Dituduh pembunuh suaminya. Diusir dari rumah dalam keadaan hamil besar. Mengalami ketuban pecah di tengah jalan saat hujan deras. Seakan nasib buruk tidak ingin lepas dari kehidupan Shanum. Bayi yang di nanti selama ini meninggal dan mayatnya harus ditebus dari rumah sakit.
Sementara itu, Sagara kelimpungan karena kedua anak kembarnya alergi susu formula. Dia bertemu dengan Shanum yang memiliki limpahan ASI.
Terjadi kontrak kerja sama antara Shanum dan Sagara dengan tebusan biaya rumah sakit dan gaji bulanan sebesar 20 juta.
Namun, suatu malam terjadi sesuatu yang tidak mereka harapkan. Sagara mengira Shanum adalah Sonia, istrinya yang kabur setelah melahirkan. Sagara melampiaskan hasratnya yang ditahan selama setelah tahun.
"Aku akan menikahi mu walau secara siri," ucap Sagara.
Akankah Shanum bertahan dalam pernikahan yang disembunyikan itu? Apa yang akan terjadi ketika Sonia datang kembali dan membawa rahasia besar yang mengguncang semua orang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Santi Suki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28
Sagara duduk di hadapan Sonia. Wajahnya tampak tegang, seperti sedang menahan sesuatu yang begitu berat di dalam dada. Tatapan matanya sayu, suaranya lembut, tetapi terdengar getir.
“Sayang, aku mau jujur sama kamu,” ucap Sagara pelan.
Sonia yang sedari tadi hanya menduga-duga, kini menatap suaminya dengan mata yang mulai bergetar. Ada perasaan tak enak yang tiba-tiba menggelayuti dadanya. Napasnya terasa berat, seolah setiap tarikan udara membawa ketakutan yang belum berwujud.
“Katakan saja, Mas,” kata Sonia dengan suara parau. “Aku tidak suka dibohongi.”
Sagara menunduk sesaat, menelan ludahnya yang terasa pahit. “Apa yang aku katakan ini mungkin akan menyakiti kamu. Tapi sebelumnya aku mau minta maaf.”
Sagara menggenggam tangan Sonia, hangat tapi gemetar. Sentuhan itu biasanya menenangkan, tetapi kali ini justru membuat hati Sonia bergetar hebat. Ada sesuatu di balik genggaman itu, sebuah kebenaran yang siap menghancurkan.
“M-Mas ....” Sonia menatapnya dengan mata yang mulai berkaca-kaca. “Apa kamu … selingkuh?”
Pertanyaan itu meluncur lirih, tapi penuh getaran amarah dan ketakutan. Bibir Sonia gemetar menahan tangis yang hampir pecah.
Sagara tidak langsung menjawab. Ia hanya menatap wajah istrinya lama, seperti seseorang yang ingin mengingat setiap detik sebelum badai datang. Lalu perlahan, dia menarik napas panjang dan memeluk Sonia erat.
“Maafkan aku, Sayang,” kata Sagara nyaris berbisik di telinganya. “Aku melakukannya tanpa sadar.”
Sonia seketika mendorong tubuh Sagara menjauh. Air mata yang ditahan sejak tadi akhirnya pecah. Ia menatap suaminya dengan pandangan yang campur aduk antara marah, kecewa, dan tak percaya.
“Tega kamu, Mas!” Suara Sonia melengking, memecah keheningan rumah itu. “Tega kamu mengkhianati pernikahan kita!”
Sonia memukul dada suaminya dengan tangannya yang masih lemah namun penuh amarah. “Aku sudah menyerahkan segalanya padamu, Mas! Cinta, kesetiaan, bahkan seluruh hidupku! Tapi kamu balas dengan pengkhianatan!”
Sagara hanya diam. Ia menatap wajah istrinya yang hancur, sementara hatinya sendiri remuk tak kalah parah.
“Siapa dia, Mas?!” Sonia menatapnya tajam, air mata mengalir deras membasahi pipinya. “Soraya? Karyawan di kantor? Atau … Mbak Shanum?”
Pertanyaan terakhir itu membuat ruangan seolah berhenti bernafas. Sagara menutup mata, lalu berkata pelan tapi tegas, “Aku sudah menikah siri dengan Shanum.”
Waktu seakan berhenti. Sonia terpaku, tubuhnya membeku di tempat. Suara jam dinding yang berdetak terdengar sangat keras di telinganya. Semua rasa di dadanya seperti pecah menjadi serpihan-serpihan kecil.
“A-apa yang barusan kamu bilangnya, Mas?” tanya Sonia dengan suara serak.
“Aku sudah menikah dengan Shanum,” ulang Sagara lirih.
Sonia langsung menatapnya dengan mata yang membesar. Dalam sekejap, dunia seakan runtuh di hadapannya. Rasa percaya, cinta, dan kebanggaan sebagai istri semuanya hancur dalam sekejap.
“Jadi, wanita yang kamu pilih untuk menghancurkan pernikahan kita adalah ibu susu anak kita sendiri?” ucap wanita yang duduk di kursi roda dengan suara bergetar. “Tega kamu, Mas. Teganya kamu!”
Sagara hanya bisa menunduk. “Aku tahu ini salah. Aku tahu kamu terluka. Tapi aku juga tidak bisa memungkiri kenyataan yang sudah terjadi.”
Sonia mengusap wajahnya dengan kedua tangan. “Aku tidak tahu harus marah atau tertawa, Mas. Karena ini bukan cuma pengkhianatan biasa. Ini penghinaan.”
Air mata Sonia mengalir deras tanpa bisa dihentikan. “Selama ini aku percaya kamu lelaki yang berbeda. Aku percaya kamu yang selalu menjaga jarak dari perempuan lain demi aku. Tapi, ternyata semua itu cuma topeng.”
Sagara mencoba menggenggam tangannya, namun Sonia menepisnya kasar. “Jangan sentuh aku!”
“Aku melakukan itu bukan karena aku menginginkan, Sayang. Aku juga korban dalam keadaan ini,” kata Sagara menahan getir.
Sonia menatapnya tajam. “Korban? Masih punya hati kamu bilang dirimu korban?”
Sagara menelan ludah. Suaranya pelan tapi tegas. “Aku menikahinya karena kesalahan. Aku sudah memperkosanya.”
Seketika Sonia menatapnya dengan pandangan ngeri. “Apa?!” suaranya meninggi. Tubuhnya bergetar hebat.
Sagara menarik napas dalam. “Malam itu, aku datang ke pesta ulang tahun teman. Aku tidak tahu ada seseorang yang menaruh sesuatu di minumanku. Aku mabuk, tapi bukan karena alkohol. Badanku panas, pikiranku kabur. Lalu aku melihat Shanum dan aku pikir dia kamu. Aku kehilangan kendali.”
Sonia menutup mulutnya dengan tangan, menahan isak yang memotong dada. “Jadi kamu bilang kamu memperkosa dia karena mengira dia aku?”
Sagara mengangguk pelan. “Aku menyesal, Sayang. Aku takut dia hamil, makanya aku menikahinya. Aku tidak ingin menghancurkan hidupnya.”
Sonia terdiam. Air matanya jatuh tanpa suara. Hatinya benar-benar hancur kali ini lebih dari sekadar kecewa. Ia merasa dunia menertawakannya, menelanjangi semua keyakinannya terhadap cinta.
“Yang jadi korban di sini itu Mbak Shanum, Mas!” ucap Sonia dengan suara lirih. “Dia perempuan yang kehilangan segalanya, lalu kamu datang memberinya luka baru.”
“Aku tahu, Sayang,” kata Sagara dengan nada tulus. “Dan aku juga sadar semua ini tidak akan mudah. Tapi seiring waktu, aku jadi jatuh cinta padanya. Aku tidak bisa membohongi diriku sendiri.”
Sonia memandangnya lama. Pandangannya kosong. “Jadi, sekarang kamu mau bilang kalau kamu mencintai dua wanita sekaligus?”
Sagara menatapnya dalam, lalu mengangguk pelan. “Ya. Aku mencintai kalian berdua. Walau terdengar egois, tapi itu kenyataannya.”
Sonia menatap wajah suaminya yang pernah ia cintai tanpa syarat. Wajah yang dulu memberi rasa aman, kini hanya membawa luka yang tak bisa dijelaskan. Ia ingin membenci, tapi hatinya masih terikat oleh cinta yang sama.
“Kamu tahu, Mas,” kata Sonia lirih, “dulu aku selalu bangga karena kamu tidak pernah menyentuh wanita lain. Aku pikir kamu adalah rumah yang paling aman untuk aku pulang. Tapi, ternyata aku salah.”
Tangannya terkulai lemas di pangkuan. “Aku tidak tahu apakah aku masih bisa memaafkan. Karena luka ini bukan sekadar sakit hati, Mas. Ini penghianatan terhadap cinta yang kita bangun bertahun-tahun.”
Sagara menunduk, menahan tangis yang hampir pecah. “Aku tidak akan menyalahkan kamu kalau kamu membenciku, Sayang. Aku hanya ingin jujur. Aku tidak ingin berbohong seumur hidup.”
Sonia menatapnya, air mata menetes satu per satu. “Dan setelah jujur, kamu berharap apa? Aku akan mengerti? Aku akan memaafkan? Aku akan berbagi suami?”
Sagara tidak menjawab. Hanya diam. Tapi diamnya adalah jawaban paling menyakitkan.
“Tidak semua cinta harus dibagi, Mas,” lanjut Sonia dengan suara gemetar. “Cinta itu suci. Dan kamu baru saja menodainya.”
Sagara meremas jemarinya sendiri. “Aku tahu aku salah. Tapi aku juga ingin memperbaiki semuanya. Aku tidak ingin meninggalkan salah satu dari kalian. Aku ingin berlaku adil.”
Sonia menatapnya tajam. “Adil? Tidak ada kata adil dalam luka, Mas. Karena ketika satu hati disakiti, yang lain tidak bisa sembuh dengan keadilan.”
Ia berdiri perlahan. Kakinya lemas, tapi hatinya lebih rapuh. “Aku butuh waktu. Aku tidak tahu apakah aku masih bisa melihat kamu sebagai suamiku.”
Sagara menunduk dalam-dalam, menahan air mata yang akhirnya lolos dari pelupuknya. “Aku akan menunggu, Sayang. Sekuat apa pun kamu membenciku, cintaku akan tetap ada.”
Sonia memalingkan wajah, menatap foto pernikahan mereka yang tergantung di dinding. Senyum mereka di foto itu tampak hangat dan bahagia. Tapi kini, senyum itu terasa seperti penghinaan.
“Cinta tanpa kejujuran hanyalah luka yang menunggu berdarah lagi,” bisiknya lirih.
Sagara menatap istrinya pergi ke kamar seorang diri. Ia tahu malam itu adalah malam terpanjang dalam hidup mereka berdua.
Di dalam hati Sonia, hanya ada satu doa yang masih tersisa.
“Tuhan, jika aku harus mencintainya sambil menahan sakit ini, tolong kuatkan aku. Tapi jika cinta ini hanya akan membuatku hancur, ajarkan aku cara melepaskannya tanpa membenci.”
Seperti nya Shanum yng bakal ketiban pulung nih 😠😠😠
Trus siapa yg menukar bayi Sonia dengan bayi Shanum ?