NovelToon NovelToon
Teluk Narmada

Teluk Narmada

Status: tamat
Genre:Tamat / Teen Angst / Teen School/College / Diam-Diam Cinta / Masalah Pertumbuhan / Keluarga / Persahabatan
Popularitas:3.2k
Nilai: 5
Nama Author: Chira Amaive

Angin pagi selalu dingin. Ia bergerak. Menerbangkan apa pun yang sekiranya mampu tuk diterbangkan. Tampak sederhana. Namun ia juga menerbangkan sesuatu yang kuanggap kiprah memori. Di mana ia menerbangkan debu-debu di atas teras. Tempat di mana Yoru sering menapak, atau lebih tepatnya disebabkan tapak Yoru sendiri. Sebab lelaki nakal itu malas sekali memakai alas kaki. Tak ada kapoknya meskipun beberapa kali benda tak diinginkan melukainya, seperti pecahan kaca, duri hingga paku berkarat. Mengingatnya sudah membuatku merasakan perih itu.

Ini kisahku tentangku, dengan seorang lelaki nakal. Aku mendapatkan begitu banyak pelajaran darinya yang hidup tanpa kasih sayang. Juga diasingkan keluarganya. Dialah Yoru, lelaki aneh yang memberikanku enam cangkang kerang yang besar.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chira Amaive, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 24

"Maaf." Sebuah kata terlontar dari seseorang yang tengah berdiri tegak menyambut raga penatku tepat di dekat pintu masuk.

Malam telah naik, kukira hanya ibu yang ada di dalamnya. Aroma bawang yang menyengat bahkan tercium dari telapak tangan Niji. Ia pasti membantu ibu untuk menyiapkan makan malam. Ah, iya HP-ku. Saking menyenangkannya berada di rumah Kai membuatku lupa untuk sekedar menumpang mengisi daya HP-ku yang tewas.

Apakah Niji benar-benar menungguku pulang?

Adegan mengharukan yang baru kurasakan beberapa detik itu sirna sudah. Ibu datang dengan langkah cepat seraya langsung meraih telingaku dan dijewer dengan keras.

"Anak kurang ajar! Anak gadis pulang malem-malem. Nggak izin pula. HP juga nggak aktif. Ngapain aja kamu, hah?" seru ibu dengan berapi-api. Niji membeku. Lontaran maafnya tak sempat berlanjut.

"Aduh, lepas Bu!" Sakitnya membuat telingaku terasa mau copot.

Terdengar suara langkah dari belakang. Pintu masuk belum tertutup. Aku bisa melihat langsung seseorang yang datang itu. Kai.

"Assalamu'alaikum." Kai menyapa ramah, sedikit menyiratkan kebingungan melihat teman kelasnya dijewer.

"Kai!?" Niji berseru.

Seharusnya lelaki itu sudah pulang sejak tadi. Ia mengantarku hanya sampai gerbang atas permintaanku yang tidak mau ketahuan ibu. Sekarang, ia malah muncul tanpa dosa dan melihatku dalam keadaan memalukan seperti ini.

"Waalaikumussalam," jawab ibu setelah melepas tangannya dari telingaku yang memerah.

Ibu menatap tajam padaku. Lalu melihat Kai dari kaki sampai kepala.

Suasana berubah tenang saat Niji memberitahu ibu siapa Kai. Ibu juga lega setelah mendengar penjelasan Kai. Termasuk penyebabku pergi tanpa izin. Niji menunduk, sebab kini ibu mengetahui inti masalahnya adalah karena Niji ke sini. Namun, reaksi ibu sama sekali tidak menghiraukan masalah intinya. Tidak pula memikirkan bagaimana perasaanku.

"Cuma karena itu kamu kabur tanpa seizin ibu? Niji udah rela nunggu lama demi kamu. Baru pulang sekolah, dia cuma ganti baju di rumahnya dan datang ke sini. Ibu kira kamu lagi tiduran di kamar. Ibu telpon berkali-kali, tapi kamu ke mana? Nggak ada angkat telpon Ibu."

Kedua tangan kukepalkan kuat-kuat. Memangnya harus aku yang disalahkan seratus persen? Memangnya aku nggak punya hak untuk marah, sedih, kecewa hingga egois? Mentang-mentang aku hanya seorang siswi SMP. Sehingga semua masalah yang aku hadapi sepele. Perjuangan Niji yang menantiku ini sama sekali tidak membuahkan rasa haru. Melainkan mendatangkan pikir ibu untuk senantiasa menyalahkanku. Sial, hatiku terasa perih sekali. Ditambah wajah Niji yang merasa bersalah itu. Aku hanya melihatnya sebagai cara menambah rasa bersalahku di mata ibu.

Kedua temanku itu hanya diam. Tidak tahu harus menanggapi seperti apa. Membiarkanku terpaku bersama rasa malu. Siapa pula yang tidak malu dimarahi ibunya di hadapan teman-temannya. Seperti anak SD yang pulang dalam keadaan basah karena mandi di sungai keruh.

"Kamu udah bikin Ibu khawatir. Bikin Niji capek nunggu juga. Bahkan nyusahin temen kamu." Kalimat itu diakhiri dengan menunjuk Kai.

Suara motor terdengar. Baiklah, omelan tambahan sebentar lagi tiba-tiba.

"Assalamu'alaikum. Wah, ada apa nih ramai-ramai?" Bapak datang sambil menenteng kantong plastik sedang. Seperti yang selalu dilakukannya sehabis gajian. Yaitu membeli makanan seperti martabak, terang bulan, kue bolu atau lain-lainnya.

"Waalaikumussalam," jawab kami serempak dengan suaraku yang nyari tidak terdengar.

Semua berdiri menyambut bapak, kecuali aku. Rasanya malas sekali. Bahkan untuk sekedar berdiri sejenak.

Ibu segera memperkenalkan Kai kepada bapak, dan menjelaskan apa yang terjadi. Di luar dugaan, bapak hanya mengangguk dan tersenyum kecil kepadaku. Mungkin karena melihat wajah kusutku yang lelah diomelin ibu tergambar jelas pada matanya. Justru, bapak mengusap kepalaku dan menepuk pundakku. Sepertinya bapak memahami perasaan terpojokku.

"Kebetulan sekali. Saya membeli banyak makanan enak. Ada martabak dan terang bulan. Kalian suka, 'kan?" Bapak bertanya.

Kai dan Niji mengangguk pelan.

"Nah, sekarang Niji dan Cine ayo berjabat tangan," pinta ibu.

"Yey, sudah berdamai!" seru Kai melepas sosok canggungnya di hadapan kedua orang tuaku, sifat aslinya langsung meronta dan muncul begitu saja.

Kedua orang tuaku sedikit terkejut dengan tingkah Kai. Namun, mereka langsung tertawa. Semua tertawa, termasuk aku walaupun sebenarnya masih memendam pedih. Aku belum benar-benar nyaman dengan Niji lagi. Rasanya masih berat. Mengingat apa yang dia lakukan dan dia sebabkan. Masalahku dan Niji belum selesai. Nama Yoru juga seolah benar-benar tenggelam hari ini. Sampai pada saat aku melihat empat cangkang kerang yang berjejer.

"Saya permisi pulang dulu Ibu, Bapak." Kai pamit. Kemudian, ia menghampiriku dan mengeluarkan sesuatu dari sakunya. "Aku lupa, mama menitipkan ini untukmu. Makanya aku mendadak ke sini. Tadinya mau nelpon kamu biar ke luar lagi. Tapi HP-mu tidak aktif."

Terakhir, Kai melambai pada Niji. Kemudian mengucapkan salam dan keluar dari rumahku. Suara motornya terdengar. Lalu tak terdengar lagi setelah beberapa detik.

Sebuah bros cantik berbentuk bunga daisy. Cantik sekali.

"Itu apa?" ibu bertanya.

"Bros, Bu."

"Bagus banget!" seru Niji. Aku tersenyum, walaupun terpaksa.

"Baik dan sopan sekali anak itu. Tampan juga. Dia kelihatan seperti orang kaya. Jangan bilang kamu pacaran sama dia," terka ibu dengan tatapan interogasi.

"Enak aja. Siapa yang mau sama manusia menyebalkan kayak dia!" sanggahku.

Niji tertawa lepas. Ia tentu tahu bagaimana hebohnya suara teman-teman setiap kali melihat Kai menjahiliku.

"Fokus belajar aja dulu ya, Nak. Kamu masih terlalu dini untuk mengenal cinta. Cuma monyet-monyetan. Suka boleh, tapi diam-diam aja dan jangan diungkapkan. Cukup Allah dan kamu yang tahu. Kalau udah waktunya, pasti dipertemukan dengan cara yang sebaik-baiknya," tutur bapak dengan tampang seriusnya.

Tunggu sebentar, sebenarnya ini apa. Kenapa aku jadi mendapatkan nasihat tentang jodoh. Padahal mereka yang mengatakan terlalu dini, tapi pembahasannya malah jauh sekali. Siapa pula yang sedang jatuh cinta. Lalu, siapa pula yang suka sama Kai. Sekali pun aku benar-benar melupakan Yoru saat ini. Namun, tak dapat dipungkiri kali itu aku memang sempat merasa tertarik dengan sosok lelaki nakal pembuat onar itu. Katakanlah jika disuruh memilih antara Kai dan Yoru, maka aku dengan tegas akan menyebut Yoru. Terkesan gila dan aneh. Tapi begitulah kenyataannya. Walaupun aku pun tidak mengerti, di mana letak menariknya Yoru, juga di mana letak kalahnya Kai jika dibanding Yoru. Baiklah, usai dulu pembahasan rasa ini. Sebab aku adalah Shinea, gadis yang masih duduk kelas 2 SMP. Usia masih 14 tahun. Masih belum menetas dalam usia mengenal cinta.

"Kai memang suka jahilin Cine, Bu," ungkap Niji.

"Enak aja nyebut aku doang. Dia memang suka jahilin semua orang. Usil nggak ketolong!" pungkasku.

1
_capt.sonyn°°
ceritanya sangat menarik, pemilihan kata dan penyampaian cerita yang begitu harmonis...anda penulis hebat, saya berharap cerita ini dapat anda lanjutkan. sungguh sangat menginspirasi....semangat untuk membuat karya karya yang luar biasa nantinya
Chira Amaive: Thank you❤❤❤
total 1 replies
Dian Dian
mengingatkan Q sm novel semasa remaja dulu
Chira Amaive: Nostalgia dulu❤
total 1 replies
Fie_Hau
langsung mewek baca part terakhir ini 😭
cerita ini mengingatkan q dg teman SD q yg yatim piatu, yg selalu kasih q hadiah jaman itu... dia diusir karna dianggap mencuri (q percaya itu bukan dia),,
bertahun2 gk tau kabarnya,,, finally dia kembali menepati janjinya yg bakal nemuin q 10 tahun LG😭, kita sama2 lg nyusun skripsi waktu itu, kaget, seneng, haru..karna ternyata dia baik2 saja....
dia berjuang menghidupi dirinya sendiri sampai lulus S2,, masyaAllah sekarang sudah jd pak dosen....

lah kok jadi curhat 🤣🤦
Chira Amaive: keren kak. bisa mirip gitu sama ceritanya😭
Chira Amaive: Ya Allah😭😭
total 2 replies
Iif Rubae'ah Teh Iif
padahal ceritanya bagus sekali... ko udah tamat aza
Iif Rubae'ah Teh Iif
kenapa cerita seperti ini sepi komentar... padahal bagus lho
Chira Amaive: Thank youuuu🥰🤗
total 1 replies
Fie_Hau
the first part yg bikin penasaran.... karya sebagus ini harusnya si bnyak yg baca....
q kasih jempol 👍 n gift deh biar semangat nulisnya 💪💪💪
Chira Amaive: aaaa thank you🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!