di sini?" tegur Willy kala baru saja melangkah masuk ke dalam rumah.

"Maaf paman. Tadinya aku pikir di rumah ini cuma ada keluargaku saja. Aku lupa di rumah ini ada yang menumpang hidup!"

"Jaga ucapanmu!" sergah Willy seraya memegang dadanya yang tiba-tiba saja terasa sesak.

"Paman kenapa?" tanya Keyra panik seraya berjalan mendekati Willy. Sementara Albian bergeming di posisinya berdiri.

"Papa kenapa?" pekik Weny dari lantai 2. Lalu dia berlari menuruni anak tangga.

Albian juga bergegas mendekati sang paman, setelah dia meyakini sang paman tidak sedang berakting. "Tolong beri dia ruang!" tegas Albian dengan raut wajah serius.

Meski dia sangat membenci pamannya, namun dia masih memiliki rasa kemanusiaan. Batin Keyra kala mengagumi sifat baik sang suami.

Albian pun berhasil membuat Willy bernafas dengan normal kembali.

*-*

Di tempat berbeda, di sebuah taman kota. Diandra duduk termenung di bawah pohon rindang. Hatinya sedikit kacau kala baru saja bertemu dengan orang yang sangat dia benci itu. "Kenapa kau datang lagi?" kesal Diandra dengan berlinang air mata.