Bibit Bayaran

Sepulang kerja, Manika di sibuk kan dengan putrinya yang tidak mau berhenti menangis sedari tadi. Entah apa yang membuatnya sangat rewel hari ini. Tidak seperti sebelumnya, Cloe selalu ceria dan juga sangat aktif.

Annyra yang baru datang, begitu panik melihat cucu kesayangannya itu menangis tiada henti. Lalu dengan segera Annyra mengambil alih Cloe dari gendongan Manika.

"Kenapa ini, Nika? Kok bisa menangis sampai seperti ini?" tanya Annyra berusaha menghentikan tangisan Cloe. Namun tak kunjung diam. Dan itu membuat Annyra semakin panik.

"Nika juga nggak tau, Ma. Dari semalam nangis terus tanpa sebab. Padahal Nika juga udah kasih ASI." keluh Manika. Tak tahu harus apalagi yang ia perbuat agar putrinya itu berhenti menangis.

"Ya sudah, kalau begitu kita bawa saja ke rumah sakit sekarang." usul Annyra dan kenapa hal itu tidak sempat Manika pikirkan.

Kemudian mereka membawa Cloe ke rumah sakit. Sesampainya di rumah sakit, dokter mengatakan jika Cloe merasa sedikit nyeri di bagian gusinya. Dan hal itu biasa terjadi pada bayi, karena gigi Cloe mulai tumbuh di bagian depan. Itulah sebabnya Cloe menangis tanpa henti.

Sepulangnya dari rumah sakit, Cloe bisa tertidur dengan pulas setelah meminum obat dari dokter. Dan itu membuat Mnaika merasa lega, karena tidak terjadi hal yang serius pada putrinya.

"Apa kau sedang merindukan Papa, Sayang?" tanya Manika seraya mengusap lembut kepala Cloe yang sedang terlelap. Kini Manika sedang terbaring di samping putrinya.

Dulu, Manika memang tidak menginginkan suatu pernikahan terjadi di dalam hidupnya. Karena ia takut, jika rumah tangganya nanti akan seperti orang tuanya yang hanya manis di awal saja. Dan sekarang mereka malah memutuskan untuk berpisah.

Namun setelah Cloe lahir, pandangan Manika untuk seorang pasangan itu berubah. Waktu hamil, Manika tidak membutuhkan seorang pasangan. Karena dia bisa melakukannya sendiri tanpa pasangan.

Akan tetapi, melihat Cloe yang lahir tanpa punya seorang ayah, membuat hati Manika merasa sangat bersalah pada putrinya. Hanya karena keegoisannya diwaktu masih berpikiran labil, menjadikan Cloe sebagai korban keegoisan dirinya sendiri.

"Maafkan Mama, Sayang. Karena Mama sendiri tidak tau siapa orang itu," Manika merutuki kebodohannya yang tidak mencari tahu dulu dengan siapa dia tidur, dulu. Dia langsung saja pergi setelah terbangun di pagi harinya.

Tak terasa air mata Manika menetes. Entah apa yang akan ia katakan pada Cloe nanti saat dia tumbuh besar. Dan bagaimana caranya dirinya mencari orang itu, sementara dia tidak mempunyai petunjuk apapun tentang lelaki yang telah merenggut kemurniannya.

Dan hal yang lebih gila Manika lakukan, dia membayar lelaki itu atas benih yang telah lelaki itu tabur ke dalam rahimnya. Tanpa melihat seperti apa wajahnya. Bahkan ingatan saat melakukan pembuatan Cloe, Manika tidak bisa mengingatnya. Padahal itu hal pertama baginya. Harusnya dia mengingatnya seumur hidupnya.

Annyra merasa sedih melihat anaknya yang terpuruk jika memikirkan siapa ayah dari Cloe, cucunya. Dia juga tidak bisa menyalahkan Manika sepenuhnya. Karena keadaan Manika saat itu tengah mabuk berat.

Lalu Annyra masuk ke dalam kamar Manika, mengusap lembut bahu Manika. "Lebih baik kamu sekarang istirahat, Sayang. Bukannya besok kamu harus bekerja? Atau mau menjaga toko roti punya Mama saja?" dengan cepat Manika menggeleng. Karena dia tidak mau terus menerus menumpang hidup pada mama-nya.

Manika malu, telah mencoreng nama baik keluarganya atas kehamilannya yang diluar nikah. Dia tidak mau membuat susah mama-nya lagi. Meski Annyra tidak mempermasalahkan itu. Karena Manika dan Cloe adalah hidupnya, sekarang.

"Tidak, Ma. Kalau begitu besok titip Cloe pada Mama, ya?" ucap Manika. Tentu dengan senang hati Annyra akan menjaga cucu-nya meskipun tanpa di minta.