* * *
Gadis cantik dengan mata teduh, hidung mancung dan kulit putih selembut sutra itu bernama Maria Shanna. Wanita berusia 22 tahun yang dulunya menjalani hidup bak seorang putri ...
Namun, dalam sehari gelarnya berubah menjadi Mommy, Daddy dan juga kakak untuk kedua adiknya. karena kedua orang tuanya meninggal akibat kecelakaan tragis.
Shanna yang saat itu masih duduk dibangku SMA kelas dua dipaksa kuat untuk menjadi sandaran bagi adik-adiknya.
Kehidupan Shanna dan kedua adiknya berubah 360 derajat ...
Hingga empat tahun berlalu, Shanna akhirnya bertemu pria bernama Dave Abraham, seorang CEO dan juga ketua mafia.
Pria dingin dan angkuh yang memintanya menjadi istrinya karena kesalahan yang mereka lakukukan membuahkan hasil ...
Tanpa Shanna ketahui, Dave menikahinya hanya untuk mendapatkan hak atas bayi yang dikandungnya ...
Bagaimana kelanjutan kisahnya?
Mampukah Shanna membuat Dave bertekuk lutut di hadapannya?
* * *
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sgt, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
29
Mobil yang dikendarai Nora akhirnya sampai juga di Apartemennya. Tidak ada tanda-tanda mereka akan turun dari mobil, keduanya masih duduk diam meskipun mobil telah terparkir sempurna.
"Ann, aku percaya padamu. Kau tidak perlu bercerita jika belum siap berbagi denganku. Tetapi, biarkan aku membantumu ya..." Nora memegangi kedua tangan Shanna, memiringkan tubuhnya menghadap sahabatnya itu. Ia ingin Shanna merasa nyaman bersamanya.
"terimakasih Ra." Membalas genggaman Nora. "aku akan menceritakan semuanya. Semuanya." sambungnya ingin menegaskan bahwa ia benar-benar menganggap Nora sebagai sahabatnya.
"kalau begitu sekarang kita turun. Malam ini menginaplah di apartemenku, kau tidak boleh sendirian disaat seperti ini." Dengan sabar Nora menghadapi Shanna.
syukurlah Shanna tidak membantah. Keduanya turun dari mobil dan berjalan menuju lift untuk naik kelantai atas, dimana kamar apartemen Nora berada.
selama dibasemen Nora merasa ada yang aneh, tidak seperti biasanya. Kali ini ia merasa seperti ada yang mengawasi mereka. Tetapi ia tidak ingin ambil pusing, berfikir bahwa itu hanya perasaannya saja.
* * *
Hampir tiga puluh menit berlalu setelah mereka tiba di apartemen yang terhitung mewah untuk sekelas pekerja kantoran seperti Nora.
"Ann... makanan sudah siap, ayo kita makan malam dulu." Nora mengetuk pintu kamar mandi, dimana sahabatnya Shanna sedang membersihkan diri di dalam.
"iya Ra, lima menit lagi," sautnya.
"aku tunggu dimeja makan." Nora berlalu pergi menuju dapur.
lima menit berlalu. Benar saja, kini Shanna telah duduk manis di meja makan berukuran mini, berhadapan dengan sahabat baiknya itu.
Nora menyendokkan spageti bolognese, salah satu makanan kesukaan Shanna.
"maaf ya Ann, malam ini kau makan ini dulu." Nora tersenyum nyengir. Ia tidak enak hati hanya menyajikan makanan seadanya, padahal ia tau bahwa Shanna tengah mengandung.
"tidak apa-apa, ini kan spageti kesukaanku. Terimakasih." Shanna tersenyum.
"lagi pula kau ingin menyediakan apa untukku? Bukankan ini adalah masakan paling berhasil selama sejarahmu memasak?" Shanna meledek Nora, ia sangat tau sahabatnya itu tidak pandai memasak.
"hehe kau ini." Nora cemberut "cepat makan, atau aku ambil lagi makanannya." Seolah ingin menarik lagi piring berisi spageti yang disodorkannya tadi. Namun, langsung ditahan oleh Shanna.
*
kedua sahabat itu makan malam dalam keheningan, tidak ada yang berani membuka suara terlebih dahulu. Mereka sama-sama merasa canggung dan bingung harus memulai pembicaraan dari mana.
setelah dua puluh menit, akhirnya keduanya selesai melahap habis spageti bolognese buatan Nora.
"jangan melakukan apapun, biar aku yang membereskan ini semua." Cegah Nora mengambil alih piring bekas makan mereka ditangan Shanna.
"tapi Ra-"
"tidak ada tapi-tapian. Duduklah diruang tamu, aku akan segera menyusul begitu selesai membereskan semuanya." Nora memaksa, mengarahkan sahabatnya itu untuk berjalan ke arah ruang tamu.
Shanna tidak lagi membantah, ia tau tidak akan menang jika berdebat dengan Nora.
"tunggu aku Ann. Jangan tidur dulu, kita harus bicara." Teriak Nora pada Shanna. Ia harus membicarakan perihal apa yang didengarnya saat di makam tadi, sebelum sahabatnya itu kembali pada mode diam.
Shanna tidak menjawab, terus berjalan menuju ruang tamu dimana Nora memintanya duduk.
*
kini Nora telah berada tepat di depan Shanna duduk, wanita itu menyelesaikan pekerjaannya secepat kilat. Sangat terburu-buru karena tidak ingin Shanna tiba-tiba berubah pikiran, mengingat tadi sahabatnya itu berkata akan menceritakan semuanya.
Suasana tampak menegang, Shanna merasa dirinya seperti seorang terdakwa.
"ceritakan semuanya padaku, sekarang!" Ucap Nora tidak ingin ada penolakan.
"aku hamil!" Ucapnya sangat pelan, hampir tidak terdengar oleh indra pendengaran Nora.
Nora bangkit, menghampiri Shanna lalu duduk disamping sahabatnya itu.
"Ann, apa kau belum menganggapku sebagai sahabat?" tanya Nora. Ia sedang memutar otak untuk membuat Shanna mau bercerita.
Shanna menggeleng, "bukan seperti itu Ra. hanya saja, aku merasa malu."
"kenapa harus malu? Aku sahabatmu. Bukankah selama ini kaulah orang pertama yang kucari saat aku mendapatkan masalah? Lalu, kenapa kau tidak melakukan hal sama sepertiku Ann? Apa kau tidak percaya padaku?" Jelas Nora disertai wajah sendunya.
Melihat Shanna yang hanya diam dan menunduk, Nora bangkit hendak pergi, ia tidak ingin memaksa. "istirahatlah, besok aku akan menemanimu ke dokter. Kita periksakan kondisi kandunganmu."
"Dave Abraham." Langkah Nora terhenti, telinganya memicing saat mendengar nama yang disebutkan Shanna. Ia berbalik melangkah kearah Shanna lagi.
"ada apa Ann?" jantungnya mulai memompa sangat kencang, harap-harap cemas dengan asumsi yang tiba-tiba melintas difikirannya.
"ba-bayi in-ini miliknya."
"Whaaaaat?" Teriakan Nora menggelegar diseluruh ruangan Apartemen yang cukup luas itu. Matanya membulat sempurna. Wanita itu seperti tersengat listrik.
"jangan bercanda Shanna!" bentaknya. Tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.
"ak-aku, aku serius Ra..." Shanna kembali menunduk, matanya mulai berkaca-kaca.
"Dave Abraham? Kau bilang Dave Abraham? Dave Abraham Ann?" suara Nora kembali menggema, ia duduk bersimpuh dihadapan Shanna, ingin menatap lebih dekat wajah Shanna guna mencari kebohongan pada sorot mata sahabatnya.
Nihil, tidak ada sedikitpun kebohongan pada sorot mata sendu itu. "huuuuuuuuuuuh." Nora menghembuskan nafas terberatnya selama hidup. Ia berdiri, lalu berjalan mondar-mandir didepan Shanna.
"kalian memiliki hubungan? kau keterlaluan Ann. Bagaimana bisa kau menyembunyikan hubunganmu dengan es balok itu dariku." kesalnya.
Shanna menggeleng cepat. "kami tidak memiliki hubungan seperti itu Raa..." bantahnya.
Nora mengerutkan dahi, langkahnya kembali terhenti oleh ucapan aneh itu. "Lalu? Bagaimana kau bisa hamil? Apa kalian melakukannya dalam mimpi?"
"ini semua salahku, seharusnya aku mendengarkan perkataanmu" Ucap Shanna lirih. Wanita itu mulai terisak, kembali mengingat kejadian panas dua bulan silam. Seandainya saja ia mengijinkan Nora untuk ikut dengannya saat itu.
Nora kembali duduk dan memeluk Shanna, "maaf, maafkan aku Ann. Aku tidak bermaksud membuatmu sedih." ucapnya, tak enak hati karena membuat sahabatnya kembali bersedih.
*
Akhirnya, Nora telah mengetahui seluruh kejadian yang menimpa Shanna. Jangan tanyakan seperti apa ekspresinya begitu mendengar setiap perkataan yang keluar dari bibir Shanna.
Terlihat jelas amarah pada sorot mata dan juga ekspresi wajahnya yang merah padam. Nafanya naik turun dengan sangat cepat, bibirnya mengerucut, kedua tangannya terkepal. Bukannya takut, Shanna justru tertawa melihatnya.
"kenapa kau tertawa!" Nora melirik tajam, merasa heran karena Shanna malah tertawa. Padahal berapa saat lalu wanita itu sedang menangis tersedu-sedu.
"tidak apa-apa. Memangnya aku tidak boleh tertawa?"
"ck... Lalu apa rencanamu Ann?" tanya Nora tidak ingin mengalihkan pembicaraan.
"entahlah, aku bingung." Shanna mengedikkan bahu.
"kau menyayangi bayimu?"
"pertanyaan seperti apa itu Ra? Tentu saja aku menyayangi mereka, sangat." Jawab Shanna tegas, "tidak ada seorangpun orang tua yang tidak menyayangi anaknya." lanjutnya.
"ada. Kau lupa? Daddyku tidak menyayangiku." Bantahnya mengigatkan Shanna.
"aku tidak setu-"
"berhenti, jangan mengalihkan pembicaraan." Cegah Nora memotong ucapan Shanna.
"lalu? apa itu artinya kau tidak ingin Dave mengambil bayimu? Dan memilih untuk membesarkan mereka seorang diri?"
"apa kau fikir kau adalah pemeran utama dalam cerita novel ataupun sinetron? Kau terlalu naif Shanna" kesal Nora, ia tidak mengerti dengan jalan fikiran Shanna.
*
*
*
Jangan lupa tinggalkan saran dan kritiknya ya teman-teman🙃
Saran dari kalian akan sangat membantu agar aku bisa lebih memperbaiki tulisanku kedepannya😁.
*
semoga dilancarkan segala urusannya...
ditunggu bab selanjutnya...
di tunggu kelanjutan karya terimakasih