Dari semenjak lahir Syailendra dipaksa untuk "tak terlihat", dirumah, disekolah dan juga di lingkungan sekitarnya. Namun ternyata seorang perempuan bernama Ratu memperhatikan dan dengan jelas dan tertarik padanya. Perempuan cantik dan baik yang memberikan kepercayaan diri untuknya.
Sedangkan Ratu, Ia sosok perempuan sempurna. Ratu terkenal tak mau berkomitmen dan berpacaran, Ia seorang pemain ulung. Hidup Ratu berubah saat Ia dan Syailendra satu team mewakili olimpiade kimia dari sekolahnya. Mereka tak pernah sekelas, dan Ratu bahkan baru mengenalnya. Tapi sosoknya yang misterius merubahnya, Ratu merasakan sesuatu yang berbeda dengan pria itu, membuatnya merasa hangat dan tak mau lepas darinya.
Namun dunia tak mendukung mereka dan mereka harus berpisah, mereka lalu bertemu sepuluh tahun kemudian. Apakah kisah kasih mereka akan tersambung kembali? Atau malah akan semakin asing?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon khayalancha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17 - Ciuman Pertama
"Ini ciuman pertama aku. Aku kasih ke kamu karena kamu pantas dapatinnya...."
Syailendra tertegun mendengarnya. Namun selayaknya tidak diberi kesempatan untuk protes, bibir Syailendra terus dibungkam oleh Ratu dengan pagutan lembut. Seluruh tubuh Syailendra gemetar. Ada sesuatu yang terasa meletup-letup di dada, turun ke perut dengan sensasi naik turun seperti diterbangi ribuan kupu-kupu.
Sepuluh detik kegiatan itu berlangsung, hingga akhirnya Ratu melepas bibirnya lebih dulu. Masih tersimpan tatapan kaget Syailendra. Seolah tak percaya apa yang barusan mereka lakukan.
Hingga akhirnya terdengar suara Ratu—
"Maaf," bisik gadis itu.
Muka Ratu memerah, wajahnya tertunduk malu seperti habis melakukan sebuah kesalahan.
"Aku tau salah udah lancang—"
Ucapan Ratu terjeda saat Syailendra maju dan mengambil alih ciuman mereka. Kali ini Syailendra yang memimpin. Ia lumat bibir atas dan bawah gadis itu bergantian, yang dibalas Ratu dengan perbuatan serupa. Mereka bertukar liur disaksikan keindahan danau dan hamparan perbukitan yang maha indah. Kebetulan tidak ada yang melihat mereka karena posisi mereka jauh dari manusia-manusia lainnya.
Syailendra untuk pertama kali bisa menikmati hidup setelah sejak kecil didoktrin untuk tidak boleh bahagia. Akhirnya ia bisa hidup normal. Menikmati masa remaja, merasakan indahnya jatuh cinta, indahnya bahagia karena hal kecil, dan semua itu disebabkan oleh Ratu sebagai pemicunya.
Hasrat untuk mengungkapkan perasaan pun makin membara di hati Syailendra. Rasanya ingin sekarang juga ia ungkapkan betapa ia mencintai gadis itu. Namun, bukankah sesuatu yang spesial harus diungkapkan lewat momen spesial juga? Setidaknya itulah yang menjadi pertimbangan Syailendra di tengah gempuran pertengkaran antara perasaan dan logika.
"Ratu," panggil Syailendra sat mereka sama-sama menarik napas.
"Hm? Kamu mau marah?"
"Aku mau berterima kasih juga," bisik Syailendra.
"Untuk?"
Syailendra kecup bibir Ratu sekilas. "Karena udah ada di hidup aku."
Ratu terkekeh. Ia usap wajah Syailendra lembut sambil dicubit ringan pipinya. "Kamu selalu bilang makasih. Padahal aku nggak lakuin apa-apa."
"Kamu bikin aku jadi punya tujuan lain memenangkan olimpiade tingkat Provinsi."
"Oh ya? Apa?"
"Rahasia," jawab Syailendra sambil mencubit hidung Ratu.
"Ih, nggak adil banget. Aku kan jadi penasaran. Apa memangnya tujuan kamu?" Ratu cemberut.
Syailendra hanya merespon dengan senyuman. tujuan menjadikan kamu milik aku secara utuh, Ratu. Sebentar lagi akan tercapai....
"Pokoknya rahasia. Kamu tunggu aja momennya nanti!"
Dan setelahnya Syailendra berdiri dari dudukannya dan berjalan ke arah jembatan. Ratu mengejar-ngejarnya dari arah belakang. Mereka pun berlarian menyongsong matahari senja. Tentu sambil melempar candaan dan tawa satu sama lainnya.
Sederhana, tapi Syailendra tidak akan pernah lupa momen ini. Momen bahwa ia pernah tertawa selepas ini karena seseorang....
***
Hari demi hari berlalu, jadwal mereka pun semakin ketat menjelang perlombaan berlangsung. Dan makin ke sini, Syailendra semakin posesif memaksa Ratu untuk belajar. Mulai dari rutin video call tiap malam membahas materi, mengirimkan materi tambahan pada Ratu, mengajarkan Ratu sampai anak itu paham, semua Syailendra upayakan. Bahkan Heri pun sampai tercengang kenapa Syailendra over antusias seperti itu. Semangatnya melebihi Bu Susan pendamping mereka. Jatuhnya malah obsesi dan ambisi. Bukan lagi sebatas 'usaha'.
"Kalian jangan malas-malasan, dong. Ayo belajar lagi. Waktunya makin mepet!" Bahkan kini Syailendra berani membentak Heri. Padahal waktu awal-awal cowok itu terbilang irit bicara.
"Lo kenapa jadi bentak gue, deh? Santai aja kali. Kita udah belajar dari tadi. Main game bentar apa salahnya sih?!"
"Salah. Karena kalian kayak main-main di sini!"
"Buset, main-main katanya. Gue udah belajar sampai otak gue keriting gini masih lo bilang main-main? Kata gue, mending daripada lo ngomel nggak jelas, ikutan login gih bareng gue dan Sasa. Ratu udah mau login juga tuh. Lo doang yang kayak kakek-kakek berisik dari tadi!"
Fyi. Mereka berada di rumah Heri untuk belajar tambahan hari ini. Seperti yang biasa terjadi jika ada yang mengajak belajar kelompok, pasti belajarnya hanya 1%. Sisanya main-main. Hal yang sebenarnya Syailendra malaskan sejak dulu.
Tidak mood meladeni Heri, Syailendra coba mengajak Ratu. "Ratu, taruh hapenya. Ayo belajar," ajak Syailendra.
Namun kali ini Ratu sepertinya lebih setuju dengan saran Heri. Sejak bergaul dengan Syailendra otak Ratu malah sering panas karena dipaksa belajar. Cewek itu butuh healing, sementara Syailendra terus memaksanya belajar.
"Healing dulu lah bentar. Heri sama Sasa benar. Kamu terlalu ngeforsir tenaga kamu, Syai. Nggak baik," keluh Ratu.
"Tuh dengerin!" Heri menyeletuk.
"Jadi kamu nggak mau belajar?"
"Bukan git—"
"Yaudah aku belajar di rumah aja."
Lalu bersiap-siap pulang. Jika biasanya Ratu menurut, kali ini cewek itu diam saja. Hal tersebut membuat Syailendra makin kesal.
"Ratu, kamu ikut apa enggak?"
Dan Ratu menjawab. "Kali ini enggak dulu, deh. Aku beneran mau main. Izin nggak belajar hari ini aja. Kamu kalau mau pulang duluan ya udah, nanti aku telfon supir aja buat jemput."
Syailendra terkejut mendengarnya. Apalagi setelah mengatakan itu Ratu kembali fokus pada ponselnya. anak itu asyik bermain dengan Heri dan Sasa sambil tertawa bahagia.
Syailendra menghela napas. Aku juga capek. Tapi aku harus belajar terus supaya bisa memenangkan perlombaan ini demi kamu.
Kalau kalian nggak mau, ya udah. Biar aku sendiri yang belajar....
Lantas Syailendra benar-benar pulang. Sejak hari itu, Syailendra menjadi lebih tertutup. Lelaki itu memakai seluruh waktu luangnya untuk belajar demi olimpiade. Sampai tangannya memerah dan sering kebas karena terlalu lama memegang pena.
****
2 Bulan kemudian....
Perhelatan akbar olimpiade tingkat Provinsi itu telah digelar beberapa hari lalu. Sekarang tiba waktunya mencari urutan satu sampai tiga, sekaligus menjadi babak penentuan kota mana yang akan mewakili Jawa Barat ke olimpiade tingkat nasional. Sejauh ini, sekolah mereka berhasil melewati babak penyisihan hingga akhirnya sekarang tembus menjadi tiga terbaik. Syailendra sampai jatuh sakit selama perlombaan ini berlangsung. Itu semua karena dia kurang menjaga kesehatannya dengan baik.
Ini dia lakukan karena tujuan satu-satunya dari Syailendra yaitu menyatakan perasaannya, jadi dia tidak mementingkan kesehatan sendiri.
Fyi. Perhelatan akbar olimpiade provinsi kala itu dilakukan di sekolah sang pemenang yang berhasil membawa piagam di olimpiade sebelumnya. Karena sekolah mereka yang memenangkan perlombaan di tingkat kota, maka kali ini sekolah mereka lah yang menjadi tuan rumah. Terlebih Bandung adalah ibukota provinsi Jawa Barat. Dan pada waktu itu acara ini digelar secara besar-besaran.
Makin dekat pengumuman, makin sakit pula perut Syailendra. Bahkan ia lebih gugup dibanding Ratu, Sasa dan Heri.
"Syai, kamu nggak apa-apa? Mukanya kelihatan pucat gitu," cemas Ratu.
Syailendra menoleh sambil tersenyum penuh binar. Bentar lagi kamu akan jadi milikku, Ratu. Bentar lagi. Tunggu ya....
"Aku gak apa-apa," kata Syailendra meyakinkan.
"Tapi serius, lho. Kayaknya kamu sakit deh, Ndra. Pasti gara-gara maksain diri buat belajar," timpal Sasa yang ikut-ikutan cemas.
"Udahlah yang penting kita udah tiga besar. Mau menang atau nggak, ya nggak masalah. Saran gue lo stop maksain diri deh, Ndra. Yang ada lo sakit kalau gini terus."
Syailendra yang mukanya pucat menahan sakit perut itu hanya bisa mengangguk mengiyakan.
2 jam menunggu akhirnya pengumuman pun disampaikan oleh panitia. Kali ini hanya mencari siapa yang juara 1, 2, dan 3 di antara tiga terbaik itu. kalau piagam, ya mereka dipastikan sudah mendapatkannya.
"Berdasarkan hasil poin yang diperoleh selama perlombaan, terbaik ketiga yang mendapatkan skor 895 adalah .... selamat kepada SMA Garuda Banjar!"
Suara gemuruh tepuk tangan mengisi pendengaran. Syailendra makin cemas mengingat hanya dua sekolah lagi yang tersisa untuk mendapatkan posisi juara.
"Terbaik kedua dengan total poin 900, jatuh pada SMA Trisakti Sukabumi!"
Maka Sasa, Heri, Ratu dan Syailendra refleks menjerit karena sudah dipastikan mereka memperoleh peringkat pertama.
"Dan inilah pemenang perhelatan akbar kita. Terbaik pertama, memperoleh poin sebesar 1050, jatuh kepada SMA Khatulistiwa Bandung, sekaligus yang akan mewakili provinsi Jawa Barat ke tingkat Nasional!"
Sasa, Heri dan Ratu langsung berteriak karena merekalah yang berhasil mendapatkannya. Di tengah rasa haru campur bahagia tersebut, tiba-tiba Syailendra terjatuh ke lantai dan membuat suara yang begitu gemuruh.
"Lah, pingsan?!" kaget Heri.
Ya. Syailendra pingsan karena tak kuat menahan sakit di perutnya, membuat semua orang di aula tersebut panik bukan main.
"Syai!" Ratu menepuk-nepuk pipi Syailendra, namun anak itu tak kunjung sadarkan diri.
Syailendra langsung dibopong oleh anggota PMR sekolah dengan tandu untuk diantarkan ke tempat pertolongan pertama yang di sediakan panitia olimpiade.
Saat itu Ratu langsung mengikuti tandu tersebut supaya dia bisa mengetahui bagaimana keadaan dari Syailendra. Dia menyerahkan saja kepada Heri dan juga Sasa untuk menerima piagam. Jujur, Ratu merasa agak bersalah karena saat olimpiade tadi lebih banyak memanfaatkan tenaga Syailendra sehingga dia tidak menyadari anak itu sedang tidak enak badan.
**
Lima belas menit tiduran di UKS, akhirnya Syailendra membuka mata. Cowok itu tampak linglung karena tiba-tiba berada di ruangan serba putih. Padahal tadi mereka sedang berada di aula mendengar pengumuman.
"Syai... ya ampun, aku khawatir banget sama kamu. Maafin aku karena nggak tahu kamu sakit. Huhuhu...."
Suara isakan yang berasal di pinggir brankar itu membuat Syailendra menoleh bingung. Ia mendapati Ratu yang tengah menangis sambil menggenggam jemari-jemarinya.
Melihat hal itu membuat Syailendra bangkit ke posisi duduk. Namun Ratu menahan badannya.
"Jangan duduk dulu. Kamu masih sakit. Tiduran aja," cegah Ratu.
Gantian, kini Syailendra yang memegang tangan perempuan itu. teringat olehnya pengumuman perlombaan tadi. Syailendra tidak begitu yakin mereka mendapat peringkat pertama karena keburu pingsan.
"Ratu ... pengumuman tadi...." Syailendra meringis merasakan kepalanya yang agak pusing.
"Tadi saat pengumuman, kamu tiba-tiba pingsan sampai jatuh ke lantai. Jadi kamu dibawa sama panitia kesini." Ratu menjelaskan sambil menyeka air matanya.
"Jadi bagaimana hasil pengumumannya?" tanya Syailendra harap-harap cemas.
"Kita menang dan mewakili Jawa Barat untuk olimpiade Nasional. Ini semua berkat kamu...."
Mendengar hal itu membuat dada Syailendra berdebar kencang. Cowok itu merasa amat bahagia sampai tak memedulikan kesehatannya sendiri. Syailendra kekeuh ingin duduk dan menyatakan perasaannya ke Ratu sebagai momen yang ia tunggu-tunggu selama ini.
"Syai, jangan bandel. Aku bilang nanti dulu duduknya. Kam—"
"Aku mau ngomong sesuatu sama kamu. Tolong, Ratu. Ini penting. Janjiku ke diri sendiri kalau aku menang. Please...." Tampak gurat memohon di mata elang Syailendra hingga membuat Ratu akhirnya mengalah, membiarkan anak itu duduk dan menggenggam tangannya.
"Kamu mau ngomong apa?" tanya Ratu penasaran.
Syailendra sangat polos dalam percintaan. Dia tidak lihai merangkai kata, mengatur tempat dan suasana untuk menyatakan perasaan. Yang terpenting tujuannya mendapatkan juara satu di olimpiade kali ini sudah terpenuhi. Maka Syailendra ingin menyatakan perasaannya pada Ratu, tak peduli mereka sedang di UKS saat ini.
"Sebenarnya ...." Syailendra menarik napas, melembutkan tatapannya. Bibirnya gemetaran saat mengungkapkan, "sebenarnya aku jatuh cinta sama kamu sejak hari pertama kita ketemu. Kamu ... mau jadi pacarku?"
Perkataan itu sukses membuat bola mata Ratu hampir keluar dari porosnya.