Alya, seorang gadis desa, bekerja sebagai pembantu di rumah keluarga kaya di kota besar.
Di balik kemewahan rumah itu, Alya terjebak dalam cinta terlarang dengan Arman, majikannya yang tampan namun terjebak dalam pernikahan yang hampa.
Dihadapkan pada dilema antara cinta dan harga diri, Alya harus memutuskan apakah akan terus hidup dalam bayang-bayang sebagai selingkuhan atau melangkah pergi untuk menemukan kebahagiaan sejati.
Penasaran dengan kisahnya? Yuk ikuti ceritanya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aurora.playgame, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27. DI RUMAH ANTON
DI RUMAH ANTON
🌸Selingkuhan Majikan🌸
Anton duduk di kursi empuknya, tatapannya terpaku pada jendela besar di hadapannya. Sementara di luar, langit sudah mulai berwarna jingga, menandakan senja sudah tiba.
Namun, pikirannya jauh dari ketenangan sore itu. Ia menggigit bibirnya sambil mengingat pertemuannya dengan Alya beberapa saat lalu.
"Alya... perempuan itu... dia tampak lebih menarik setelah kabur dariku," gumam Anton dengan suara rendah dan berat.
Matanya menyipit, seolah menahan emosi yang bergejolak. "Aku tidak pernah menyangka dia akan menjadi seperti ini. Lebih kuat, lebih cantik. Tapi..."
Anton menghela napas panjang karena kecewa dan sedikit kesal. "Mengapa dia seolah menuduhku terlibat dalam kebakaran itu? Apa yang membuatnya berpikir seperti itu?."
Dia mengernyitkan dahi dan mencoba mengingat setiap detail yang mungkin terlupakan.
Namun, sebelum Anton bisa merenung lebih jauh, tiba-tiba suara keras dari ruangan lain terdengar.
Prangngngng!!!
Gubrak!!!
Suara barang-barang yang dilempar dan dipecahkan membuat Anton tersentak dari lamunannya. Ia pun segera berdiri dan berjalan menuju sumber suara.
"Ada apa ini!."
Di dalam kamar mewahnya, istri ketiga Anton yang bernama Lestari itu tengah dilanda kemarahan yang tak terkendali.
Tangannya melempar vas bunga ke lantai hingga membuat pecahan kaca berserakan di sekelilingnya. Wajahnya memerah, matanya berkilat penuh kebencian.
"Bodoh! Semua bodoh!," teriak Lestari sambil melemparkan barang lain ke lantai. "Kenapa mereka harus datang ke sini? Kenapa jalang itu harus kembali dan mulai mengorek-ngorek soal kebakaran itu!."
Salah satu orang suruhannya yang bernama Budi berdiri dengan gelisah di dekat pintu dan terlihat gugup. "Bu, tenang dulu. Kami sudah melakukan sesuai perintah. Tidak ada yang bisa membuktikan apa pun."
Lestari menatap Budi dengan tajam dan mata yang penuh amarah. "Tenang? Kau pikir aku bisa tenang? Jalang itu hampir tahu semuanya! Dan Anton? Dia bisa saja mencurigai sesuatu!."
Budi menelan ludah, lalu ia mencoba bicara lagi dengan suara yang terdengar goyah. "Tapi, Bu... kebakaran itu sudah lama. Tidak ada bukti yang tersisa. Kami sudah memastikan semuanya—"
"Diam!," bentak Lestari. "Aku tidak peduli! Kalau jalang itu sampai tahu bahwa akulah yang menyuruh kalian membakar rumah itu... kalau Anton sampai tahu... semuanya akan berakhir untukku!."
Lestari berjalan cepat mendekati Budi, lalu mengangkat tangannya dan menunjuk wajah pria itu dengan marah. "Kalian harus memastikan bahwa tidak ada satu pun yang bisa menghubungkan kejadian itu denganku. Mengerti!?."
Budi mengangguk cepat dengan mata yang menunduk. "Ya, Bu. Saya akan pastikan semuanya bersih."
Lestari menghela napas panjang dan mencoba menenangkan dirinya. Namun, rasa takut dan benci terus menggerogoti hatinya.
Ia khawatir, jika Alya terus menggali lebih dalam, semuanya bisa runtuh. Keluarga Alya mungkin sudah habis, tapi ancaman yang dibawa Alya tidak benar-benar hilang.
*
~ Sungguh kejam kau Lestari! Teganya kau membunuh keluarga Alya. Dulu kau sudah menyiksa Alya saat akan menikah dengan Anton. Tidak cukup sampai saat itu, karena masih cemburu dan dendam, kau membunuh semua keluarga Alya! ~
*
Setelah beberapa saat, Lestari merapikan rambutnya yang berantakan, lalu berbalik menatap Budi sekali lagi. "Aku tidak peduli bagaimana caranya, pastikan Alya tidak pernah menemukan apa pun. Dan jika perlu... buat dia diam untuk selamanya."
Budi menatap Lestari sejenak, lalu mengangguk patuh. "Baik, Bu. Saya akan pastikan tidak ada yang tersisa dari rahasia ini."
Lestari tersenyum tipis, senyum yang dingin dan penuh perhitungan. "Bagus. Sekarang, keluar dari sini sebelum aku benar-benar kehilangan kendali."
Orang suruhannya itu pun segera keluar dari kamar dan meninggalkan Lestari yang kini duduk di kursi dengan wajah yang lebih tenang namun matanya masih menyimpan bara amarah.
Di dalam hatinya, Lestari tahu bahwa ini belum berakhir. Alya mungkin telah lolos sekali, tapi tidak lagi.
Jika diperlukan, ia akan memastikan bahwa Alya tidak pernah mendapatkan kebenaran yang ia cari, bahkan jika itu berarti melenyapkannya dari dunia ini.
~ Wah... Apa rencana Mak lampir itu ya? ~