Perjuangan Cinta Nona Muda

Hari demi hari berlalu, hubungan Nathan dan Nadira justru semakin dingin semenjak perdebatan malam itu. Apalagi, Cacha sudah kembali tinggal di apartemen dan Nathan sibuk mengurusi acara penyambutan yang akan digelar nanti malam.

Johan dan Mila pun sedang dalam perjalanan menuju ke Bandung. Sementara itu, keluarga Adhiwinata juga datang ke acara tersebut termasuk Tuan Dharma yang sekarang menetap di Singapura.

"Bagaimana persiapan nanti malam, Jas?" tanya Nathan yang kini masih berada di JS Group.

"Sudah siap hampir seratus persen, Tuan," sahut Jasmin sopan.

"Oh iya, kalau begitu aku akan mengantarmu ke Butik sekarang. Kamu jangan sampai lupa kalau nanti malam kamu akan menjadi pusat perhatian." Nathan beranjak bangun, lalu berjalan keluar ruangan diikuti Jasmin di belakangnya.

"Baik, Tuan."

Nathan melajukan mobilnya menuju ke butik yang cukup ternama di kota itu. Dirinya juga sudah memesan sebuah jas untuk acara nanti malam. Begitu sampai di butik, Nathan menyuruh Jasmin untuk mencoba gaun yang telah dipesan sebelumnya.

Nathan menunggu di sofa yang tersedia di sana. Namun, tiba-tiba hati Nathan terasa memanas saat melihat Nadira dan Rendra masuk ke dalam Butik itu.

"Wah, kebetulan sekali kita bertemu di sini, Nat." Rendra mendekati Nathan yang sedang bangkit berdiri dari duduknya.

"Aku sedang mengantar Jasmin mencoba gaun," sahut Nathan. Ekor matanya melirik Nadira yang terlihat menghindarinya. "Kamu sendiri kenapa di sini?" tanya Nathan penasaran.

"Aku mengantar El mencoba gaun untuk datang ke pesta kamu nanti malam," sahut Rendra. Mereka pun duduk di sofa, tetapi Nadira berpamitan untuk segera mencoba gaunnya.

"Kamu perhatian sekali dengan Nona Muda," ucap Nathan dengan sedikit ketus.

"Ya, tentu saja. Jujur, aku sudah terpikat dengan El dan besok aku akan mengajak El ke Bogor untuk bertemu kedua orang tuaku yang sudah menginginkan anak menantu." Rendra tersenyum lebar, tapi tidak dengan Nathan. Dia menatap Rendra penuh selidik.

"Memang kalian sudah pacaran?" tanya Nathan menuntut jawaban.

"Belum. Aku tidak berencana pacaran dengannya." Jawaban Rendra membuat Nathan bernapas lega. "Tapi aku akan langsung menikahinya," imbuh Rendra dengan yakin.

Seketika, Nathan memasang raut wajah datar dengan tangan yang sudah terkepal erat. Rendra tersenyum tipis melihat perubahan raut wajah Nathan. Dirinya memang sengaja ingin membuat lelaki di depannya itu memanas.

"Tidakkah kamu tahu kalau Nona Muda sudah menikah?" Kedua bola mata Rendra terlihat membulat sempurna.

Namun, Rendra tergelak keras setelahnya. "Jangan bercanda kamu, Nat. Mana mungkin El sudah menikah," sanggah Rendra. Dia menghentikan tawanya saat melihat wajah Nathan yang tampak serius.

"Aku tidak bercanda. Nona Muda sudah menikah, tapi diam-diam. Bahkan tidak ada yang tahu siapa suami Nona Muda," ungkap Nathan. Hatinya sudah benar-benar memanas, apalagi mendengar Rendra yang akan menikahi Nadira.

"Kalau El sudah menikah, kenapa aku tidak melihat cincin pernikahan di kedua jari manisnya?"

Deg!

Pertanyaan Rendra seketika membuat seluruh syaraf di tubuh Nathan menegang. Ya, kenapa Nathan baru ingat sekarang kalau dirinya belum membelikan cincin pernikahan untuk istrinya? Padahal dia memberi maskawin perhiasan, tetapi dia baru mengingat sudah melupakan cincin pernikahan.

"Mungkin Nona Muda menyimpan cincin itu karena tidak ingin siapa pun tahu statusnya yang sudah menjadi istri orang," ucap Nathan beralasan. Rendra mengangguk sembari membulatkan bibirnya. Mereka pun saling diam menyelami pikirannya masing-masing.

Sementara itu di ruang ganti, Nadira terkejut saat seseorang menepuk pundaknya. Dia menoleh dan melihat Jasmin yang sedang tersenyum ke arahnya.

"Nona Jasmin," panggil Nadira sopan.

"Wah, kita bertemu di sini, Nona. Apa Anda sedang mencoba gaun juga?" tanya Jasmin balik. Nadira mengangguk mengiyakan.

"Anda terlihat sangat cantik, Nona." Nadira memuji Jasmin yang sudah memakai gaun berwarna biru muda.

"Terima kasih, Nona. Kata Kak Nathan saya harus terlihat cantik karena akan menjadi pusat perhatian nanti malam." Ucapan Jasmin membuat hati Nadira begitu memanas, tetapi gadis itu mencoba tetap terlihat tenang.

"Anda memang selalu cantik, Nona. Saya yakin banyak sekali lelaki yang mengidamkan Anda." Nadira terlihat memaksakan senyumnya.

"Anda bisa saja, Nona. Kalau begitu saya ke depan dulu untuk memperlihatkan gaun ini pada Kak Nathan," pamit Jasmin. Nadira mengangguk mengiyakan.

Namun, Jasmin yang baru berjalan tiga langkah, tiba-tiba berbalik dan menatap Nadira dengan tajam. "Nona Muda Alexander, saya tidak tahu apa masa lalu Anda dengan Kak Nathan. Saya juga bisa melihat Anda cinta dengan Kak Nathan."

"Anda jangan bercanda, Nona!" sela Nadira. Dia memalingkan wajahnya diiringi tawa sumbang.

"Jangan berbohong, Nona. Saya hanya ingin mengatakan satu hal kepada Anda, Nona Nadira. Saya minta Anda jauhi Kak Nathan, karena saya dan Kak Nathan sudah dijodohkan dan mungkin kita akan segera menikah."

Hati Nadira mencelos mendengar perkataan yang keluar dari mulut Jasmin. Dia kembali menoleh dan menatap wanita cantik yang sedang tersenyum sinis ke arahnya. Tanpa bicara lagi, Jasmin pergi meninggalkan Nadira begitu saja.

"Benarkah mereka akan segera menikah?" Nadira meremas ujung blazzer yang dia kenakan. Kedua matanya mulai terlihat basah, bahkan setitik airmata telah lolos begitu saja dan dia menyeka dengan cepat sebelum ada yang melihatnya.