Sania Ayunda Wirawan dan Yuki Yuspika adalah sahabat sejak kecil. Bukan hanya mereka, akan tetapi orang tua mereka juga bersahabat dekat. Bahkan mereka juga sama-sama terlahir dari keluarga terhormat dan sangat terpengaruh di kota mereka.
Mereka gadis yang sangat berprestasi dan kuliah di Fakultas ternama. Begitu banyak pria mengantri untuk mendapatkan cinta mereka. Namun, siapa sangka mereka malah jatuh cinta dengan pria yang berumur lebih tua dari mereka.
Bahkan berbagai cara telah mereka lakukan untuk mendapatkan cinta dari pria yang berhasil merebut hati mereka sejak kecil. Walaupun selalu di acuhkan, akan tetapi tidak ada kata menyerah untuk mereka. Mereka akan terus berjuang sampai mereka mendapatkan pria yang mereka idam-idamkan sejak kecil.
Apakah kedua sahabat itu bisa mendapatkan hati pujaan hati mereka?
Yuk saksikan perjuangan cinta dan aksi kocak mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elprida Wati Tarigan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 29
"Pagi, Pa!" ucap Sania mencium wajah Kinan lalu duduk manis di sampingnya.
Melihat wajah ceria dari putrinya itu, Kinan langsung mengerutkan keningnya binggung. Dia menatap Sania binggung sambil berpikiran apa alasan putrinya itu bisa seceria ini. Dia melihat jam tangannya yang baru menunjuk ke pukul setengah tujuh pagi, dan putrinya yang super manja dan pemalas itu telah duduk dengan manis di sampingnya. Padahal biasanya Rissa harus berteriak membangunkan seisi rumah terlebih dahulu baru dia bisa lepas dari bantal dan juga selimutnya.
"Apa semalam sebelum tidur kau bedoa terlebih dulu?" tanya Kinan menatap binggung Sania.
"Ia! mama 'kan selalu mengajarkan untuk berdoa sebelum makan dan tidur," ucap Sania sambil melahap sarapannya.
"Lalu setan apa yang sedang merasukimu?" tanya Kinan, sehingga Sania langsung menghentikan makannya lalu menatap tajam papanya itu.
"Bukan Sania yang sedang kerasukan. Tapi papa!" ucap Sania kesal mendengar ucapan papanya yang sangat menyebalkan itu.
Bukannya senang putrinya semakin dewasa dan mandiri, Kinan malah mengatakan jika putrinya itu sedang kesetanan.
"Papa hanya bertanya. Kenapa kau malah kesal seperti itu?" tanya Kinan terkekeh tanpa dosa.
"Papa, Ngeselin!" ucap Sania mencubit kecil lengan Kinan.
"Aw! sakit, Sayang," ucap Kinan mengusap tangannya yang memanas karena ulah Sania.
"Rasain!" ucap Sania menjulurkan lidahnya lalu kembali melanjutkan makannya.
"Kau lagi datang bulan ya? kenapa sih, perempuan kalau lagi datang bulan sensitifnya minta ampun," ucap Kinan mengoceh sendiri.
Dia menjadi ingat bagaimana Zhia dan Rissa sewaktu gadis dulu saat datang bulan. Pasti mereka akan membuat kepala Kinan menjadi pusing tujuh keliling. Bukan hanya marah-marah tidak menentu, tetapi mereka juga selalu meminta yang tidak-tidak. Dengan seketika, Kinan menjadi rindu akan tingkah lucu adik kecilnya itu. Walaupun Zhia sudah memiliki anak, bahkan lebih besar dari Sania, tetapi Kinan tetap mengagap jika Zhia adalah adik kecilnya.
"Kau pasti merindukan Zhia? kau tenang saja, sebentar lagi dia akan kembali bersama keponakanmu yang centil itu," ucap Rissa tersenyum.
"Keponakanku tidak centil. Hanya saja horman Rayyan terlalu banyak kepadanya," ucap Kinan tidak Terima jika keponakannya yang centil bin genit itu di katakan centil.
"Itu sama saja," ucap Sania ketus lalu menghabiskan makanannya.
"Sudah! Sania berangkat dulu," ucap Sania mencium Kinan dan Rissa secara bergantian.
"Jangan lupa! Jika Bibi Zhia pulang suruh bawa oleh-oleh yang banyak. Jika tidak! Sania akan merajuk dan tidak akan mau menemuinya," ucap Sania ketus sambil melangakahkan kakinya.
Sania berjalan dengan santai menuju mobilnya. Saat ingin masuk ke dalam mobil, tiba-tiba dia melihat mobil mewah yang memasuki perkarangan rumahnya. Sania melihat mobil itu dengan tatapan binggung, dia melihat ke arah langit yang begitu cerah tanpa ada mendung sedikitpun.
"Tidak ada angin, tidak ada hujan ataupun badai. Tapi kenapa tiba-tiba Kak Bisma datang ke rumah?" gumam Sania bertanya pada dirinya sendiri.
"Arghh! aku tau. Pasti Kak Bisma merindukanku. Sudah aku bilang, kau tidak akan bisa jauh dari kecantikanku yang mempesona ini," ucap Sania dengan pedenya sambil menghipaskan rambutnya ke belakang.
Dia perlahan melangkahkan kakinya mendekati mobil Bisma dengan pedenya. Dia berjalan begitu anggun, sambil mengumbarkan senyuman indahnya agar Bisma terpesona. Melihat Sania yang mendekatinya, Bisma terlihat biasa saja dan berjalan dengan santainya memasuki kediamannya. Bahkan dia sama sekali tidak memperdulikan Sania, jangankan tersenyum, menoleh saja tidak. Bagaikan makhluk tak kasat mata, begitulah Bisma memperlakukan Sania saat ini.
"What! dia tidak melihatku? apa dia kira aku ini makhluk tak kasat mata apa? dasar pria tidak peka," ucap Sania kesal sambil menghentakkan kedua kakinya kesal.
Sania berjalan mondar mandir tidak terima dengan sikap Bisma yang mengacuhkannya begitu saja. Dia harus memberi pelajaran kepada pria kulkas itu, agar dia tidak akan berani melakukan hal yang sama lagi. Sania Ayunda Wirawan gadis cantik dengan sejuta pesona sampai merendahkan dirinya untuk mendatanginya, tetapi Bisma malah mengacuhkan dirinya dan mengagap nya sebagai makhluk halus yang tidak terlihat.
Dengan seketika rasa kesal Sania langsung teralihkan ke mobil Bisma yang terparkir di depannya. Senyuman menyeringai yang memancarkan sebuah kelicikan langsung terpancar di wajah Sania. Dia perlahan mendekati ban mobil Bisma dan mengambil jepit rambutnya sambil memperhatikan ke sekelilingnya.
"Ha.. ha... Sania di lawan. Maka rasakan akibatnya," ucap Sania mengempiskan ke empat ban mobil Bisma dengan cepat.
Setelah menyelesaikan tugasnya, Sania langsung duduk santai dalam mobilnya tanpa ada rasa bersalah sedikitpun. Dia memainkan ponsel sambil menunggu Bisma keluar dari rumahnya. Setelah beberapa menit menunggu akhirnya Bisma keluar bersama Kinan. Melihat Bisma yang keluar dengan papanya, Sania langsung memukul keningnya pelan. Jika papanya tau jika dia telah mengerjai mobil Bisma, sudah di pastikan dia akan kena semprot oleh papanya yang menyebalkan itu.
"Mati aku! aku harus terlihat baik-baik saja, Pura-pura tidak tau apa-apa," ucap Sania mencoba mengatur napasnya dan berusaha terlihat bisa saja di depan papanya itu.
"Sania! kau belum berangkat?" tanya Kinan menatap Sania yang masih duduk santai di dalam mobilnya.
"Belum, Pa! lagi pula bos Sania masih di sini. Jadi untuk apa Sania cepat-cepat ke kantor," ucap Sania tersenyum hangat.
"Baguslah! ini mama tadi titip jamu. Katanya kau harus meminumnya, agar kau tidak membuat Bisma ketakutan," ucap Kinan tersenyum kecil sambil menggerakkan tangannya meniru macan yang sedang mengamuk.
"Papa! ini sangat pahit. Sania tidak mau meminumnya," ucap Sania mengingat kamu pelancar datang bulan buatan Rissa yang terasa sangat pahit.
"Kau minumlah! jangan sampai kau membuat mamamu mengamuk. Ingat! jika dia mengamuk maka papa yang akan menjadi sasaran pelampiasannya," ucap Kinan meletakkan jamu itu di dalam mobil Sania.
"Papa!" ucap Sania memasang wajah memelasnya.
"Tidak apa-apa! kau minum saja. Papa sudah terlambat, papa pergi dulu," ucap Kinan tersenyjm lalu masuk ke dalam mobilnya.
"Yes! papa sudah pergi. Jadi aku aman," gumam Sania tersenyum girang.
"Aman apa?" tanya Bisma menatap Sania dengan tatapan penuh selidik.
"Tidak ada!" ucap Sania menelan ludahnya kasar dan berusaha terlihat biasa saja di depan Bisma.
Mendengar ucapan Sania, Bisma menatap gadis itu dengan tatapan penuh selidik. Dia yakin jika gadis nakal itu sudah melakukan sesuatu yang merugikan dirinya. Melihat tatapan Bisma, Sania langsung membalas tatapan Bisma dengan berani untuk menyembunyikan kesalahannya.
"Kenapa kakak melihatku seperti itu? apa aku cantik?" tanya Sania dengan pedenya.
Bisma hanya terkekeh kecil sambil mengelengkan kepalanya pelan melihat tingkat kepedean gadis di depannya yang sangat besar. Dia berlahan melangkahkan kakinya menuju mobilnya. Namun, saat ingin masuk, dia langsung di sambut dengan ban mobilnya yang kempis. Bisma menatap seluruh ban mobilnya sambil mengacak-acak rambutnya frustasi. Dia berusaha mrmbuang napasnya kasar dan mengatur emosinya. Dia menatap Sania yang sedang duduk di mobilnya sambil mendengarkan musik dengan penuh kekesalan.
"Sania!" teriak Bisma dengan napas yang memburu.
"Ha... ha... rasain," ucap Sania terkekeh kecil dan pura-pura tidak mendengar teriakan Bisma.
"Sania! keluar kau," teriak Bisma sambil memukul kaca jendela mobil Sania mengunakan kedua tangannya.
"Ada apa?" tanya Sania tanpa dosa sambil menurunkan kaca jendela mobilnya.
"Katakan! itu pasti ulahmu 'kan?" tanya Bisma menunjuk ke arah ban mobilnya.
Mendengar pertanyaan Bisma, Sania langsung mengeluarkan kepalanya untuk melihat ban mobil Bisma.
"Oh itu!" ucap Sania santai.
"Ia! aku yang ngempesin. Memangnya kenapa?"
Bersambung......