NovelToon NovelToon
The Second Wife

The Second Wife

Status: sedang berlangsung
Genre:nikahmuda / Poligami / Cinta setelah menikah
Popularitas:13.6k
Nilai: 5
Nama Author: Gilva Afnida

Pergi dari rumah keluarga paman yang selama ini telah membesarkannya adalah satu-satunya tindakan yang Kanaya pilih untuk membuat dirinya tetap waras.

Selain karena fakta mengejutkan tentang asal usul dirinya yang sebenarnya, Kanaya juga terus menerus didesak untuk menerima tawaran Vania untuk menjadi adik madunya.

Desakan itu membuat Kanaya tak dapat berpikir jernih hingga akhirnya dia menerima tawaran Vania dan menjadi istri kedua.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gilva Afnida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 29

Setelah kepergian Vania beberapa menit lalu, Kanaya merasakan perutnya lapar. Dia pun memilih ke dapur untuk sarapan. Mata Kanaya berbinar saat mendapati semangkok bubur ayam yang sudah lama tidak dia rasakan. Kanaya pun segera melahap bubur ayam tersebut, namun baru beberapa suap perut Kanaya kembali bergejolak.

Gegas Kanaya berlari menuju wastafel untuk mengeluarkan isi perutnya. Setelah dirasa sudah puas, Kanaya meraup wajahnya dengan air dingin. Dia menarik napasnya dalam agar tubuhnya lebih terasa rileks. Kanaya belum pernah merasakan muntah-muntah yang begitu dahsyatnya. Mendadak, bubur ayam yang begitu nikmat di matanya tadi menjadi terasa tak enak. Dia tak nafsu makan karena mual muntah yang dirasakannya. Padahal dia sama sekali belum memasukkan apapun untuk mengisi perutnya.

Badannya terasa lemas luar biasa. Bahkan untuk sekedar berjalan ke kamar pun napasnya terdengar berat.

Saat dia sudah mencapai kamar dan membaringkan diri, tubuh Kanaya terasa lebih enak dan rileks. Jadi dia menarik selimut lalu memutuskan untuk kembali tidur. Nanti sore, dia berencana akan membeli alat tes pack untuk mengecek apakah dia beneran hamil.

Baru satu jam lamanya Kanaya terlelap, dia kembali terbangun karena perutnya terasa lapar. Keringatnya terus terlihat meski di dalam kamar dia sudah menyalakan AC. Mau tak mau Kanaya mengusahakan diri untuk mencari sesuatu di kulkas supaya perutnya tidak kosong. Dia seperti merasa tidak akan bisa tidur nyenyak jika tidak memakan sesuatu.

Akhirnya saat sampai di dapur Kanaya menemukan beberapa buah pisang yang tergantung dan apel yang berada di dalam kulkas. Kanaya melahap semua buah tersebut. Beruntung perutnya menerima makanan itu tanpa ada drama.

Ketukan pintu terdengar, membuat Kanaya segera membereskan kulit buah yang berserakan lalu segera menuju ke pintu utama.

Sesaat, Kanaya melirik orang yang mengetuk pintu melalui gorden. Memastikan jika yang datang bukanlah Tania ataupun Helga. Dia masih trauma dengan kejadian lampau. Tidak ada orang lain selain dirinya, jadi Kanaya harus lebih berhati-hati lagi.

Rupanya tamu tersebut adalah Putri, mama Adnan. Kanaya pun senang karena yang datang bukanlah dua monster yang dia takutkan.

"Halo, Tante. Nyari Mas Adnan ya?" sapa Kanaya setelah membukakan pintu.

"Loh, kok yang bukain pintu kamu? Mana Vania?" tanya Putri sambil menatap ke arah belakang Kanaya.

"Mbak Vania sedang ke luar kota. Katanya lagi ada acara di rumah saudaranya," jelas Kanaya sesuai dengan apa yang dikatakan Vania tadi padanya.

"Adnan ikut?"

"Kata Mbak Vania tadi enggak karena harus lembur kerja."

Putri berdecak kesal sambil melipat kedua tangannya.

"Masuk dulu deh, Tan. Kita ngobrol aja di dalam yuk." Kanaya merasa Putri tengah tidak mood. Jadi lebih baik baginya untuk mengajak masuk.

Putri pun mengikuti Kanaya untuk masuk ke dalam rumah. Dia pun duduk di atas sofa sambil menyenderkan kepalanya yang seolah begitu berat.

"Mau minum apa, Tante? Aku buatin deh."

"Ah, gak usah. Nanti biar tante aja yang ambil sendiri. Kamu kelihatan kayak kurang sehat gitu."

Reflek Kanaya pun memegang wajahnya. 'Kenapa semua orang mengatakan aku pucat dan kurang sehat? Apa memang benar kalau aku itu lagi hamil?'

Mengabaikan Kanaya, Putri pun mengeluarkan ponsel untuk menghubungi Adnan. Sesaat kemudian, panggilan terhubung.

"Halo." Suara Adnan terdengar nyaring di ponsel Putri hingga Kanaya pun dapat mendengarnya.

"Halo, Nak. Kapan kamu pulang? Mama ada di rumah kamu sekarang."

"Ngapain?"

"Apa sopan kamu mempertanyakan itu pada orang tua yang sedang berkunjung?" ujar Putri setengah berteriak. Amarahnya sudah mencapai ubun-ubun setelah tadi diejek oleh teman-teman arisannya akibat tidak segera menimang cucu. Adnan dikatakan oleh temannya jika Adnan itu mandul. Tentu saja Putri tidak menerimanya.

Helaan napas terdengar di ponsel. "Yaudah, mama butuh sesuatu? Aku lagi ada di kantor sekarang."

"Gak bisa apa kamu pulang sekarang?"

"Aku lagi kerja, Ma. Gak sedang main ke rumah teman," ujar Adnan penuh dengan penekanan.

"Terus pulang jam berapa?"

"Mungkin jam sebelas atau dua belas malam."

"Apa? Gak bisa sekalian besok aja?" sindir Putri.

"Ide bagus. Besok ajalah aku pulangnya."

"Adnan!"

"Mama!"

Kanaya terkekeh pelan mendengar mama dan anak kandung yang sedang bertengkar. Adnan layaknya anak kecil yang sedang tidak patuh pada ibunya.

"Jangan gitu dong! Mama mau bicara hal penting sama kamu."

"Bicara di sini saja."

"Enggak. Kalau kamu masih mau mama anggap sebagai anak. Nanti segera pulang, paling lambat jam delapan malam. Titik."

Setelahnya Putri menutup ponsel dan kembali menghempaskan diri di sandaran kursi. Perasaannya semakin kesal karena putranya yang selalu membantah ucapannya.

"Tante beneran gak apa-apa?" tanya Kanaya.

"Eh, Nay. Tante kira kamu udah pergi." Putri pun bangkit dari kursi lalu mengapit lengan Kanaya. "Yuk, Nay. Kita keluar aja, daripada kamu sumpek di rumah terus. Tante yakin kamu bakalan jadi sehat kembali kalau ikut tante."

"Eh, eh, kemana tante?"

"Udah kamu gak usah ganti baju. Temani orang tua ini ke suatu tempat untuk healing."

Beberapa jam kemudian. Kanaya baru mengerti tempat healing yang dimaksud oleh Putri. Mereka berdua sudah sampai di sebuah perbukitan yang jaraknya lumayan jauh dari rumah. Hamparan tanaman hijau tersaji di depan matanya, udara yang dingin serta segar memenuhi rongga hidungnya yang ajaibnya dapat menyembuhkan pikirannya yang sedang kalut.

Tak sadar, Kanaya menarik kedua sudut bibirnya ke atas. Ini adalah kali pertamanya berada di dataran tinggi dengan pemandangan yang luar biasa mewarnai kedua netranya.

Putri mengajak Kanaya untuk beristirahat sejenak di dalam kafe yang juga menampilkan pemandangan luar biasa dari balik dinding kacanya.

"Bagaimana? Melihatmu yang terus tersenyum, tante yakin kamu pasti sudah jatuh cinta dengan tempat ini," ucap Putri dengan bangga.

"Iya, Tante. Bagaimana mungkin tante bisa menemukan tempat seperti ini?"

"Ini tempat yang umum, Naya. Hampir semua orang mengetahui daerah ini. Biasanya cukup ramai saat hari-hari libur, tapi ini sepi karena kita datang di saat jam kerja," jelas Putri sambil menyeruput secangkir teh tawar.

Kanaya menunduk malu. "Ini pertama kali buatku, Tante. Hal yang mewah untukku berlibur di suatu tempat seperti ini." Kedua mata Kanaya mengembun, kembali teringat dengan masa-masa suramnya saat bersama keluarga Toni.

"Tidak apa, lain kali akan tante ajak kamu ke tempat yang jauh lebih bagus dari ini."

Kanaya jadi tak merasa sedih. Kedua matanya yang berembun berubah menjadi berbinar dengan sekejap. "Yang benar tante?"

"Iya. Bertemu dengan anak muda yang sopan dan bisa diajak berbincang-bincang dengan orang tua sepertiku itu adalah hal yang langka. Dulu tante merasa kesepian saat berkunjung ke rumah Adnan, tapi semenjak ada kamu, kamu malah seperti menjadi teman bagi tante. Sungguh tante merasa berterima kasih padamu, Naya."

1
Muhammad Malvien Laksmana
Luar biasa
Muhammad Malvien Laksmana
Biasa
Endah Windiarti
Luar biasa
Jessica
ceritanya bagus penulisan nya juga tertata g bikin jenuh
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!