Empat tahun berlalu, Jagat Hartadi masih larut dalam perasaan cinta tak berbalas. Dia memilih menjalani hidup sendiri, hingga suatu malam dirinya membantu seorang wanita yang pingsan di pinggir jalan.
Jenna, itulah nama wanita tersebut. Siapa sangka, dia memiliki kisah kelam menyedihkan, yang membuat Jagat iba.
Dari sana, timbul niat Jagat untuk menikahi Jenna, meskipun belum mengenal baik wanita itu. Pernikahan tanpa dilandasi cinta akhirnya terjadi.
Akankah pernikahan yang berawal dari rasa kasihan, bisa menjadi surga dunia bagi Jenna dan Jagat?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Komalasari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 20 : Lingerie Two Piece
“Apa yang kamu berikan kepada Jenna?” tanya Haris, setelah Jagat dan Jenna pergi.
“Sesuatu yang akan membuatnya sadar diri,” jawab Viviana dingin. Tanpa banyak bicara lagi, dia berlalu dari hadapan Haris.
Tak seperti saat di hadapan Jagat dan Jenna. Sikap Viviana berubah 180 derajat. Dia terlihat sangat angkuh dan berkuasa. Bahasa tubuhnya menunjukkan seberapa besar dia mendominasi dalam hubungan. Itu terbukti dengan sikap Haris yang memilih tak banyak bicara.
Sementara itu, Jagat dan Jenna sedang dalam perjalanan pulang. Ada sesuatu yang terlihat aneh dari Jenna. Ibu satu anak tersebut lebih banyak diam, dengan tatapan menerawang ke depan. Jenna seperti tengah berada di tempat lain. Sorot matanya tampak kosong. Entah apa yang wanita muda itu pikirkan.
Meskipun begitu, Jenna tetap memegang erat bingkisan dari Viviana, seakan takut ada orang lain yang mengambilnya.
“Bu Viviana sangat ramah. Padahal, dia baru bertemu denganmu kali ini,” ucap Jagat, membuka pembicaraan.
Namun, Jenna tidak segera menanggapi. Dia tetap terdiam, dengan tatapan menerawang.
“Sayang?” Jagat menoleh, menatap keheranan karena sang istri seperti tidak mendengar ucapannya. “Kamu tidak apa-apa?” Jagat menyentuh punggung tangan Jenna.
Sontak, Jenna tersadar. Dia langsung menoleh, dengan ekspresi agak gelagapan.
“Kenapa? Apa yang kamu pikirkan?” tanya Jagat lagi.
Jenna menggeleng, diiringi senyum hangat. “Aku hanya sedang menebak-nebak isi dari bingkisan ini,” jawabnya. Padahal, bukan itu yang dia pikirkan sejak tadi.
“Buka saja nanti setelah tiba di rumah. Aku juga ingin tahu isinya.” Jagat tersenyum kalem, lalu kembali mengarahkan perhatian ke depan.
Beberapa saat kemudian, mereka tiba di rumah. Keduanya masuk bersama-sama. Jenna bahkan tak sungkan lagi menggandeng mesra lengan Jagat.
“Bagaimana Sakha selama kami pergi?” tanya Jenna, yang mendapati Yanti tengah menggendong Sakha di ruang tamu.
“Den Sakha tidur nyenyak, Bu. Saya tidak kesulitan menjaganya. Padahal, sambil mengerjakan tugas negara.”
“Syukurlah.” Jenna tersenyum lebar, kemudian mengambil alih menggendong Sakha.
“Aku sangat merindukannya. Padahal, hanya ditinggal sebentar.” Jagat menatap Sakha, yang menggeliat pelan dalam dekapan Jenna. “Ayo. Bawa dia ke kamar,” ajaknya.
Setelah berada di kamar, Jenna membaringkan Sakha di kasur, sebelum beralih kepada Jagat. “Kapan kita akan mengundang Pak Haris dan Bu Viviana makan malam di sini?” tanyanya, seraya membuka kancing kemeja sang suami satu per satu.
“Terserah kamu. Sejujurnya, aku jarang sekali mengundang orang lain datang kemari.”
“Kalau begitu, kenapa kamu mengundang mereka? Ada-ada saja.” Jenna tersenyum manis, seraya melepaskan kemeja yang Jagat kenakan.
“Kamu tahu yang namanya basa-basi?” Jagat tersenyum cukup lebar.
“Astaga. Nakal sekali.” Tanpa sungkan, Jenna mencubit perut rata Jagat. Tapi, dia gagal karena perut itu terasa keras bagai tak ada daging sama sekali. “Kamu pasti bekerja keras untuk mendapatkan tubuh seperti ini.”
“Kerja keras dibutuhkan dalam segala hal, Sayang.”
“Ya, ampun. Aku menyukai panggilan itu. Kamu terdengar sangat seksi.”
Jagat memicingkan mata, menatap Jenna yang tengah memainkan ujung telunjuk di perutnya. Di satu sisi, dia bahagia karena merasakan nikmatnya menghabiskan hari penuh cinta dari seorang wanita. Di sisi lain, Jagat tak mengerti sebab Jenna bisa berubah sangat drastis.
“Kamu sangat berbeda. Tidak seperti wanita yang pertama kutemui malam itu,” ucap Jagat agak datar.
“Apanya yang berbeda? Aku masih Jenna yang sama.” Jenna membalas penuh cinta tatapan Jagat.
Namun, Jagat justru menggeleng. “Kupikir, kamu pemalu. Namun, ternyata kamu sangat pandai dalam memperlakukan pria. Maksudku, kamu tahu bagaimana caranya menyenangkan seorang pria.”
Jenna tertawa renyah. “Kurasa, itu sudah naluri seorang wanita. Mereka pasti akan melakukan apa pun, jika dihadapkan pada pria yang dikagumi.”
“Apa itu berarti kamu mengagumiku?”
“Astaga. Aku akan jadi wanita paling bodoh bila melewatkanmu. Ini bukan tentang harta atau semacamnya. Aku melihat di balik ketampananmu, ada hati yang begitu tulus. Kamu membuatku nyaman, tenang, dan terlindungi. Semua hal yang kubutuhkan selama ini.”
Jenna memeluk erat Jagat, membenamkan wajah di dada pria itu. Apa yang dikatakannya tadi bukanlah kebohongan karena Jenna benar-benar mendapatkan ketenangan di dekat Jagat.
“Tetaplah bersamaku,” ucap Jagat, pelan dan dalam. Didekapnya Jenna, lalu dikecup lembut pucuk kepala wanita muda itu.
“Aku tidak akan ke mana-mana. Selama kamu masih menginginkanku, maka aku akan tetap di sini.”
“Kamu yakin?”
Jenna mengangkat wajah, menatap lekat Jagat dari jarak teramat dekat. “Kenapa aku harus ragu?”
Jagat terdiam sejenak, seperti tengah mempertimbangkan apa yang hendak dikatakan kepada Jenna. Ada keraguan yang terpancar dari sorot matanya. Namun, Jagat sadar harus bersikap terbuka kepada sang istri.
Jagat melepaskan rangkulan, lalu duduk di kursi. Dia tak peduli, meskipun dalam keadaan bertelanjang dada.
“Kenapa? Apa yang membuatmu resah?” tanya Jenna, seraya ikut duduk di sebelah Jagat.
“Ada sesuatu yang harus kamu tahu tentang diriku,” jawab Jagat pelan dan dalam.
“Katakan.”
“Sayang, aku …. Dulu, aku hampir menikah dengan wanita asal Inggris. Namun, semua jadi kacau, saat wanita itu mengetahui keadaanku yang sebenarnya,” tutur Jagat.
“Keadaanmu yang sebenarnya?” Jenna menatap tak mengerti.
Jagat mengangguk. “Kenapa aku begitu bahagia menjadi ayah angkat Sakha? Jawabannya karena aku tidak bisa menjadi ayah yang sesungguhnya. Aku sudah divonis mandul oleh dokter.”
Jenna terdiam, dengan tatapan tak percaya. “Bagaimana bisa?”
“Obstruksi Vas Deferens.”
“Apa itu?” Jenna menautkan alis karena tak mengerti.
“Itu adalah kondisi di mana terjadi penyumbatan, pada saluran yang berfungsi mengangkut sper•ma ke saluran kencing. Menurut dokter, itu bisa menyebabkan masalah pada kesuburan pria,” terang Jagat.
“Ta-tapi …. Kenapa bisa seperti itu?”
“Aku pernah menjalani operasi pada saluran reproduksi. Dokter memperkirakan itulah yang menjadi penyebabnya.”
“Apakah bisa disembuhkan? Terapi atau semacamnya?”
“Bisa saja. Namun, aku memilih menerima keadaan ini. Lagi pula, usiaku sudah tidak muda lagi. Aku sempat terpuruk cukup lama, setelah gagal melangsungkan pernikahan. Aku terlalu mencintainya, sehingga rasa kecewa yang dia berikan benar-benar menghancurkanku.”
Tanpa banyak bicara, Jenna segera memeluk Jagat.
Jagat mengembuskan napas lega. Pelukan Jenna berhasil menghapus segala ketakutannya. “Terima kasih.”
“Aku tidak peduli seperti apa pun keadaanmu. Kamu tetap Jagat pujaanku.”
......................
Lewat tengah malam, Jenna terbangun. Dia mengambil bingkisan dari Viviana. Bungkusan itu dibawa ke kamar mandi, lalu dibuka secara diam-diam.
Jenna terpaku memandangi isi dari bingkisan itu, kemudian mengambil kertas berisikan tulisan tangan Viviana.
“Inikah kostum kesukaan suamiku? Kukembalikan padamu, Ja•lang.”
Jenna mere•mas kencang lingerie two piece berbahan lace itu, sambil terduduk di lantai kamar mandi. Dia menangis tanpa suara.