Rania terjebak dalam buayan Candra, sempat mengira tulus akan bertanggung jawab dengan menikahinya, tapi ternyata Rania bukan satu-satunya milik pria itu. Hal yang membuatnya kecewa adalah karena ternyata Candra sebelumnya sudah menikah, dan statusnya kini adalah istri kedua. Terjebak dalam hubungan yang rumit itu membuat Rania harus tetap kuat demi bayi di kandungannya. Tetapi jika Rania tahu alasan sebenarnya Candra menikahinya, apakah perempuan itu masih tetap akan bertahan? Lalu rahasia apakah itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon TK, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
29 Perbedaan Sikap
Saat Rania sedang melihat-lihat bunga di depan rumah, perhatiannya teralih melihat gerbang terbuka dan masuklah sebuah mobil familiar. Senyuman Rania langsung mengembang menduga jika itu adalah Candra, akhirnya suaminya itu pulang. Dan saat si pengendara turun, ternyata dugaan Rania benar.
"Mas Candra," panggil Rania.
Candra ikut tersenyum saat Rania membawa tangan kanannya dan menyalaminya, "Sudah magrib, kenapa di luar?" tanyanya.
"Hehe tadi habis nyiram tanaman."
"Loh kok kamu yang ngerjain? Kan ada tukang kebun."
"Aku yang pengen sendiri, cuma sedikit kok, sisanya aja."
"Tapi kan kamu jangan capek-capek Rania."
"Enggak capek kok, malahan aku seneng bisa gerak."
"Ya sudah, gak papa kalau pekerjaan kecil. Gimana di rumah aja?"
"Em baik-baik aja kok," bohong Rania.
"Ya sudah yuk kita masuk, gak baik Ibu hamil magrib gini di luar."
Mereka bahkan masuk ke dalam sambil berpegangan tangan, terlihat romantis sekali. Candra lalu berpamitan akan ke kamarnya dahulu membersihkan diri, setengah jam lagi turun untuk makan malam. Rania pun mengangguk menurut saja.
Saat memasuki kamarnya, Candra melihat Livia berdiri di depan jendela yang posisinya melihat ke depan rumah. Apa istrinya itu tadi pun melihatnya mengobrol dengan Rania? Candra berdehem pelan berusaha tetap tenang dan tidak terlalu peduli.
"Kamu gak ke mana-mana hari ini?" tanya Candra sambil membuka dasinya.
"Enggak."
"Diem di kamar aja?"
"Enggak."
Kernyitan terlihat di kening Candra mendengar jawaban singkat itu, "Apa terjadi sesuatu?"
Livia baru berbalik, "Rania, dia masuk ke ruang pribadi aku."
"Maksud kamu ruangan piano itu?"
"Iya, dan aku gak suka. Dia juga bahkan sempat sentuh piano aku."
"Maaf, aku juga lupa gak bilang ini ke dia. Apa kamu marahin dia?"
"Bukannya memang harusnya begitu? Kenapa? Kamu tersinggung istri kedua kamu itu aku marahin?" tanya Livia sinis.
Candra menghela nafas, "Aku tahu dia salah, tapi dia juga kan gak tahu kalau itu ruangan pribadi kamu. Aku juga gak mau dia terlalu tertekan sampai stress dan bayinya kenapa-napa, apalagi dia baru keluar dari rumah sakit."
"Aku sedikit omelin dia, gak tahu apa menurut dia berlebihan atau enggak," ucap Livia jujur.
"Tapi kamu gak sampai marahin dia berlebihan, kan? Terus apa reaksi Rania?"
"Dia minta maaf, tapi aku gak mau maafin karena dia udah lancang."
Sebenarnya ini bukan salah Rania juga, tapi Candra pun tahu Livia itu orang yang keras dan sangat tidak suka ruang pribadinya itu dimasuki sembarangan. Candra saja bahkan yang suaminya tidak bisa bebas masuk, harus meminta izin, apalagi Rania. Mungkin nanti Candra harus bicara dengan Rania.
"Aku mau mandi dulu," ucap Candra.
Setelah membersihkan diri ternyata Livia masih ada di ruangan itu, duduk si sofa sambil menyantap makanannya. Melihat itu membuat Candra bingung, sambil memakai bajunya Ia pun menanyakan.
"Kok kamu makan di sini? Aku aja belum makan loh," tanyanya.
"Aku gak mau makan malam bertiga, nanti nafsu makan aku hilang denger obrolan romantis kalian," jawab Livia ketus.
"Jadi kamu masih marah sama Rania?"
Livia melirik sekilas suaminya, "Kamu pikir cuma alasan itu aja aku gak suka sama dia?"
Candra terdiam merasa tertohok mendengar itu, kalau dipikir benar juga sih. Selain Livia tidak menyukai Rania karena perempuan itu masuk dengan lancang ke ruang pribadinya, juga alasan utamanya adalah menjadi istri keduanya. Tetapi lagi kan ini bukan salah Rania sepenuhnya.
"Aku harap kamu gak terlalu menyalahkan Rania soal dia yang menjadi istri kedua aku, kamu harus ingat kalau aku lah di sini yang salah."
Nafsu makan Livia jadi menghilang mendengar pria itu membahas ini, Livia sampai meremas sendoknya erat. Candra memang sadar akan kesalahannya, tapi pria itu tidak mau mengerti bagaimana perasaannya yang patah hati ini. Pria itu mempermainkan Livia.
"Aku ke bawah dulu," ucap Candra lalu keluar kamar.
Ternyata Rania sudah menunggunya di ruang makan, Candra pun langsung duduk di sebelahnya. Rania dengan perhatiannya sampai membawakan makanan untuknya, membuat Candra senang karena dilayani.
"Jangan lupa nanti sebelum tidur minum susu ya," ucap Candra.
"Iya Mas, aku gak pernah lupa soalnya Mas kan selalu ingetin."
"Susu hamil kan bagus untuk bayi, biar dia sehat juga. Kamu juga harus sering makan buah-buahan dan sayur, jangan makan-makanan sembarangan juga."
"Enggak kok, aku makan yang ada di rumah ini aja."
"Oh iya, aku lupa bilang kalau besok jadwal kamu cek kandungan."
"Sama Mas, kan?"
"Iya nanti aku antar, aku harus ikut dong." Bukan hanya Rania yang bersemangat, Candra pun sama.
Sebenarnya Candra ingin membahas tentang masalah di antara Rania dan Livia, tapi sebaiknya Ia menunggu sampai makanan habis karena takutnya jadi tidak nafsu makan. Setelah meminun air mineral, Candra lalu menatap Rania.
"Rania, apa benar tadi siang kamu masuk ruang piano di atas?" tanya Candra.
Rania tersentak mendengar itu, ternyata Candra pun sudah tahu. Apa Livia yang cerita? "I-iya Mas, maafin aku. Tapi aku benar-benar gak tahu kalau ruangan itu cukup pribadi untuk Kak Livia."
"Kak?" tanya Candra baru sadar dengan panggilan Rania yang berbeda pada Livia.
"Iya, tadi Kak Livia juga bilang kalau dia gak suka kalau dipanggil mbak. Kaya pembantu katanya," ungkap Rania polos.
Tetapi kan tadi Livia pun tidak mau disebut Kakak karena Rania bukan adiknya. Hanya saja Rania bingung jadi harus memanggilnya apa, mungkin kalau di belakang tidak apa memanggil Kakak saja karena masih sopan.
"Kamu jangan masuk ke sana lagi ya, dia memang cukup sensitif kalau ada orang lain masuk ke sana," ucap Candra memperingati.
"Iya Mas, aku janji gak akan masuk ke sana lagi."
"Terus kamu sudah minta maaf, kan?"
"Sudah kok," jawab Rania cepat, "Tapi kayanya Kak Livia terlalu marah sampai gak mau maafin aku."
Melihat ekspresi wajah sedih Rania, membuat Candra jadi khawatir perempuan itu terus memikirkannya sampai terbebani. Candra lalu mengusap kernyitan di kening Rania, membuat mereka bertatapan.
"Sudah jangan terlalu dipikirkan, lagian kan kamu juga gak tahu kalau itu ruangan dia. Karena sekarang kamu sudah tahu, jangan ke sana lagi ya."
"Iya Mas, tapi semoga Kak Livia gak marah terus ya."
Mengingat ekspresi memerah menahan marah Livia waktu siang membuat Rania jadi tidak enak sendiri. Padahal sebelumnya mereka sempat mengobrol dengan santai. Rania yang bersungguh-sungguh meminta maaf, tapi siangnya malah membuat kesalahan lain.
"Mbok Nina tolong buatkan susu untuk Rania ya, terus nanti antarkan ke kamarnya," perintah Candra pada pembantunya.
"Baik Tuan."
"Ayo Rania, kita ke kamar kamu." Mungkin Candra akan mengobrol-ngobrol dulu sebentar di sana.