NovelToon NovelToon
Trial Of Marriage

Trial Of Marriage

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Cinta setelah menikah / Romansa / Pernikahan rahasia
Popularitas:2.4k
Nilai: 5
Nama Author: Coffeeandwine

Jae Hyun—seorang CEO dingin dan penuh perhitungan—menikahi Riin, seorang penulis baru yang kariernya baru saja dimulai. Awalnya, itu hanya pernikahan kontrak. Namun, tanpa disadari, mereka jatuh cinta.

Saat Jae Hyun dan Riin akhirnya ingin menjalani pernikahan mereka dengan sungguh-sungguh, masa lalu datang mengusik. Youn Jung, cinta pertama Jae Hyun, kembali setelah pertunangannya kandas. Dengan status pernikahan Jae Hyun yang belum diumumkan ke publik, Youn Jung berharap bisa mengisi kembali tempat di sisi pria itu.

Di saat Jae Hyun terjebak dalam bayang-bayang masa lalunya, Riin mulai mempertanyakan posisinya dalam pernikahan ini. Dan ketika Seon Ho, pria yang selalu ada untuknya, mulai menunjukkan perhatian lebih, Riin dihadapkan pada pilihan: bertahan atau melepaskan.
Saat rahasia dan perasaan mulai terungkap, siapa yang akan bertahan, dan siapa yang harus melepaskan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Coffeeandwine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

In the Embrace of Loss

Riin perlahan membuka matanya, kesadarannya kembali, beriringan dengan rasa pegal yang merayap pelan di sekujur tubuhnya. Pandangannya masih buram, tapi ia bisa melihat sosok Jae Hyun di seberang ruangan—mengenakan setelan santai namun rapi, rambutnya masih setengah basah seolah baru selesai mandi. Ia tampak sibuk, membenahi koper kecil berisi pakaian, perlengkapan mandi, bahkan selimut tambahan yang dilipat rapi di atas sofa kecil.

Ada bayang-bayang lelah di wajah tampannya. Mata sembab itu tak mampu sepenuhnya disembunyikan meski kini ia tampak lebih segar. Riin menatapnya lama, hatinya terasa hangat dan pilu bersamaan. Ia tahu, ada sesuatu yang disembunyikan Jae Hyun darinya.

“Oh, kau sudah bangun?” Jae Hyun langsung mendekat begitu sadar Riin membuka mata. Suaranya penuh kelegaan yang berusaha ia samarkan dengan senyum tipis. “Apa aku membangunkanmu?”

Riin menggeleng perlahan. Suaranya serak saat menjawab, “Memang sudah waktunya aku bangun... tapi aku haus.”

Tanpa menunggu, Jae Hyun dengan sigap menekan tombol pengatur ranjang agar Riin bisa setengah duduk, lalu mengambilkan segelas air mineral, menusukkan sedotan ke dalamnya sebelum menyodorkannya ke bibir Riin. “Minumlah perlahan.”

Ia mengawasi setiap gerakan Riin dengan mata penuh perhatian, seolah takut istrinya itu akan pecah jika disentuh terlalu keras. Riin menyeruput air itu sedikit demi sedikit, matanya tetap mengamati Jae Hyun, membaca gelagat yang mencoba ditutupi pria itu. “Bagaimana? Apa bagian tubuhmu masih ada yang terasa sakit?” tanya Jae Hyun lembut, namun ada ketegangan samar di ujung suaranya.

Riin mengusap perut bawahnya, rasa ngilu menusuk perlahan. “Perutku... sakit. Seperti kram.”

Ekspresi Jae Hyun menegang sejenak sebelum cepat-cepat melunakkannya kembali. Ia mengelus tangan Riin yang bebas, sebuah gerakan kecil yang ia lakukan dan berusaha memberikan kenyamanan untuk istrinya. “Itu normal, kata dokter,” katanya seraya membetulkan posisi selimut Riin. “Tubuhmu butuh waktu untuk memulihkan diri. Jika terasa semakin parah, aku akan panggil dokter.”

Riin mengerutkan alisnya. Ia tahu Jae Hyun berusaha mengalihkan pembicaraan.

“Sebenarnya, apa yang terjadi padaku?” desaknya. “Kenapa butuh waktu lama untuk pulih?”

Jae Hyun terdiam. Sepasang matanya yang biasanya tajam kini tampak bergejolak, seakan ada badai emosi yang hendak ia tahan. Ia memaksa dirinya tersenyum, namun senyum itu lebih menyakitkan daripada kejujuran.

“Kau hanya kelelahan, Riin. Dan diitambah stres karena insiden kemarin...” Ia membelai kepala Riin perlahan. “Tidak ada yang serius, percayalah padaku.”

Riin menatap Jae Hyun tak puas, mencari kebohongan yang berusaha disembunyikan suaminya.

“Jae Hyun~a...” bisiknya. “Kau pikir aku percaya? Kau bukan pembohong yang baik, kau tahu?” Suaranya pelan tapi penuh tekanan. Ia menunjuk lingkaran gelap di bawah mata Jae Hyun. “Kau menangis, kan?”

Jae Hyun memalingkan wajahnya, pura-pura sibuk membetulkan bantal Riin. “Aku tidak menangis... Aku hanya tidak tidur semalaman, mengurus masalah kantor.”

“Jangan berbohong lagi,” bisik Riin lirih, matanya mulai berair.

Tepat saat itu, ponsel Jae Hyun berdering di atas meja kecil. Ia melirik layar, dan menghela napas panjang. “Tunggu sebentar,” gumamnya. Ia beranjak, mengambil ponsel dan berbicara sambil berdiri dekat jendela. Suaranya rendah, hanya gumaman samar yang bisa didengar Riin. “Halo, Eomma.”

“Aku melihat berita tentang kebakaran di sebuah gedung. Apa benar itu kantormu, Jae Hyun~a? Apa kau baik-baik saja?”

“Benar, Eomma. Aku baik-baik saja... Tapi Riin... dia mengalami sedikit masalah, jadi sekarang aku bersamanya di rumah sakit.”

“Apa yang terjadi pada menantuku?”

Jae Hyun menundukkan kepala, menggenggam ponsel lebih erat. “Dia terluka... tapi dia akan pulih. Aku minta maaf belum mengabari lebih cepat.”

“Aku akan ke sana sekarang juga,” suara Ny. Hana terdengar tegas. “Aku harus melihat keadaan kalian.”

Sambungan terputus. Jae Hyun masih berdiri beberapa detik sebelum perlahan meletakkan ponsel, seakan beban di pundaknya bertambah.

Riin menatapnya dengan tatapan tak sabar, penuh kekhawatiran.

“Eomma akan datang,” ujar Jae Hyun akhirnya, menghindari tatapan itu.

“Dan jawabanmu?” desak Riin. “Kau belum menjawab, Jae Hyun~a. Apa yang sebenarnya terjadi padaku?”

Jae Hyun tampak goyah. Ia duduk di tepi ranjang, meraih tangan Riin lalu mengecup punggung tangan kecil itu seolah memohon maaf. “Dokter bilang...” Ia menarik napas dalam-dalam. “Kau... sempat mengandung... bayi kita. Tapi...” Suara Jae Hyun tercekat, seakan setiap kata mengiris tenggorokannya. “...janinnya tidak bertahan.”

Ruangan itu mendadak terasa hampa. Napas Riin tertahan. Dunianya seakan berhenti berputar. “Apa...?” suara Riin hampir tak terdengar. Bola matanya membesar, tubuhnya menegang. Ia mencoba duduk, tapi Jae Hyun segera menahan pundaknya dengan gerakan lembut.

“Sayang, jangan paksa dirimu,” bisik Jae Hyun dengan suaranya bergetar.

Riin menggelengkan kepala, air matanya mulai jatuh satu per satu. “Aku... aku bahkan tidak tahu aku hamil...” isaknya, suaranya pecah.

Jae Hyun membungkuk, memeluknya erat, membiarkan dirinya menjadi tempat bersandar untuk istrinya yang terlihat sama hancurnya dengan dirinya. Ia menciumi puncak kepala Riin, menahan gejolak emosinya agar tidak pecah bersama-sama. “Maafkan aku... Aku seharusnya bisa menjagamu... Aku gagal...” bisik Jae Hyun penuh penyesalan.

***

Jae Hyun duduk di tepi ranjang, memeluk tubuh mungil Riin yang gemetar dalam pelukannya. Suara isakan kecil Riin teredam di dada Jae Hyun, membuat pria itu memejamkan mata erat, berusaha keras menahan air matanya yang sudah sejak tadi memenuhi pelupuk.

Tangan besar Jae Hyun mengusap punggung Riin dengan lembut, seolah berjanji bahwa ia akan tetap di sini, memeluk Riin, berapa lama pun diperlukan.

Pintu kamar terbuka perlahan. Aroma parfum mawar lembut menguar, menandakan kehadiran seseorang yang sudah begitu dikenal. "Riin~a? Jae Hyun~a?" suara Ny. Hana terdengar panik namun penuh kehangatan. Wanita paruh baya itu berdiri di ambang pintu, matanya melebar melihat pemandangan di depannya_putranya yang tegas dan dingin itu kini terlihat rapuh, bersandar pada wanita yang ia cintai seakan hidupnya bergantung padanya.

"Ada apa ini? Kenapa kalian menangis?" tanya Ny. Hana, langkahnya cepat menghampiri ranjang.

Jae Hyun perlahan melepaskan pelukannya dari Riin, namun tetap menggenggam erat tangan istrinya, seolah jika ia melepaskannya sedikit saja, Riin akan menghilang dari genggamannya.

Suara Jae Hyun terdengar serak saat ia mencoba berbicara, "Eomma... kami... kehilangan calon bayi kami," ucapnya dengan getir, suaranya pecah di akhir kalimat.

Ny. Hana membeku di tempat. Butuh beberapa detik baginya untuk memahami kata-kata itu sepenuhnya. Saat akhirnya ia mengerti, napasnya tercekat, dan matanya yang lembut pun mulai berkaca-kaca. "Astaga... Riin, sayangku..." Dengan cepat Ny. Hana mendekat, membungkuk, memeluk Riin dengan hati-hati. Ia membelai rambut menantunya yang kusut, memejamkan mata, merasakan isakan kecil Riin di pundaknya. "Menantuku sayang... maafkan aku," bisik Ny. Hana penuh penyesalan. "Harusnya aku tidak menyita waktu Jae Hyun... Harusnya dia bisa lebih banyak menjagamu... Ini tidak seharusnya terjadi."

Riin menggeleng pelan, masih terisak. Ia ingin berkata sesuatu, tapi suaranya tercekat.

"Eomma..." potong Jae Hyun cepat. Ia menatap ibunya dengan mata yang memerah. "Ini bukan salahmu. Aku yang... aku yang gagal. Aku yang tidak cukup sigap."

Namun Ny. Hana menggeleng tegas. Ia meraih tangan putranya dan menggenggamnya erat. "Tidak," katanya lembut tapi tegas. "Aku juga bersalah. Aku tahu bebanmu sudah berat. Tapi aku masih menambahnya dengan memintamu mengurus perusahaan ayahmu. Jika aku tidak memaksamu membagi waktu, mungkin kau bisa lebih fokus pada Riin."

Jae Hyun menunduk. Kata-kata ibunya menusuk cukup dalam, membangkitkan perasaan bersalah yang selama ini berusaha ia tenggelamkan di balik sikap logis dan tenangnya.

Dari balik pelukan itu, Riin perlahan mengangkat wajahnya. Matanya yang basah dan sembab itu memandang Jae Hyun dengan getir, seolah baru sekarang ia benar-benar memahami beban yang selama ini dipikul suaminya dalam diam.

Jadi... semua kesibukan Jae Hyun akhir-akhir ini...bukan karena ia acuh, apalagi karena wanita lain. Melainkan karena tanggung jawab keluarga yang tidak bisa ia abaikan.

"Riin~a..." suara Ny. Hana terdengar bergetar saat ia memegang kedua pipi menantunya. "Kehilangan ini... sangat menyakitkan, aku tahu. Tapi percayalah, akan ada banyak hal baik yang menunggu kalian. Asalkan kalian tetap bersama dan saling menguatkan." Tangannya menggenggam erat tangan Jae Hyun dan Riin, mengaitkan jari-jari mereka satu sama lain. Sebuah simbol keutuhan yang tidak boleh runtuh meskipun badai datang. "Kalian masih muda. Kalian masih punya banyak kesempatan. Dan... kau, Riin, kau sangat kuat. Aku tahu itu. Bahkan saat kau merasa lemah, ketahuilah, kekuatanmu melebihi yang kau sadari."

Air mata kembali mengalir di pipi Riin, tapi kali ini bukan hanya karena kesedihan, melainkan juga karena rasa syukur_ternyata ada begitu banyak orang yang mencintainya tanpa syarat.

Jae Hyun mengeratkan genggaman tangannya pada Riin, lalu membungkuk, mengecup kening istrinya dengan lembut_penuh cinta, penuh janji diam-diam bahwa ia akan selalu ada untuknya. "Aku janji," bisik Jae Hyun di antara isakan kecil. "Aku tidak akan mengabaikanmu lagi."

***

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!