✍🏻 Spin-off Dearest Mr Vallian 👇🏻
Cinta itu buta, tapi bagaimana jika kau menemukan cinta saat kau memang benar-benar buta? Itulah yang di alami Claire, gadis berusia 25 tahun itu menemukan tambatan hatinya meskipun dengan kekurangannya.
Jalinan cinta Claire berjalan dengan baik, Grey adalah pria pertama yang mampu menyentuh hati Claire. Namun kenyataan pahit datang ketika Claire kembali mendapatkan penglihatannya. Karena di saat itu juga, Claire kehilangan cintanya.
"Aku gagal melupakanmu, aku gagal menghapus bayang-bayangmu, aku tidak bisa berhenti merindukanmu. Datanglah padaku, temuinaku sekali saja dan katakan jika kau tidak menginginkanku lagi." Claire memejamkan matanya mencoba merasakan kembali kehadiran kekasih hatinya yang tiba-tiba menghilang entah kemana.
📝Novel ini alurnya maju mundur ya, harap perhatikan setiap tanda baca yang author sematkan disetiap paragraf 🙂
Bantu support dengan cara like, subscribe, vote, dan komen.
Follow FB author : Maria U Mudjiono
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Starry Light, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 22
Seorang pria berpakaian serba hitam berjalan menuju sebuah gedung megah. Salah satu gedung yang menjadi impian masyarakat untuk bisa bekerja didalamnya. Gedung itu adalah kantor utama Anderson Holdings, dimana hanya orang-orang penting yang bisa masuk, bukan sembarang orang.
"I have appoitment with Mr. Grey Anderson." ucap orang itu pada seorang resepsionis.
"Please waiting, Sir." kata resepsionis itu menghubungi seseorang. "Sorry, Sir. Your name?" tanyanya sambil memegang telepon.
"Benjamin Morales," ucap Ben sambil tersenyum menggoda resepsionis cantik itu.
"Please follow me, Sir." resepsionis itu mengantar Ben menuju ruangan Grey. Ya, sekarang Grey bekerja di kantor utama Anderson Holdings sebagai CEO. Meskipun jabatan itu sebuah warisan, tapi Grey benar-benar bekerja serius beberapa bulan ini.
"What's your name?" tanya Ben ketika berada di depan lift.
"My name is Megan, and I am a single mother." kata resepsionis itu bahkan memperjelas statusnya sebagai ibu tunggal.
"I'm single guy, ready to settle down and start a family." kalimat Ben membuat Megan tersenyum namun menggelengkan kepalanya.
"Please come in. The lift Will take you directly to Mr. Grey's office." kata Megan setelah pintu lift terbuka.
"Thank you. And nice to meet you, sexi Mom." ucap Ben mengedipkan sebelah matanya dan sebelum pintu lift tertutup. Megan hanya tersenyum tipis, namun setelah pintu lift benar-benar tertutup senyum itu memudar berganti dengan wajah datar tanpa ekspresi.
"Menjijikkan," kata Megan pelan, wanita itu kembali ketempat kerjanya.
Ben memasuki ruang kerja Grey setelah di persilahkan oleh seorang sekretaris. Wajah Grey yang dulu di bengkel terlihat santai dan slengean, kini terlihat dingin dan datar, seperti Boss killer yang ada di film.
"Bagaimana?" tanya Grey menatap tajam Ben.
"Jangan menatapku seperti itu" kata Ben melepas syal yang ada di leher dan capuchon di kepalanya.
"Ben," kata Grey pelan namun Ben sangat tahu jika Grey serius.
"Ya, aku bertemu dengannya tadi. Petugas sudah menutup taman itu, jadi aku tidak sempat bicara dengannya. Tapi...." Ben sengaja menjeda kalimatnya. Grey menatap tajam, tak sabar mendengar cerita Ben.
"Ehmmm, dia tadi sempat memelukku..."
BRAKKKKKK...
Grey menggebrak meja membuat Ben terkejut dan tidak melanjutkan kalimatnya.
"Jangan macam-macam, Ben!" seru Grey. Ben tersenyum tipis senang melihat Grey yang kalang kabut.
"Lebih baik aku pulang saja," kata Ben. Jika dulu saat di bengkel, Grey begitu suka mengejek dan mempermainkan emosi Ben. Kini Ben mendapat peluang membalas perbuatan Grey.
"Benjamin Morales!" Grey menyebut nama lengkap Ben.
"Yes I am," sahut Ben santai.
"Apa kau benar-benar temanku?"
"Menurut mu,"
Grey mendesah kesal, lalu berjalan menghampiri Ben yang duduk di sofa ruangan itu.
"Apa dia baik-baik saja?" tanya Grey dengan nada pasrah. Bahkan hampir dua bulan berlalu, Grey belum menemukan cara untuk menemui Claire.
Sebenarnya bisa saja Grey nekad menemui Claire, tapi mengingat Claire baru saja selesai melakukan transplantasi kornea mata. Terlalu bahaya bagi Claire jika Grey sampai nekad, karena perlu enam bulan sampai satu tahun agar proses perawatan mata Claire benar-benar sempurna.
"Untuk apa kau bertanya sesuatu yang kau sendiri sudah tahu jawabannya?" kata Ben, melihat wajah Grey yang putus asa. "Bagaimana dirimu, seperti itulah yang terjadi pada Claire." Ben mengingat wajah sendu kekasih sahabatnya. Meskipun hanya sekilas, tapi Ben tahu jika Claire sama hancurnya seperti Grey.
"Tetap awasi dia, pastikan dia baik-baik saja." kata Grey. Untuk sekarang, hanya inilah yang bisa Grey lakukan, tapi Grey berjanji akan segera menemui Claire jika masa pemulihan pasca operasi itu selesai. Bahkan Grey berniat membawa Claire pindah ke negara lain, agar terbebas dari Casper.
....
Claire sedang merapihkan lemari pakaian Grey, sepertinya Grey adalah tipe pria yang Monokromatik. Terlihat dari banyaknya pakaian namun semuanya berwarna gelap atau hanya warna dasar saja.
"Dia pasti terlihat gagah dan tampan saat memakai ini," gumam Claire menyentuh celana cargo dan kaos polos berwarna hitam.
Claire tersenyum miris, mengingat kebersamaannya dengan Grey yang lebih dari satu tahun. Bahkan sekarang Claire mengandung anak Grey, tapi Claire tidak tahu wajah pria yang bernama Grey. Hanya Grey, karena Claire tidak pernah bertanya nama belakang pria itu.
"Aku merindukanmu, Grey." bisik Claire memeluk baju Grey yang masih tertinggal bai Grey disana.
"Nona!" teriak Bibi Elodi dari balik pintu.
"Ya, Bibi." sahut Claire kembali merapikan pakaian Grey dan menutup lemari itu.
"Ini sudah waktunya makan siang, jangan sampai terlambat" kata bibi Elodi setelah Claire keluar dari kamar.
"Terimakasih Bibi," ucap Claire, Bibi Elodi tersenyum melihat Claire tak lagi mengurung diri.
"Nona mau pergi?" tanya Bibi Elodi, melihat Claire sudah berpakaian rapih.
"Aku akan ke kedutaan Prancis," kata Claire. Wanita itu sudah berpikir matang-matang untuk mencari asal-usul nya.
"Nona yakin?" Claire mengangguk dan tersenyum tipis.
"Semoga Nona segera bertemu dengan mereka. Jangan lupakan Bibi jika sudah bersama mereka," pesan Bibi Elodi.
"Aku tidak akan pernah melupakan Bibi." kata Claire.
Setelah selesai makan siang, Claire pergi ke kedutaan Prancis yang berada di kota Stockholm. Namun Claire tidak mendapat hasil yang memuaskan, karena proses adopsi yang dilakukan oleh keluarga Burnet tidak sesuai dengan prosedur yang ditetapkan oleh negara Prancis.
"Anda harus segara kembali ke Prancis, Nona." itulah kalimat yang dikatakan oleh pejabat pemerintah negara Prancis yang bekerja di kedutaan Prancis. Ya, Claire harus segara kembali ke Prancis, bahkan harus di dampingi oleh petugas kedutaan.
Claire menuju ke rumah sakit untuk memeriksakan kehamilannya. Claire akan melakukan perjalanan udara dari Swedia ke Prancis, meskipun penerbangan itu hanya membutuhkan waktu kurang dari tiga jam, tapi Claire harus memastikan jika kandungannya aman saat mengudara.
"Janin anda sangat sehat, Nyonya." kata dokter yang memeriksa Claire.
"Dokter, sebenarnya aku baru saja melakukan operasi dua bulan yang lalu. Apakah itu tidak berpengaruh pada kehamilan ku?" tanya Claire.
"Sejauh ini kehamilan anda baik-baik saja. Apakah anda masih mengonsumsi obat-obatan?" Claire menggeleng. Karena sekarang Claire hanya perlu menggunakan obat tetes mata hingga beberapa bulan kedepan.
"Jangan terlalu stress, semuanya baik-baik saja. Anda juga bisa melakukan penerbangan ke Paris." kata dokter itu memberikan surat penyataan jika Claire sehat dan aman untuk melakukan perjalanan udara dengan kehamilan yang berusia sembilan minggu.
Claire memberi tahu Bibi Elodi jika lusa, ia akan pergi ke Paris. Hal itu tentu membuat bibi Elodi terkejut, karena Claire sendiri tidak berencana pergi ke Paris. Tapi karena kedatangan Claire ke kedutaan Prancis, membuat beberapa lembaga pemerintahan negara Prancis merasa kecolongan. Sebab, dengan mudahnya warga negara Swedia membawa seorang anak yang berasal dari Prancis dengan dalih adopsi. Jika saja Ayah dan Ibu Claire masih hidup, mereka akan dikenakan beberapa pasal dan berakhir di balik jeruji besi.
*
*
*
*
*
TBC
Harry merasa tak bisa menempatkan diri, padahal Nick sudah menganggap Harry seperti sahabatnya. Gua rasa Sara Dan Nick bs menerima nya..