Lintang Anastasya, gadis yang bekerja sebagai karyawan itu terpaksa menikah dengan Yudha Anggara atas desakan anak Yudha yang bernama Lion Anggara.
Yudha yang berstatus duda sangat mencintai Lintang yang mengurus anaknya dengan baik dan mau menjadi istrinya. Meskipun gadis itu terus mengutarakan kebenciannya pada sang suami, tak menyurutkan cinta Yudha yang sangat besar.
Kenapa Lintang sangat membenci Yudha?
Ada apa di masa lalu mereka?
Apakah Yudha mampu meluluhkan hati Lintang yang sekeras batu dengan cinta tulus yang ia miliki?
Simak selengkapnya hanya di sini!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadziroh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29. Melamar
Hari terus berlalu, Yudha sudah terbiasa dengan sikap jutek Lintang. Ia tak terlalu memasukkan dalam hati setiap perkataan Lintang yang ketus padanya. Menganggap semua itu hanya ocehan belaka.
Malam ini Yudha mengajak Lintang untuk menjenguk ibunya di rumah sakit tempat bu Fatimah dirawat.
Air mata Lintang terus mengalir dengan derasnya. Hanya bisa menatap sang ibu dari balik pintu yang sedikit terbuka. Jika teringat kejadian lima tahun yang lalu, ia tak bisa melupakan keburukan seorang Yudha Anggara. Entah sampai kapan hatinya lunak, yang pasti untuk saat ini tidak ada tempat bagi pria itu di hatinya.
Yudha ikut menatap nanar saat Bu Fatimah menangis histeris. Ingin merengkuh punggung Lintang yang bergetar, namun itu hanya keinginan yang tak akan pernah terwujud. Tak menyangka, Luka yang ia torehkan ternyata menusuk ke dalam ulu hati Lintang Anastasya.
"Kita pulang, sudah terlalu malam, kapan-kapan kita ke sini lagi," ucap Yudha ragu-ragu.
Sudah satu jam mereka berkunjung menjenguk Bu Fatimah, namun Lintang seakan tak ingin meninggalkan tempat itu. Ingin selalu mendekap ibunya, melewati dingin yang menampar di setiap pekatnya malam.
"Saya mau menginap di sini," ujarnya tanpa menatap. Derai air matanya belum surut saat melihat sang dokter memberikan obat untuk ibunya.
"Mama jangan sedih lagi, oma pasti sembuh," ucap Lion menenangkan. Menyandarkan kepalanya di pundak Lintang.
Akhirnya Lintang membalut kesedihannya dengan senyum, menahan dadanya yang perih karena keadaan ibunya yang tak kunjung pulih.
"Iya, Sayang. Mama tidak akan sedih lagi. Lion bantu mama, ya?"
Yudha terharu mendengar ucapan lembut Lintang. Gejolak di dadanya pun tak bisa dipendam lagi, dan ingin segera mengungkap isi hatinya.
"Lintang, ada yang ingin aku bicarakan sama kamu, ini penting."
Menghela nafas panjang. Lintang memasang wajah malas jika menyangkut Yudha.
"Tentang apa?" Lintang membalikkan tubuhnya, mulai melangkah pergi.
"Tentang kita."
Seketika Lintang menoleh, melirik Yudha yang berdiri sedikit di belakangnya. Otaknya menerka-nerka saat mendengar Yudha mengatakan "kita".
Udara dingin seketika ambyar. Tatapan tajam Lintang menembus jantung Yudha yang kian berirama lebih cepat. Ragu itu datang lagi menyelimuti hati Yudha yang hampir saja ingin mengatakan sesuatu.
Lintang berjalan cepat. Merengkuh erat punggung Lion hingga beberapa kali tersandung, ia bisa menangkap sesuatu di bola mata Yudha. Itu seperti saat Adam mengucapkan kata cinta padanya. Akan tetapi, ia tak ingin berpikir terlalu jauh. Hanya menganggap dirinya berhalusinasi.
Yudha berlari kecil mengejar Lintang yang hampir tiba di mobil. Membukakan pintu untuk gadis itu di bagian samping kemudi.
Aku tidak aksn mengulur waktu lagi. Lebih cepat lebih baik.
Setelah turun dari mobil, Lintang langsung membawa Lion ke kamar, bahkan ia tak mengindahkan Bu Indri dan Pak Radit yang menyapanya dari ruangan tengah.
Dadanya mulai bergemuruh mengingat bola mata Yudha yang tak bisa diartikan dengan kata-kata.
Lintang membantu Lion membersihkan diri lalu mengganti baju bocah itu. Membaringkan tubuh Lion dan menyelimuti separo badannya. Memegang dada sejenak untuk mengatur nafasnya yang kian memburu.
"Sayang, sekarang kamu tidur. Mama mau sholat dulu." Buru-buru ke kamar mandi untuk bersuci.
Lion menyibak selimut yang dipakainya, duduk sambil menatap pintu kamar mandi yang tertutup rapat.
Lion harus bujuk mama Lintang untuk jadi mamanya Lion yang sesungguhnya.
Bisikan Bu Indri kembali melintas di otak Lion yang masih polos.
Lion terus menatap Lintang setelah keluar dari kamar mandi. Ia turun dari ranjang dan menghampiri Lintang yang sedang memakai mukena.
"Mama, aku ikut!"
Lintang membuka lemari. Mencari baju yang seharusnya dipakai untuk sholat. Namun, ia tak menemukannya. Terpaksa harus mencari di tempat lain.
"Sebentar ya, Mama tanya papa dulu di mana sarung Lion."
Lintang membuka pintu kamar. Bertepatan dengan itu, Yudha melintas di depan kamarnya.
Sontak Yudha menghentikan langkahnya. Menatap Lintang tanpa berkedip. Butiran air yang masih menghiasi wajah Lintang membuat Yudha terpana. Ada sesuatu yang membuat dirinya terhanyut.
"Pak, apa Lion punya peci atau baju koko?" tanya Lintang ragu, mengalihkan pandangannya ke arah lain.
"Punya, ada di kamarku. Sebentar, aku ambilkan."
Hanya sekedar ditanya saja hati Yudha merasa sejuk. Ia berharap akan ada titik yang lebih terang untuk dirinya di mata Lintang akan ketulusannya.
Yudha keluar dari kamarnya. Membawa beberapa baju yang diminta Lintang. Sebab, beberapa baju Lion memang masih di koper.
"Ini…"
Menyodorkan empat setel baju koko dengan warna yang berbeda.
"Lintang, setelah Isya', temui aku di ruang tengah," pinta Yudha penuh harap.
Lintang meraih baju itu lalu masuk tanpa permisi.
Kira-kira pak Yudha mau bicara apa? tanya Lintang dalam hati.
Lintang duduk di sofa, tepatnya di samping Bu Indri. Meskipun sudah berhari-hari tinggal di rumah Pak Radit, ia masih tetap merasa canggung saat berkumpul.
Membuang muka ke bawah, menatap kedua tangannya yang saling terpaut.
Menahan rasa takut yang tiba-tiba mengendap. Pikirannya mulai semrawut mengingat ucapan Bu Indri tadi sore yang membahas tentang amanah yang belum terlaksana.
"Lintang, apa kamu nyaman tinggal di sini?" tanya pak Radit mengawali pembicaraan.
Lintang mengangguk pelan, meski hatinya sedikit gusar saat bertemu langsung dengan Yudha, ia merasa tenang saat di dekat Lion. Menganggap bocah itu adalah sahabat yang bisa membuatnya tertawa dan mengusir rasa rindu saat teringat sang ibu yang sedang berjuang untuk sembuh.
"Ada yang ingin kami bicarakan sama kamu," menjeda sejenak, menatap Yudha dari samping."Ini tentang perjodohan kalian waktu itu."
Lintang diam dan tak ingin berkomentar apapun, menunggu waktu kapan dirinya harus membuka suara.
Pak Radit menyenggol lengan Yudha. Menyungutkan kepalanya ke arah Lintang. Memberikan kode pada pria itu untuk bicara sendiri akan tujuannya.
"Lintang, aku memang pernah berbuat salah padamu. Aku menghancurkan keluarga kamu, terutama ibumu. Seandainya waktu bisa diputar kembali, aku ingin mengulang semuanya, tapi itu tidak mungkin terjadi.''
Hening lagi, Yudha mencari kata-kata yang tepat untuk mengungkap isi hatinya.
Mata Lintang berkaca. Meskipun itu hanya masa lalu, rasa benci nya masih terpahat untuk Yudha. Entah sampai kapan, Lintang pun belum bisa membuang rasa itu.
"Malam ini, di depan mana dan papa, aku ingin melamar kamu. Aku ingin menikahi kamu. Setidaknya aku bisa menebus semua kesalahan aku dengan cara menjagamu."
Yudha membuka kotak kecil yang berwarna maroon. Sebuah cincin berlian terpampang jelas di sana, namun itu tak membuat Lintang terpesona sedikitpun. Ia tetap dengan pendiriannya yang memasang permusuhan pada Yudha.
"Maaf, tapi saya tidak bisa menerima lamaran bapak, permisi."
Lintang meninggalkan ruang tengah dan berlari menuju kamar Lion.
🤡 lawak kali kau thor